Histori

Jalan Panjang Aksi 212, dari Celetukan Ahok sampai Jadi Reuni Tahunan

Masih lekat dalam ingatan betapa sesaknya halaman Monumen Nasional, Jakarta Pusat, enam tahun silam.

Featured-Image
Jalan panjang aksi 212. Foto: Dok. NU Online.

bakabar.com, JAKARTA - Masih lekat dalam ingatan betapa sesaknya halaman Monumen Nasional, Jakarta Pusat, enam tahun silam. Lautan massa bernuansa putih tak henti-henti menggemakan takbir seraya memanjatkan shalawat.

Ratusan ribu kepala datang dari berbagai daerah: Jakarta, Bogor, Bandung, Aceh, Palembang, sampai Makassar. Mereka yang belum punya Kartu Tanda Penduduk, bahkan tergolong masih di bawah umur pun turut meramaikan gerakan massa kala itu.

Orasi-orasi membara seperti, “Siap bela negara? Siap bela agama?” juga terus digaungkan dengan lantang. Pentolan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, yang jadi bagian dari barisan putih itu bahkan sempat menyerukan, “Siap ganyang Penista Agama.

Gerakan yang dinamai ‘Aksi 212’ ini tercetus dengan tujuan menyuarakan rasa prihatin, marah, lagi murka atas sikap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dianggap menistakan Al-Quran.

Ahok dan Pidato Kontroversialnya

Carut marut ibukota yang demikian, kabarnya, bermula dari celetukan Ahok. Gubernur Jakarta saat itu dinilai menyampaikan pidato yang menyinggung ayat suci Al-Quran: Surat Al-Maidah ayat 51 tentang pedoman memilih pemimpin. 

“Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, enggak pilih saya karena dibohongi pakai Surat Al Maidah (ayat) 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak Ibu. Kalau Bapak Ibu merasa enggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, enggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak Ibu.”

Demikian kutipan pidato yang disampaikan Ahok kala melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Rekaman tersebut lantas tersebar dengan cepat, bahkan jadi viral.

Video itu pertama kali dibagikan akun Facebook bernama Buni Yani pada 6 Oktober 2016. Tak berselang lama usai video tersebut viral, Ahok kemudian dilaporkan ke pihak berwajib dengan tuduhan penistaan agama oleh Habib Novel Chaidir Hasan.

Ahok sempat meminta maaf atas apa yang dia sebutkan dalam pidatonya. Alih-alih berdamai, tindakan itu justru menuai reaksi yang lebih besar. Pada 4 November 2016, ratusan ribu umat muslim berkumpul di depan Masjid Istiqlal untuk melakukan “Aksi Bela Islam.”

Tak tinggal diam, pria kelahiran Belitung itu pun menyambangi Bareskrim untuk memberikan klarifikasi, selang tiga hari kemudian. Sayangnya, penjelasan Ahok tak meredam kemarahan. 

Gerakan yang mengatasnamakan pembelaan Islam malah mulai digalang sekelompok ormas. Yang menamakan diri sebagai Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) yang dikawal oleh Ma'ruf Amin yang masih menduduki tampuk Ketua Umum di MUI.

Pada 15 November 2016, Bareskrim melangsungkan gelar perkara di tengah tensi massa yang eskalasinya kian meningkat. Gelar perkara dihadiri sejumlah saksi, salah satunya adalah Rizieq Shihab. Ahok pun menjadi tersangka penistaan agama sehari setelahnya.

Bak belum puas, massa kembali menggelar aksi untuk menuntut pemenjaraan Ahok pada 2 Desember 2016. Gerakan inilah yang dikenal sebagai Aksi 212.

Dituding Sarat Politis

Di balik jargon ‘aksi bela Islam’ yang terus digembor-gemborkan, Aksi 212 tak lepas pula dari tudingan politisasi. Tuduhan demikian bukan tanpa alasan, mengingat adanya penangkapan sejumlah aktivis yang dianggap terlibat upaya makar dengan memboncengi aksi tersebut. 

Sebut saja, Ahmad Dhani, yang sempat diamankan Polda Metro Jaya. Mayor Jenderal Purn Kivlan Zein, Rachmawati Soekarnoputeri, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Eko, Adityawarman, Firza Huzein, dan Jamran juga ditangkap atas tuduhan makar.

Mereka dijerat dengan pasal berbeda. Sri Bintang Pamungkas, misalnya, dijerat dengan Pasal 107 KUHP juncto 110 juncto 87 tentang Permufakatan Jahat. Serta, Pasal 28 ayat 2 juncto 45 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Sedangkan, Jamran dan Rizal dikenakan Pasal 28 ayat 2 juncto 45 ayat 2 UU 1998 tentang ITE karena terbukti kerap mengunggah ujaran kebencian dan menyebarluaskan informasi bernuansa permusuhan. 

Kendati begitu, Aksi 212 yang digelar pada 2 Desember 2016 tak tergembosi. Ratusan ribu massa hadir memadati halaman Monas. Presiden Jokowi pun hadir dalam acara, mengikuti salat Jumat yang digelar dengan khatib Rizieq Shihab.

‘Dirayakan’ Tiap Tahun

Meski Ahok ‘berhasil’ dipenjara, Aksi 212 tak terhenti begitu saja. Setiap tahunnya, massa yang menamakan diri sebagai Persatuan Alumni (PA) 212 itu selalu punya cara untuk melaksanakan ‘reuni.’

Sama seperti kondisi sedia kala, sejumlah massa mengenakan pakaian serba putih. Mereka tumpah ruah memadati jalan protokol ibukota.

Teranyar, pada 2022, reuni Aksi 212 digelar di Masjid At-Tin, Jakarta Timur. Pemindahan tempat ini, kabarnya, diputuskan usai mempertimbangkan pelbagai hal. Adapun acara dimulai dengan salat tahajud, salat subuh berjamaah, hingga munajat dan tausyiah para tokoh yang hadir.

Editor


Komentar
Banner
Banner