bakabar.com, BANJARBARU – Membumbungnya kasus Corona Virus Disease 2019 atau dikenal dengan sebutan Covid-19 di Jawa dan Bali membuat pemerintah harus menerapkan PPKM Darurat di dua pulau itu.
Hal itu disampaikan Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) dalam kanal youtube Sekretariat Presiden, baru tadi. Jokowi menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan sebagai koordinator pelaksana PPKM Darurat.
Lantas bagaimana dengan Kalsel?
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Siap-Siap! Kalsel Berlakukan Pembatasan Mobilitas, Totalnya 13 Titik
Pj Gubernur Kalsel, Safrizal menjelaskan daerah yang dipimpinnya belum akan menerapkan PPKM Darurat seperti yang diberlakukan Jawa dan Bali.
“Kalsel tidak menerapkan PPKM Darurat,” ujarnya, Jumat (2/7).
Tak diterapkannya PPKM Darurat ini di Banua, kata dia, lebih karena adanya sejumlah pertimbangan. Yakni, Safrizal menuturkan
Hitung-hitungan Safrizal Kalsel belum perlu menerapkan PPKM darurat karena tren kasus Covid-19 masih seperti biasa. Tidak ada kenaikan yang signifikan.
“Malah ada penurunan,” timpalnya.
Meski begitu, seperti diketahui, Kalsel bakal tetap menerapkan pembatasan dan pengendalian mobilitas. Kepala Dinas Kesehatan sekaligus Juru Bicara Satgas Covid-19 Kalsel M Muslim menyatakan siap mengikuti instruksi Mabes Polri memberlakukan pembatasan dan pengendalian mobilitas di 316 titik termasuk di Banua.
Dari ratusan titik itu, 13 di antaranya bakal diberlakukan di Banua. Kini, ada 4 titik yang sudah diketahui. Yakni 2 di perbatasan Provinsi Kalsel-Kaltim.
“Kita selalu siap mengantisipasi semua kemungkinan untuk mencegah dan menangani Covid-19 ini,” ujarnya kepada bakabar.com.
Terkait anggaran yang bakal dikucurkan, dan dari mana? Muslim masih menunggu petunjuk teknis dari kementerian.
“Pun untuk teknis atau metode pembatasan, apakah nanti akan menutup objek wisata dan apa ada jam malam, kita tunggu saja petunjuk dari kementerian,” jelasnya.
Adakah sanksi bagi pelanggar jika nantinya pembatasan mobilitas diberlakukan? Muslim menjawabnya pasti.
“Tentu, setiap aturan yang dilanggar pasti ada konsekuensinya,” ujarnya lagi.
Jika memang diterapkan, sampai kapan pembatasan tersebut dilakukan?
“Sesuai ketentuan aturan PPKM yang nanti dikeluarkan pusat, kami menyesuaikan,” jawabnya.
Kembali ke PPKM darurat, Jawa-Bali bakal menerapkannya dari 3 sampai 20 Juli 2021 mendatang. Apa saja kegiatan yang dibatasi dan seperti apa peraturannya, dalam keterangannya secara daring, Luhut mengatakan, salah satunya, kegiatan perkantoran harus Work From Home (WFH) 100 persen. Kecuali sektor esensial: Work From Office (WFO) 50 persen, sisanya WFH. Sedang bagi sektor kritikal: WFO 100 persen.
Sektor esensial meliputi keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non-penanganan karantina Covid-19, serta industri orientasi ekspor.
Sedangkan kritikal melingkupi energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman, dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi utilitas dasar (seperti listrik dan air), hingga industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.
Kedua, pembatasan jam operasional pada kegiatan sehari-hari. Yakni dari hingga pukul 20.00 waktu setempat. Kapasitas maksimal 50 persen. Adapun belajar mengajar hanya dalam jaringan (daring).
Ketiga, restoran dan rumah makan hanya melayani delivery (antar/jemput). Di sektor pusat perbelanjaan/mal, tempat ibadah, fasilitas umum, seni, budaya dan kemasyarakatan tutup sementara hingga dinyatakan aman.
Selanjutnya, resepsi pernikahan yang hanya boleh dihadiri maksimal 30 orang. Makanannya pun harus disediakan dengan wadah tertutup untuk dibawa pulang.
Kelima, transportasi umum yang muatannya maksimal 70 persen. Untuk konstruksi boleh 100 persen dengan prokes Covid-19 yang ketat.
Adapun PPKM darurat di Pulau Jawa dan Bali sebagai salah satu upaya pemerintah menekan kasus Covid-19 dengan target 10 ribu per-hari penurunan kasus harian.