Kalsel

Ibu Terduga Pembunuh Anak Kandung di Benawa HST, Berikut Cerita Tetangga Sebelum Kejadian

apahabar.com, BARABAI – Sepekan telah berlalu, warga Desa Pagat, Kecamatan Batu Benawa, Kabupaten Hulu Sungai Tengah…

Featured-Image
Di balik garis polisi, foto keluarga kecil ibu terduga pembunuh anak kandung masih terpampang di dalam rumah tempat kejadian perkara. Foto-apahabar.com/Lazuardi

bakabar.com, BARABAI – Sepekan telah berlalu, warga Desa Pagat, Kecamatan Batu Benawa, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel masih tak menyangka ada tragedi mengenaskan di kampung mereka.

Seorang ibu muda, Sutarti (27) diduga nekat membunuh dua buah hati dari perkawinannya dengan mendiang Ipin (52).

Peristiwa kelam itu terjadi pada 25 November 2020 lalu di kediamannya sendiri, di Desa Pagat RT 8.

Warga tak menduga hal itu bisa terjadi. Pasalnya sehari sebelum kejadian, Sutarti dalam kondisi normal dan biasa-biasa saja. Bahkan dia masih terlihat bersama anak laki-laki, MNH (6) dan anak perempuannya SNH (4).

“Sutarti terlihat masih jalan-jalan dengan anak-anaknya,” ungkap Wati salah satu tetangga.

Pernyataan ini diperkuat oleh adik ipar Sutarti atau adik mendiang suaminya yakni, Ipul.

Rumah adik ipar ini tak jauh dari kediaman Sutarti.
Antara rumah Sutarti dengan adik iparnya ini berbeda desa.

Sutarti di Desa Pagat RT 8 sementara Ipul di Desa Aluan Mati RT 5.

“Hari sebelum kejadian itu, dia beli air galon ke tempat saya dengan anak-anaknya,” ujar Ipul.

Dia tak merasa ada hal aneh terhadap Sutarti kala itu.

“Baik-baik saja tampak seperti orang biasa, tidak ada apa-apa. Normal saja,” terang Ipul.

Berbeda dengan peristiwa pada hari kejadian. Warga jadi heboh saat kedua anak kandungnya didapati dalam keadaan meninggal dengan kondisi telentang tanpa pakaian.

Ketika itu pula Sutarti didapati tanpa pakaian. Dia meranyau tak jelas. Sekalipun telah diamankan pihak berwajib.

Diduga Sutarti mengalami depresi. Alasan yang menjadi acuan warga, karena ditinggal meninggal sang suami, Ipin diusianya yang ke 52 belum lama tadi atau belum genap 40 hari.

Jauh sebelum peristiwa itu, sosok Sutarti dikenal sebagai pribadi yang ramah dan mudah bergaul. Terlihat akrab dengan anak-anaknya.

“Biasa, sore-sore dia sering mengajak anak-anaknya bermain. Ada aja terlihat di pekarangan. Tidak terlihat wajah depresinya. Lagi kumpul-kumpul dengan warga juga baik,” kata Wati.

Dia juga diketahui berpendidikan. Sebab pernah belajar di Akademi Keperawatan (Akper) Murakata Barabai.

Pun demikian dengan mendiang sang suami. Warga asli Desa Aluan Mati Batu Benawa ini dikenal sebagai seorang tukang bangunan. Dia juga dikenal sebagai “penanambaan”.

Jauh sebelum menikah dengan Ipin 8 tahun lalu, sang adik ipar, Ipul bercerita prihal kehidupan ibu dua anak ini.

Sutarti memiliki 3 saudara. Dua perempuan dan 1 laki-laki. Mereka merupakan warga asli Desa Hinas Kiri, Kecamatan Batang Alai Timur (BAT).

Sutarti dan 3 saudaranya itu yatim piatu. Ditinggal meninggal orang tuanya sejak kecil.

“Sutarti dan 3 saudaranya diasuh oleh mamarinanya [saudara mendiang orang tua Sutarti-red]. Sejak SD hingga dewasa,” kata Ipul.

Di umurnya yang sudah dewasa, dia lantas melanjutkan sekolah di akademi tadi sebelum berjodoh dengan Ipin.

“Belum lulus kuliah, Sutarti memilih berhenti karena tidak punya biaya dan memutuskan menikah dengan Ipin,” terang Ipul.

Sejak awal menikah dengan Ipin, Sutarti memilih menjadi mualaf dan meninggalkan desa asalnya.

Informasi dihimpun bakabar.com, Sutarti merupakan istri mendiang yang kesekian kalinya.

Sutarti tercatat menjadi warga Batu Benawa selama enam tahun. Berdasarkan KTP, keluarga ini mualnya berdomisili di Desa Aluan Mati.

Sebelum membangun rumah sendiri di Desa Pagat RT 8 tadi, dia dan suaminya menyewa sebuah rumah selama 3 tahun di Aluan Mati.

“Sejak saat itu [menikah], Sutarti tidak lagi tinggal dengan mamarinanya. Ketemu juga jarang,” kata Ipul.

Dibeberkan Ipul, pernikahan Sutarti dengan Ipin ditentang mamarinanya tadi. Sehingga Sutarti memilih tidak kembali ke desanya.

Di sisi lain, alasan Sutarti tidak ingin menetap di desa asalnya lantaran takut kepercayaannya luntur.

“Terakhir, saat suami Sutarti meninggal. Ada mamarinanya datang, tidak lama, langsung pulang,” kata Ipul.

Hanya adik-adik Sutarti yang sering menjenguk ke rumahnya di Desa Pagat RT 8 itu.

Sepeninggal suami, Sutarti menjadi tulang punggung keluarganya kecilnya itu. Dia tidak bekerja, sehari-harinya hanya mencari kayu bakar untuk memasak.

“Memang dia tidak berani memakai kompor gas,” ujar Ipul.

Pasca meninggal sang suami, Sutarti sering dibantu keluarga dan tetangga dekatnya.

Sebelum kejadian tragis itu terjadi, Ipul rupanya sempat mendengarkan keluhan Sutarti. Dia mengeluhkan kerepotan mengurus anak-anaknya.

“Dia bercerita, kesal jika melihat kedua anaknya bertengkar. Susah ditegur,” tutup Ipul.

Saat ini, latar belakang peristiwa atau motif kematian itu masih menjadi misteri. Polisi juga belum menetapkan sang ibu kandung itu sebagai tersangka.

Sebab, Sutarti masih diperiksa kejiwaannya di RS Kandangan, HSS. Perlu waktu 14 hari untuk melakukan observasi terhadap kondisi Sutarti di Poli Kejiwaan.

“Jadi masih dalam penanganan ahli kejiwaan untuk mengetahui kondisi mental si ibu ini. Kami masih menunggu hasilnya. Saat ini masih saksi,” kata Kasat Reskrim Polres HST, AKP Dany Sulistiono.

Namun, 5 saksi atas kejadian itu telah dimintai keterangannya. Semula kasus itu lidik, statusnya kini menjadi sidik.

Polisi telah menetapkan peristiwa itu sebagai kasus pembunuhan atau seperti pada Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Komentar
Banner
Banner