Hot Borneo

Esok, Penolakan Pemindahan Ibu Kota Kalsel Diparipurnakan!

apahabar.com, BANJARMASIN – Wali Kota Ibnu Sina kembali menegaskan penolakannya terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun…

Featured-Image
Wali Kota Ibnu Sina. Foto: Dok.apahabar.com

bakabar.com, BANJARMASIN – Wali Kota Ibnu Sina kembali menegaskan penolakannya terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalsel. Penolakan lantaran beleid tersebut bermuatan pemindahan ibu kota.

Ibnu pun mengirim secarik surat ke DPRD Banjarmasin. Isinya, permohonan untuk menggelar rapat Paripurna pada Kamis besok (23/3). Paripurna guna meraih suara bulat para legislator.

Sebagaimana diketahui Pemkot Banjarmasin melalui kelompok masyarakat bertekad melakukan uji materi atau judicial review terhadap UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kesepakatan di DPRD [menentukan] apakah lanjut ke judicial review atau penolakan. Jadi kita tunggu besok," ujar Ibnu.

Politikus Demokrat ini tentu saja berharap seluruh legislator di DPRD Banjarmasin sepakat untuk menolak pemindahan ibu kota Kalsel. Apalagi kalau bukan karena proses legislasinya sama sekali tak melibatkan daerah.

"Itu berarti tambahan energi lagi untuk kita ke MK," tuturnya.

Lantas, bagaimana jika suara bulat tak tercapai? Ibnu menegaskan Pemkot Banjarmasin tetap punya hak atau legal standing untuk melayangkan gugatan ke MK.

"Tapi alangkah baiknya, Pemkot bersama DPRD bersama-sama karena pemerintah daerah itu adalah wali kota dengan DPRD,” ujarnya.

Ibnu mengakui bahwa dirinya juga tidak mengetahui dalam penetapan UU Provinsi Kalsel terbaru juga mengubah tatanan rencana tata ruang wilayah (RTRW).

“Otomatis perencanaan juga berubah dengan pemindahan ibu kota,” ujarnya.

Sekali lagi, Ibnu menegaskan, penolakan terhadap pemindahan ibu kota Kalsel ke Banjarbaru tidak lain untuk mengembalikan sejarah Banjarmasin.

"Karena dari aspek formil, adalah sejarah yang ingin dilalui," pungkasnya.

DPRD Banjarmasin Terbelah

UU Pindah Ibu Kota Kalsel Terbit: Golkar Gamang, Gerindra Menolak, Harry Wijaya Angkat Bicara

Sikap fraksi-fraksi di DPRD Banjarmasin terbelah dalam merespons terbitnya UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan.

Sebelumnya, UU ini menuai banyak kritik tajam karena bermuatan pemindahan ibu kota Kalsel. Apalagi kalau bukan pembahasannya yang dinilai Wali Kota Ibnu Sina sangat amat sepihak.

Meski mengisyaratkan setuju terhadap penolakan UU Provinsi itu, Ketua DPRD Banjarmasin, Harry Wijaya mencoba bijak menyikapi perbedaan pendapat di kalangan legislator.

"Insya Allah pada Kamis (24/3), DPRD dan Pemerintah Kota, kita akan rapat paripurna," kata politikus PAN ini, Selasa (22/3).

"Karena untuk mengajukan judicial review (JR) harus ada persetujuan bersama," tambahnya.

Dalam paripurna, nantinya DPRD Banjarmasin akan meminta pandangan dari semua fraksi partai, tanpa terkecuali.

"Kalau sudah sepakat untuk dibawa JR ke Mahkamah Konstitusi, maka akan kita serahkan semua teknisnya ke Pemkot Banjarmasin," katanya.

Paripurna tetap dilakukan, kata Harry, sekalipun mayoritas anggota DPRD Banjarmasin sudah setuju dengan langkah Pemkot Banjarmasin menggugat rencana pemindahan ibu kota Kalsel.

"Ini sebagai tahapan karena harus tetap sesuai prosedur," katanya.

Kendati begitu, Harry berjanji akan tetap menerima semua perbedaan sudut pandang dari para anggotanya.

"Ini belum mutlak. Karena akan ada pandangan-pandangan lain. DPRD ini sifatnya kolektif kolegial. Jadi kita tunggu pandangan fraksi yang ada di Banjarmasin," katanya.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Banjarmasin, Isnaini menegaskan pihaknya tetap bersikap sama; menolak UU Provinsi Kalsel terbaru karena bermuatan pemindahan ibu kota.

"Ya, saya rasa tidak ada dari anggota dewan yang setuju untuk pemindahan ibu kota, itu sama saja penghianatan terhadap aspirasi masyarakat Banjarmasin," ujarnya, Selasa (22/3) malam.

"Secara nilai historis budaya Banjarmasin ini sangat erat hubungannya dengan Kalsel. Kerajaan Banjar pun letaknya di sini," sambung ketua Komisi III DPRD Banjarmasin ini.

Lebih jauh, Isnaini menilai, dasar hukum memindah ibu kota ke Banjarbaru juga cacat prosedur. "Dari analisis pakar ada pasal selundupan," katanya.

Serupa Ibnu Sina, Isnaini juga dibuat bertanya-tanya mengenai siapa sosok yang meloloskan pasal atau usulan tersebut. Sekali lagi, Isnaini menegaskan daerah sama sekali tak dilibatkan selama pengusulan, pembahasan, hingga penetapannya.

Isnaini melihat rencana pemindahan ibu kota mestinya tidak bisa bersandar keinginan semata. Harus dikaji mendalam dari sejumlah aspek.

"Meski kita dulu mendukung untuk memindah pusat pemerintahan. Tapi tidak untuk ibu kota. Karena tidak ada urgensinya," katanya.

Agak berbeda dengan Harry dan Isnaini, pimpinan DPRD lainnya Matnor Ali masih belum bersikap. Selain menyerahkan keputusan pada hasil paripurna nanti, Matnor akan lebih dulu merapatkannya dengan petinggi partai 'Beringin' Banjarmasin.

"Saya sudah meminta untuk ketua fraksi [Golkar] untuk komunikasi ke partai," ujar Matnor, Selasa malam.

Di sisi lain, Ketua Fraksi Golkar Darma Sri Handayani mengaku belum mendapat petunjuk dari partai mengenai sikap Golkar atas rencana pemindahan ibu kota Kalsel.

"Kami masih menunggu arahan dari partai karena kami perpanjangan tangan dari partai," ujarnya dihubungi terpisah.

Awal Februari kemarin, DPD Golkar Kalsel sendiri sudah mengisyaratkan setuju pemindahan ibu kota ke Banjarbaru.

Hal tersebut diutarakan Sekretaris DPD Golkar Kalsel, Supian HK. "Dengan pindahnya ibukota Kalsel ke Banjarbaru, mungkin pengembangan Banjarmasin bisa lebih fokus sebagai kota niaga atau perdagangan dan jasa, karena memiliki pelabuhan laut," ujarnya kepada bakabar.com, Minggu (20/2).

Secara geografis kata dia penduduk di Banjarmasin sudah padat. Banjarmasin juga berada di bawah permukaan laut. Ketika hujan turun bersamaan dengan air pasang beberapa kawasan jadi terendam dan lambat kering.

"Keadaan tersebut menjadi kurang enak sebagai sebuah ibukota provinsi yang tak luput dari kunjungan tamu," ujar ketua DPRD Kalsel ini.

Sementara Banjarbaru secara geografis berada pada dataran tinggi. Sehingga relatif lebih mudah penataan pembangunan.

"Karena selain memiliki lahan yang luas sehingga mudah untuk pengembangan, juga merupakan daerah yang sedang tumbuh dan berkembang," lanjutnya.

Karenanya, kata Supian HK, tidak salah sejak dulu ada rencana memindahkan ibu kota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru.

Ide Banjarbaru sebagai ibu kota, kata dia, sudah ada sejak zaman Gubernur Murdjani. Dilihat dari beberapa kantor tingkat provinsi berkedudukan di Banjarbaru.

"Kemudian digagas kembali masa Gubernur H Rudy Ariffin untuk membuat pusat perkantoran Pemprov Kalsel di Banjarbaru, dan diback-up Gubernur H Sahbirin Noor atau Paman Birin," tambahnya.



Komentar
Banner
Banner