bakabar.com, JAKARTA – Setelah Presiden Jokowi meminta masyarakat aktif menyampaikan kritik, dua tokoh besar di Indonesia langsung turun gunung.
Tak tanggung-tanggung, keduanya adalah Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden ke-12 RI Jusuf Kalla (JK).
Awalnya JK menyinggung Jokowi yang meminta masyarakat untuk aktif mengkritik pemerintah. Namun, kata JK, masyarakat ingin melihat kritik yang dilontarkan tak berujung panggilan polisi.
“Beberapa hari lalu Bapak Presiden mengumumkan silakan kritik pemerintah. Tentu banyak yang ingin melihatnya, bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi?” kata JK dalam agenda “Mimbar Demokrasi Kebangsaan” yang digelar PKS, Jumat (12/2).
Dalam pernyataannya, JK sekaligus menyoroti survei The Econkmist Intelligence Unit (EIU) yang menyebut indeks demokrasi Indonesia yang menurun. Dalam survei itu, Indonesia menempati peringkat 64 dari 167 negara di dunia.
EIU menyatakan skor indeks demokrasi Indonesia berada di angka 6,48 dalam skala 0-10. Menurut JK, pelaksanaan demokrasi yang baik membutuhkan kontrol terhadap pelaksanaan pemerintahan.
Satu hari kemudian, Sabtu (14/2), SBY menyampaikan hal serupa lewat akun Twitter, @SBYudhoyono. SBY menganalogikan kritik dan dan pujian laiknya obat dan gula.
Mantan ketua umum Partai Demokrat itu tak secara langsung menyinggung pernyataan Jokowi. Ia menyebut obat memang terasa pahit, tapi kepahitan itu bisa mencegah atau menyembuhkan penyakit.
“Jika obatnya tepat dan dosisnya juga tepat, akan membuat seseorang jadi sehat,” kata SBY.
Gula, kata SBY, memang terasa manis. Namun, jika terlalu banyak dikonsumsi malah mendatangkan penyakit.
“Gula itu rasanya manis, tetapi kalau dikonsumsi secara berlebihan bisa mendatangkan penyakit,” ujarnya.
Kritik, kata dia, tak jauh berbeda dengan obat. Orang yang menerima kritikan memang bisa mengalami ‘sakit’. Menurutnya, kritik akan mencegah kekeliruan apabila disampaikan dengan benar.
Sementara pujian dan sanjungan, kata SBY, tak beda jauh dengan gula. Jika terlalu berlebihan bisa menyebabkan kegagalan.
“Sementara, pujian dan sanjungan itu laksana gula. Jika berlebihan dan hanya untuk menyenangkan, justru bisa menyebabkan kegagalan,” kata SBY.
Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman menanggapi langsung pertanyaan JK. Fadjroel meminta masyarakat untuk mempelajari secara seksama sejumlah aturan perundang-undangan jika kritik tak ingin berujung pada pemolisian.
Fadjroel mengklaim Jokowi adalah sosok yang tegak lurus dan taat terhadap peraturan perundang-undangan dan konstitusi. Menurutnya, tak akan ada pihak yang dilaporkan jika kritik disampaikan tanpa melanggar aturan yang berlaku.
Sejumlah aturan yang mestinya dipelajar masyarakat dalam menyampaikan kritik mulai dari UUD 1945, UU Nomor Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, hingga UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Jadi apabila mengkritik sesuai UUD 1945 dan peraturan perundangan-undangan, pasti tidak ada masalah,” kata Fadjorel dalam keterangannya, Sabtu (13/2).