bakabar.com, MARABAHAN - Tinggi angka pernikahan dini di Batola menjadi perhatian anggota DPRD Kalsel, H Hasanuddin Murad.
Berdasarkan catatan, 2021 di Batola ada 105 perkawinan usia dini.
Politisi daerah pemilihan III Batola itu pun mengajak semua pihak, baik lembaga pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk bersama-sama memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya para orangtua tentang risiko pernikahan dini.
"Saya berharap semua pihak dapat bersama-sama memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya para orangtua dan anak-anak akan risiko yang akan dihadapi dalam usia perkawinan yang belum matang,” ," ungkap politikus Partai Golongan Karya disela Acara Sosialisasi Penyebarluasan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak di Gedung Serba Guna Bahalap Marabahan.
“Dan perlu juga memberikan konseling bila memang sudah terlanjur terjadi perkawinan pada usia dini,” imbuhnya
Hasanuddin Murad menambahkan, mengingat masyarakat boleh disebut religius, maka peran tokoh agama, ustadz dan ustadzah sangat diperlukan.
Ia melihat tren pernikahan dini di tengah pandemi meningkat.
Hasanuddin Murad ingin sosper ini sebagai media untuk menekan tingginya angka perkawinan anak usia dini di Batola.
"Kita akan jadwalkan kegiatan sosialisasi Perda Nomor 11 Tahun 2018 ini ke kecamatan-kecamatan di Kabupaten Batola dengan melibatkan berbagai narasumber dari lintas sektoral. Ada dari dinas terkait, PKK, DWP, tokoh agama, ustadz, ustadzah, dan juga kepolisian sehingga masyarakat bisa paham dan mengerti serta turut andil dalam penanganan permasalahan ini," tandas mantan Bupati Batola dua periode.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (PPKBP3A) Kabupaten Barito Kuala Hj Harliani menambahkan, bahwa tingginya angka perkawinan anak usia dini tersebut lebih banyak disebabkan oleh faktor ekonomi, serta rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan.
"Kebanyakan masyarakat kita tidak memahami adanya perubahan Undang Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan. Di dalamnya mengatakan bahwa usia anak perempuan dan usia anak laki-laki itu sama 19 tahun.
Sedangkan masyarakat kita tahunya usia minimal perempuan bisa menikah di 16 tahun," ujar Hj Harli yang menyambut baik rencana sosialisasi Perda 11/2018 ke seluruh wilayah Batola.