Kalsel

Ingat Pidana, Setop Sebar Peristiwa Anak di Bawah Umur

apahabar.com, BARABAI – Konten foto atau video peristiwa anak di bawah umur masih marak tersiar di…

Featured-Image
Setop kekerasan terhadap anak. Foto-Ilustrasi/Net

bakabar.com, BARABAI - Konten foto atau video peristiwa anak di bawah umur masih marak tersiar di media sosial. Ingat, penyebar informasi begitu bisa kena pidana.

Umumnya, tujuan postingan mengenai korban, pelaku maupun saksi anak di bawah umur untuk menarik simpati berbagai kalangan. Tetapi pengunggah postingan justru menjadi penyebar kekerasan visual. Sebab anak bisa saja mengalami trauma pascakejadian.

Meminjam data Bidang Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) Dinsos HST, sejak Januari 2020, ada belasan kasus kekerasan pada anak. Anak yang menjadi korban semua trauma dan memerlukan konseling.

“Angka kekerasan pada anak dan perempuan naik untuk 2020 ini. Khususnya untuk anak, pada 2019, yang kita tangani dan memerlukan trauma healing ada 11 orang. Di 2020 ini sudah lebih dari itu,” kata Kabid PPA Dinsos HST, Farida Apriyana dijumpai bakabar.com, Rabu (3/12).

Dinas Sosial, khususnya bidang PPA, kata Farida mengimbau, jika ada kasus kekerasan khsusunya terhadap anak dan perempuan agar mengutamakan keamanan.

Tindakan yang diambil itu seperti menjaga privasinya seperti keamanan dirinya dengan menutup identitas dan tidak menyebarkan foto maupun videonya.

Hal itu dilakukan untuk menjaga dan memastikan kondisi mereka pasca-kejadian.

Langkah observasi awal dilakukan untuk memastikan kejiwaannya.

“Kita berkolaborasi dengan unit PPA Polres HST, dan pihak rumah sakit, khususnya untuk penanganan kejiwaan dan psikolog,” kata Farida.

Terpisah, Kapolres HST AKBP Danang Widaryanto melalui Ps Paur Subbag Humas Aipda M Husaini, mengimbau kepada seluruh masyarakat khususnya pengguna medsos, supaya foto ataupun video korban, saksi maupun pelaku yang masih di bawah umur tidak disalahgunakan.

Dia mengambil contoh pada kasus kematian dua bocah kandung Sutarti di Desa Pagat Batu Benawa HST.

“Seperti saksi atau korban yang masih di bawah umur itu tak seharusnya disebarluaskan. Jika untuk menarik simpati, cukup dengan kalimat saja tanpa menyertakan identitasnya secara detail apalagi fotonya tanpa diblur atau diburamkan,” tegas Husaini.

Hal itu, kata Husaini telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Selain itu juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pada Pasal 19, kata Husaini, ditegaskan tak seorang pun boleh menyebarluaskan foto ataupun identitas korban kekerasan, identitas keluarga korban, identitas pelaku kekerasan yang masih berusia anak, serta identitas keluarga pelaku.

“Pada Pasal 97 dicantumkan, pelanggar aturan tersebut akan dipidana 5 tahun penjara. Oleh sebab itu, netizen di media sosial hendaknya bijak dalam bertindak,” papar Husaini.

“Juga wartawan media sebagai arus utama penyebaran informasi harus paham hal itu,” tutup Husaini.

Komentar
Banner
Banner