bakabar.com, BANJARMASIN - Kasus dugaan pelecehan seksual di Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yang melibatkan seorang oknum dosen memasuki tahap lanjutan.
Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) ULM telah melimpahkan hasil pemeriksaan dan rekomendasi kepada tim pemeriksa disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ketua PPKS ULM, Siti Mauliana Hairini, mengatakan laporan kasus tersebut diterima pada 13 November 2025 dan telah diproses sesuai ketentuan perundang-undangan. Rekomendasi resmi diserahkan kepada tim pemeriksa disiplin ASN pada 23 Desember 2025.
“Karena terlapor merupakan ASN, maka tahapan selanjutnya ditangani oleh tim pemeriksa disiplin ASN. PPKS sudah menyelesaikan proses pemeriksaan kasusnya,” ujar Siti dalam keterangan resminya diterima Senin (29/12).
Ia menjelaskan, seluruh tahapan yang dilakukan PPKS mengacu pada Permendikbud Nomor 55 Tahun 2024 tentang PPKS di perguruan tinggi serta PP Nomor 94 tentang Disiplin ASN.
Penjatuhan sanksi dan keputusan akhir kini berada di kewenangan tim pemeriksa disiplin ASN. "Rekomendasi dari Satgas PPKS menjadi acuan dalam proses pengambilan keputusan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Senat ULM Prof Dr HM Hadin Muhjad menyebut tim pemeriksa disiplin ASN akan menggali fakta-fakta dan memeriksa kedua belah pihak, baik pelapor maupun terlapor.
"Tim pemeriksa dapat memeriksa semua pihak dan dokumen yang berkaitan untuk memastikan kebenaran laporan tersebut,” ujarnya.
Kasus ini mencuat setelah keluarga seorang mahasiswi melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dosen Fakultas Kehutanan berinisial ZA.
Saat ini, pihak kampus memastikan proses penanganan masih berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Pengakuan Pelapor
Sebelumnya, ZA dilaporkan melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswinya sendiri. Menurut pengakuan si mahasisiwi, ia mendapat perlakukan tidak senonoh dari ZA.
Bagian tubuhnya disebutkan disentuh secara paksa oleh ZA yang menawarkan keringanan biaya pembayaran Praktik Hutan Tanam (PHT).
Menurut si mahasiswi, awalnya dia dan teman kuliahnya direncanakan berangkat PHT ke luar daerah. Namun, tidak memiliki cukup uang untuk memenuhi biaya keberangkatan PKL.
Setelah itu, modus dari ZA berinisiatif memberikan keringanan biaya asalkan mau mengikutinya masuk ke ruang kerjanya.
Setelah di dalam ruang kerjanya, sontak ZA menyentuh secara paksa area-area sensitif tubuh si mahasiswi. “Tubuh saya disentuh secara paksa,” demikian pengakuannya.
Ia pun melawan dan keluar dari ruang ZA. Atas kejadian tersebut, si mahasiswi dikabarkan mengalami trauma hingga tidak berani lagi melakukan aktivitas perkuliahan. "Saya laporkan ke ibu saya," ungkap si mahasiswi.
Beberapa waktu kemudian pihak keluarganya melaporkan kejadian itu ke Satgas PPKS ULM.
Bantahan Terlapor
Merasa dirugikan, ZA membantah seluruh tudingan pelecehan seksual yang dialamatkan kepadanya.
Melalui pernyataan tertulis diterima Kamis (29/12), ZA menyatakan keberatan. Terutama atas pemberitaan yang dinilainya tidak sesuai fakta sebenarnya.
ZA menegaskan tidak pernah menawarkan keringanan biaya Praktik Hutan Tanam (PHT) secara pribadi kepada mahasiswa.
Menurutnya, pembahasan terkait keterbatasan biaya PHT dilakukan secara terbuka dalam rapat resmi pada 17 Oktober 2025 di ruang sidang lantai 3 Fakultas Kehutanan ULM.
"Rapat tersebut dihadiri lima dosen dan enam mahasiswa peserta PHT. Dalam rapat itu, panitia menyampaikan akan berupaya mencarikan tambahan dana bagi mahasiswa yang membutuhkan,” ujar ZA dalam klarifikasinya.
Ia juga membantah tudingan bahwa dirinya secara sepihak memberikan keringanan biaya kepada si mahasiswi karena rasa kasihan.
ZA menegaskan, keputusan terkait pembiayaan PHT merupakan kesepakatan mahasiswa, bukan kewenangan dosen.
“Kami dosen tidak mengatur atau memberikan keringanan biaya. Yang disampaikan hanya kemungkinan bantuan tambahan dana bagi mahasiswa yang secara wajar bisa dibantu,” katanya.
Terkait pertemuan di ruang kerja, ZA menyebut pertemuan tersebut terjadi atas permintaan mahasiswa yang ingin menyampaikan persoalan secara langsung.
Ia mengaku sempat mengarahkan agar hal itu disampaikan dalam forum rapat. “Namun yang bersangkutan tetap berkeinginan bertemu di ruangan saya,” ujarnya.
ZA juga membantah keterangan bahwa pintu ruang kerjanya terkunci saat pertemuan berlangsung. Ia menyebut ruang kerja tersebut tidak memiliki kunci dari dalam.
"Ruangan itu menggunakan gembok dari luar dan pintunya separuh kaca, sehingga aktivitas di dalam bisa terlihat dari luar,” tegasnya.
Mengenai tuduhan adanya sentuhan fisik dan perbuatan tidak senonoh, ZA secara tegas membantah.
Ia menyatakan selama pertemuan berlangsung, posisi duduk dirinya dan mahasiswa dipisahkan oleh meja kerja.
"Kami duduk berhadapan seperti bimbingan akademik pada umumnya. Saya di kursi kerja, mahasiswa di kursi tamu, dipisahkan oleh meja,” katanya.








