Kalsel

Ikan Keramba di Banua Anyar Kena Imbas Intrusi Air Laut, Kerugian Rp 34 Juta

apahabar.com, BANJARMASIN – Intrusi air laut ke Sungai Martapura tak cuma membuat Kota Banjarmasin krisis air…

Featured-Image
Kondisi ikan mati massal di beberapa keramba petani jala apung di Kelurahan Banua Anyar Kecamatan Banjarmasin Timur Kalsel. Foto-apahabar.com/Bahauddin Qusairi

bakabar.com, BANJARMASIN – Intrusi air laut ke Sungai Martapura tak cuma membuat Kota Banjarmasin krisis air bersih. Fenomena musim kemarau ini juga membuat petambak ikan mengalami kerugian.

Seperti yang menimpa petani ikan di kawasan Banua Anyar, Muhammad Yusi. Dalam belakangan ini, setidaknya dia kehilangan nyaris dua ton ikan bawal dari 30 keramba miliknya.

Itu lantaran ikan mati akibat tak kuat menahan kadar garam yang terlalu tinggi.

Jika dirupiahkan, nilainya sudah mencapai Rp 34 juta. Berdasarkan harga normal ikan bawal Rp17 ribu per kilogram.

"Ini yang sudah kami tertimbang. Yang belum diangkat dari keramba juga masih banyak," katanya.

Beruntungnya ikan-ikan mati tersebut sebenarnya masih bisa diuangkan Rp 1.000 per kilogram. Demikian diarahkan kepada pengepul untuk dijadikan pakan ternak.

Namun tetap saja angkanya tak sebanding. Belum menutupi modal yang mesti dikeluarkan selama memelihara ikan.

"Kalau dihitung-hitung, per keramba modalnya sekitar Rp2 juta. Satu keramba bisa memuat sampai 500 kilogram ikan bawal," tuturnya.

Menurutnya, memelihara ikan ini bukan perkara mudah. Butuh waktu setengah tahun untuk bisa dipanen massal.

"Saat ini belum tiba masa panen. Kalaupun ada, beberapa keramba saja," sebutnya.

Biar tahu saja. Masa panen ikan bawal terjadi tiga fase. Lima bulan pertama, enam, lalu tujuh bulan pada puncaknya.

Dalam kondisi normal, keuntungan maksimal bisa mencapai Rp7 juta per keramba. Namun untuk tahun ini, Yusi harus gigit jari.

Keuntungan tersebut tak mungkin lagi ia dapatkan. Dirinya cuma bisa pasrah. Menunggu kondisi sungai membaik.

"Ada yang hidup saja syukur. Itu pun harga jualnya pasti jatuh. Bahkan bisa anjlok sampai Rp14 ribu per kilo," ungkapnya.

Saat ini Yusi memilih fokus membersihkan keramba-keramba miliknya. Mengambil ribuan bangkai ikan yang mati agar tak mencemari lingkungan.

"Namanya kondisi alam, ya tidak bisa disiasati lagi. Tahun ini sepertinya paling parah dalam tiga tahun terakhir," sebutnya.

Itulah dampak buruk yang menimpa petani-petani ikan di Banjarmasin. Yusi hanya satu contoh dari ratusan orang lainnya.

Baca Juga:Baru Peroleh Rp39 Miliar, Pemkab Batola Digaet Kanwil Dirjen Pajak

Baca Juga:Dana Pilkada 2020 Disepakati Rp 6,8 Miliar, Bawaslu Masih Butuh Rp 2,1 Miliar

Reporter: Bahaudin Qusairi

Editor: Syarif



Komentar
Banner
Banner