bakabar.com, MARABAHAN – Sejumlah pelaku usaha jasa konstruksi yang tergabung dalam Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Barito Kuala (Batola), menyuarakan kekecewaan terhadap pola pembangunan daerah.
Mereka menilai kontraktor lokal seolah dipinggirkan dalam proyek-proyek pemerintah. Padahal selama bertahun-tahun, mereka berkontribusi aktif mendukung pembangunan infrastruktur di Batola.
“Sebagai putra daerah, kami juga bertanggung jawab membangun Batola. Tetapi sekarang seolah kami dianggap tidak ada,” papar Ketua Gapensi Batola, cetus Alimansyah, dalam konferensi pers yang digelar di Marabahan, Rabu (20/8).
Mereka pun membeberkan sejumlah dugaan praktik yang dinilai menyimpang dari aturan. Seperti praktik ilegal oleh oknum staf PD Aneka Usaha Selidah (AUS) dalam mekanisme pengadaan barang dan jasa.
Kemudian intervensi oknum yang mengatasnamakan Bupati Batola kepada kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), terkait penguasaan proyek.
Muncul pula dugaan soal keterlibatan sejumlah SKPD dalam pengondisian pekerjaan konstruksi bersama perusahaan di bawah naungan pemerintah daerah.
Gapensi Batola juga mencium gelagat upaya dari salah satu perusahaan daerah untuk menutup akses kontraktor lokal, sehingga tidak bisa ikut serta dalam pembangunan.
Baca Juga: Dipimpin Ketua Baru, Gapensi Batola Dimotivasi Sederet Ekspektasi
Kalau terus dibiarkan berlarut-larut, mereka menilai kondisi tersebut dapat menimbulkan citra buruk untuk Pemkab Batola yang baru beberapa bulan dipimpin Bupati H Bahrul Ilmi.
"Sebenarnya kami sudah melakukan berbagai upaya persuasif agar persoalan ini bisa ditangani langsung oleh pimpinan daerah. Namun kami menilai Pemkab Batola belum memberi respons yang memadai," timpal Fachruddin Kamaruzaman, Sekretaris Gapensi Batola.
"Padahal kami hanya menginginkan pimpinan daerah dapat menaungi pelaku usaha jasa konstruksi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi positif. Juga meminta solusi dari pemerintah agar tercipta persaingan usaha yang sehat," imbuhnya.
Terlebih permintaan tersebut tidak berlebihan, mengingat pemerintah pusat maupun daerah dapat melibatkan masyarakat jasa konstruksi sesuai Pasal 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
"Kami masih berharap respons positif dari pemerintah daerah. Di sisi lain, kami juga akan melakukan upaya lanjutan seperti mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kepada DPRD Batola untuk meminta solusi terbaik," tandas Alimansyah.