bakabar.com, BANJARMASIN -Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level IV jilid kedua di Banjarmasin sejatinya berakhir pada hari ini, 8 Agustus.
Namun, sampai siang ini belum ada kepastian dari pemerintah apakah PPKM tersebut diperpanjang atau tidak.
Lantas, bagaimana evaluasinya?
bakabar.com menghubungi Anggota Tim Pakar Covid-19, Universitas Lambung Mangkurat, Hidayatullah Muttaqin untuk meminta evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan pembatasan yang sudah digelar sejak 26 Juli lalu.
Taqin menjelaskan tujuan PPKM tak lain menurunkan laju insidensi kasus, mengurangi risiko infeksi bagi masyarakat, dan meningkatkan kapasitas respons sistem kesehatan yang terbatas menjadi memadai.
“Dalam konteksi asesmen berarti menurunkan level situasi Covid-19 dari 4 ke level 3 hingga ke kondisi ideal level nol,” ujar Taqqin.
Lantas, bagaimana caranya mencapai kondisi tersebut?
Menurunkan mobilitas penduduk secara signifikan dan meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan jadi kunci. Sementara dari sisi kapasitas respons dilakukan upaya peningkatan testing, tracing dan treatment atau 3T.
Berdasar Laporan Mobilitas Penduduk di Masa Pandemi Covid-19 dari Google dengan meminjam proksi data provinsi Kalimantan Selatan, mobilitas secara umum pada PPKM level IV jilid I hanya mengalami sedikit penurunan dibanding sepekan sebelumnya.
“Yang agak ironis adalah mobilitas di tempat kerja justru mengalami kenaikan rata-rata 6% yang menunjukkan tidak efektifnya implementasi aturan mengenai Work from Office [kerja dari kantor] maksimal 50% untuk non-esensial dan 75% untuk esensial di Banjarmasin. Adapun data mobilitas penduduk selama PPKM level IV jilid II belum tersedia,” ujar dosen ilmu ekonomi dan studi pembangunan, ULM ini.
Merujuk data Monitoring Kepatuhan Protokol Kesehatan dari website Satgas Covid-19 Nasional di https://covid19.go.id, selama PPKM level IV jilid II kepatuhan masyarakat mengenakan masker hanya meningkat sekitar 1% dibandingkan jilid I.
“Meskipun demikian tingkat kepatuhan memakai masker masih lebih rendah 7% dibanding sepekan sebelum PPKM jilid I,” ujarnya.
Yang lebih memprihatinkan lagi, kepatuhan masyarakat dalam menjaga jarak semakin menurun. Jika pada PPKM jilid I terjadi penurunan kepatuhan menjaga jarak sekitar 14% dibanding satu minggu sebelumnya, maka pada jilid II ini kepatuhan menurun 8% dibanding jilid I.
Dampak dari mobilitas penduduk yang masih tinggi dan prokes yang menurun adalah transmisi virus korona masih jauh dari terkendali di mana risiko masyarakat terinfeksi Covid-19 cukup besar.
Hal itu ditunjukkan oleh meningkatnya laju pertambahan kasus pada PPKM level IV jilid II yang notabene merupakan akibat situasi jilid I.
“Sedangkan kondisi di jilid II dampaknya akan terlihat satu pekan ke depan,” jelas Taqin.
Selama 3-7 Agustus, rata-rata pertambahan kasus konfirmasi harian dilaporkan sebanyak 143 orang, sedikit lebih tinggi dibanding periode jilid I pada 26 Juli-2 Agustus dengan rata-rata 141 kasus per hari.
Begitu pula kasus kematian meningkat dari semula 6 kasus pada jilid I menjadi 7 kasus kematian per hari pada jilid II.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, insidensi kasus per minggu pada 6 Agustus mencapai 132 kasus konfirmasi, 86 pasien rawat inap dan 8 kasus kematian per 100 ribu penduduk.
Dibanding kondisi seminggu terakhir pada 2 Agustus, terjadi 152 kasus konfirmasi, 80 pasien rawat inap dan 4 kasus kematian per 100 ribu penduduk.
“Data rata-rata kasus harian dan insidensi kasus seminggu ini menunjukkan penularan Covid-19 di Banjarmasin masih sangat tinggi dan tidak terkontrol,” paparnya.
Kemudian untuk 3T, jumlah orang yang diperiksa sepekan terakhir pada 6 Agustus sebanyak 3.029 orang dengan Tingkat Positivitas 45%.
“Standar WHO [organisasi kesehatan dunia] maksimal 5%,” ujarnya.
Jumlah yang diperiksa tersebut turun dibandingkan sepekan terakhir pada 2 Agustus yaitu 3.546 orang. Besarnya Tingkat Positivitas tersebut merefleksikan tingginya tingkat penularan di masyarakat dan jumlah testing masih belum dapat meng-handle situasi riil.
Tracing seminggu terakhir pada 6 Agustus juga menurun dibandingkan sepekan terakhir pada 2 Agustus di mana Rasio Kontak Erat turun dari 0,74 menjadi 0,71.
Rendahnya angka Rasio Kontak Erat ini mengilustrasikan warga yang kemungkinan tertular dari pasien Covid-19 tidak dapat dikejar sehingga mata rantai penularan tidak dapat diputus.
“Untuk itu Banjarmasin harus kerja keras meningkatkan tracing minimal mendapatkan 10 kontak erat dari setiap 1 pasien Covid-19 (standar WHO 1:30),” ujar magister ekonomi islam Universitas Indonesia ini.
Banjarmasin PPKM Berjilid-jilid: Prokes Malah Jeblok, Kematian Pecah Rekor!
Bed Occupancy Rate atau BOR tempat tidur Covid-19 per minggu di Banjarmasin menurun dari 68% pada 2 Agustus menjadi 67% pada 6 Agustus.
Hanya saja penurunan BOR tersebut bukan didorong oleh penurunan jumlah pasien di rumah sakit tetapi karena ditambahnya jumlah tempat tidur.
Rata-rata jumlah pasien per hari dalam sepekan terakhir pada 2 Agustus adalah 574 sedangkan pada 6 Agustus naik menjadi 617 pasien.
Berpijak pada situasi epidemiologi tersebut, asesmen Kementerian Kesehatan per 6 Agustus masih menempatkan kondisi Banjarmasin pada situasi Covid-19 level 4, level situasi yang sudah dihadapi Banjarmasin sejak 9 Juli.
Artinya, berkaca dari asesmen Kementerian Kesehatan tersebut pada dasarnya masih menempatkan Banjarmasin untuk melanjutkan PPKM Level 4.
“Hanya saja keputusan PPKM level IV adalah keputusan pemerintah pusat yang bersifat politis tidak hanya berdasar pada aspek asesmen kesehatan. Jadi kita lihat saja bagaimana besok,” pungkas alumnus pascasarjana ekonomi pembangunan Universitas Birmingham Inggris ini.
Sebagaimana diketahui, Pemkot Banjarmasin menganggarkan Rp34 miliar untuk pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat jilid II sejak 26 Juli hingga 8 Agustus. Dana sebanyak itu berasal dari refocusing anggaran.
Dana paling besar mengalir ke tiga SKPD, yakni Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Banjarmasin. Termasuk untuk operasi yustisi di Satuan Polisi Pamong Praja.
Di Dinkes, dana tersebut dipersiapkan untuk penambahan tempat tidur hingga pembelian alat kesehatan termasuk untuk dana insentif tenaga kesehatan dan gaji relawan.
Di Dinas Sosial, dana tersebut untuk menyalurkan bantuan sosial tunai (BST) Rp600 ribu dan beras 10 kilogram ke 10.173 warga penerima.
Wali Kota Ibnu Sina mengatakan dana Rp34 miliar tersebut belum cair sampai kini.
"Belum itukan angkanya dari beberapa SKPD. Karena kalau kita refocusing hari ini, kemarin kita sampaikan kurva untuk anggaran perubahan. Jadi kemungkinan refocusing-nya ditunda, dan anggarannya masuk ke perubahan," ujar Ibnu, beberapa waktu lalu.
Kebutuhan PPKM, mencakup pemulihan sektor ekonomi, sosial hingga kesehatan sementara waktu menggunakan biaya tak terduga (BTT) sebesar Rp15 miliar. Anggaran itu berasal dari refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19 selama semester kedua.
Untuk diketahui, jumlah anggaran PPKM level IV Banjarmasin mendekati kebutuhan saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) 4 April hingga 7 Mei 2020 silam yang totalnya mencapai Rp51 miliar.
Jumlah tersebut jauh lebih besar ketimbang dana PPKM level IV jilid II yang dianggarkan Pemkot Banjarbaru senilai Rp2,2 miliar.
PPKM Level IV: Banjarmasin Jauh Lebih Boros Ketimbang Banjarbaru