bakabar.com, MARABAHAN – Meski terlihat unik, pembuatan taman kincir angin di samping Jembatan Rumpiang ternyata mengundang resistensi publik.
Memang dalam beberapa hari ke depan, warga Barito Kuala dan sekitarnya tak perlu lagi jauh-jauh ke Belanda hanya untuk berswafoto di depan kincir angin besar.
Miniatur kincir angin tersebut termasuk bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) Rumpiang. Posisi taman tepat di samping jalan menuju Desa Bagus Kecamatan Marabahan.
Sampai sekarang pembangunan masih dalam proses finishing berupa penanaman bunga. Diperkirakan proyek senilai Rp463 juta itu selesai dalam beberapa pekan mendatang.
Walau belum rampung, pembangunan kincir angin tersebut menuai kritikan. Faktanya kincir angin identik dengan Belanda dan membuat negara tersebut dijuluki Negeri Kincir Angin.
Termasuk bangunan pertama yang menyambut pendatang dari luar Marabahan, taman tersebut disarankan memperlihatkan identitas daerah.
“Sedianya banyak opsi selain kincir angin. Misalnya padi dan purun yang menjadi lambang Batola,” cetus dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah, Rabu (7/10).
“Juga terdapat bentuk lain yang masih berkaitan, seperti gumbaan atau alat pemompa padi. Bisa juga alat penumbuk purun tradisional,” imbuhnya.
Oleh karena masih banyak opsi, penempatan kincir angin dikhawatirkan membuat generasi muda kehilangan rasa memiliki terhadap daerah.
“Penempatan kincir angin di dekat Jembatan Rumpiang juga kurang elok, karena diyakini lokasi tersebut merupakan tempat gugurnya Panglima Wangkang dalam pertempuran melawan Belanda,” beber Nasrullah.
“Apakah mungkin kincir angin itu memperingati peristiwa pengepungan besar sekitar 150 tahun silam yang menewaskan salah seorang pejuang bangsa?” sambungnya sambil bertanya.
Seandainya Batola berusaha mengambil pilihan bersifat internasional, kincir angin ataupun bangunan yang menjadi identitas negara lain dapat ditempatkan di kawasan terpadu.
Hampir dipastikan lokasi tersebut didatangi banyak orang, terutama pemburu lokasi Instagramable atau layak menjadi pajangan di media sosial.
“Memang pembangunan taman atau sejenisnya akan terkesan sia-sia, kalau gagal menarik minat orang untuk datang,” jelas Nasrullah.
“Sebaliknya kalau ramai dikunjungi, tetapi menghilangkan identitas kedaerahan, juga kurang sesuai,” tandasnya.