Pemkab Tanah Bumbu

Eksistensi Mappanre Ri Tasi dan Masa Depan Pariwisata Tanah Bumbu

apahabar.com, BATULICIN – Setelah berlangsung kurang lebih satu bulan, Pesona Mappanre Ri Tasi 2019 resmi ditutup…

Featured-Image
Bupati Tanah Bumbu, H Sudian Noor, beserta istri dan sejumlah pejabat saat menuju kapal di acara puncak Pesona Mappanre Ri Tasi 2019.Foto-apahabar.com/Puja Mandela

bakabar.com, BATULICIN – Setelah berlangsung kurang lebih satu bulan, Pesona Mappanre Ri Tasi 2019 resmi ditutup pada Sabtu, (4/5/2019). Penutupan secara seremonial dilakukan oleh Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Selatan, Dahnial Kifli.

Di Kabupaten Tanah Bumbu, even Mappanre Ri Tasi tidak sekadar menjadi even budaya tahunan para nelayan untuk mengekspresikan rasa syukur terhadap hasil laut. Mappanre Ri Tasi jauh lebih besar dari itu.

Even ini sudah menjadi semacam pesta dan hiburan rakyat sekaligus momentum para pedagang untuk mencari rezeki.

Pada 2017, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, datang ke Kabupaten Tanah Bumbu untuk menghadiri even Budaya Maritim Mappanre Ri Tasi yang saat itu masih populer dengan sebutan Mappanretasi.

Di bibir Pantai Pagatan, Presiden Jokowi mendapat gelar kehormatan “Kapiteng Lau Pulo” dari Lembaga Ade Ogi Tanah Bumbu. Kehadiran Presiden Jokowi saat itu membuat Mappanre Ri Tasi makin semarak, bahkan nama Kabupaten Tanah Bumbu banyak disebut di media-media nasional.

Satu tahun kemudian, Pesta Adat Mappanre Ri Tasi jauh lebih semarak lagi. Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu menggelar even tahunan secara besar-besaran. Lokasi acara yang biasanya terpusat di Pantai Pagatan, dipindah ke kawasan Benteng Mattone yang lahannya jauh lebih luas.

Baca Juga: Jika Tanbu Jadi Jakarta Baru, Repnas: Kesempatan Pemerataan Ekonomi dan Pembangunan

Mardani H Maming yang kala itu menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu, terlihat “all out” dalam melaksanakan even tersebut.

Untuk memperkenalkan Kabupaten Tanah Bumbu kepada masyarakat luas, Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu mengundang banyak musisi besar di level nasional, dari Gigi, Sheila On 7, Shaggydog, Radja, Power Metal, dan The Changcuters. Kedatangan band-band itu juga didukung dengan sound raksasa berkekuatan ratusan ribu watt dan konsep panggung yang megah.

Beberapa tahun sebelumnya, band besar Tanah Air juga sudah banyak yang menggelar konser di even ini. Noah, misalnya. Band yang dimotori Ariel ini sudah dua kali datang ke Kabupaten Tanah Bumbu.

Kembali ke even Mappanre Ri Tasi 2018, antusiasme masyarakat saat itu boleh disebut luar biasa. Pameran pembangunan atau Tanah Bumbu Expo dikemas dengan baik. Ada banyak pedagang yang mendapat untung. Stand-stand ramai dikunjungi masyarakat. Tingkat kepadatan pengunjung juga luar biasa besar.

Secara umum pelaksanaan Mappanre Ri Tasi tahun 2018 menuai banyak pujian dari masyarakat. Dengan cara itu, Mardani H Maming berupaya agar makin banyak orang di luar Pulau Kalimantan yang datang ke Kabupaten Tanah Bumbu. Pada periode keduanya sebagai bupati, Mardani memang begitu gencar melakukan promosi wisata dan budaya.

Pada 2018 itu jua lah Mappanre Ri Tasi berhasil menyatukan tokoh adat dan tokoh agama. Selama puluhan tahun, sejumlah tokoh agama menganggap Mappanre Ri Tasi tak sejalan dengan syariat Islam. Salah satu yang menjadi sorotan ulama adalah nama Mappanretasi yang berarti memberi makan laut.

Ketua MUI Tanah Bumbu, KH Fadli Muis, mengungkapkan sebelum 2018, Mappanre Ri Tasi memang belum diterima oleh kalangan ulama. “Karena itu, selama ini tidak pernah hadir di acara ini,” ujar Ketua MUI Tanah Bumbu, KH Fadli Muis, saat menghadiri even Mappanre Ri Tasi 2018.

Pada 2018 itulah nama Mappanretasi resmi diubah menjadi Mappanre Ri Tasi. Jika Mappanretasi berarti memberi makan laut, Mappanre Ri Tasi bermakna makan-makan di laut. Konon, istilah Mappanre Ri Tasi ini sudah dicetuskan pada masa Bupati Tanah Bumbu masih dijabat H. Zairullah Azhar.

Menurut Fadli Muis, adanya perubahan nama dan ritual pada Mappanre Ri Tasi itu berkat inisatif dari tokoh agama dan tokoh adat yang ingin even tersebut menjadi milik seluruh masyarakat di Bumi Bersujud. Keduanya ingin mencari jalan tengah agar Mappanre Ri Tasi tak hilang dari budaya masyarakat, sekaligus tidak bertentangan dengan aturan agama.

“Kebetulan upaya mengubah itu tidak hanya diinginkan oleh MUI saja, tetapi juga dari pihak adat,” kata KH Fadli Muis, saat itu.

Di bagian lain, ada satu hal yang sedikit mengganjal pada Mappanre Ri Tasi adalah soal statusnya yang masih mengambang. Pada 2017, Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya menyatakan acara Mappanre Ri Tasi sudah masuk dalam ruang Budaya Maritim yang bertaraf nasional dan masuk Calender of Event Kementrian Pariwisata.

Namun, Gubernur Kalimantan Selatan, H Sahbirin Noor mengatakan pada 2018 hanya ada satu even yang masuk dalam 100 wonderful events indonesia, yaitu festival budaya pasar terapung. Secara tidak langsung, Paman Birin menyebut Mappanre Ri Tasi belum ada di dalam kalender wisata nasional.

Sementara Sekretaris Daerah Kabupaten Tanah Bumbu, Rooswandi Salem menyebut Mappanre Ri Tasi sudah masuk kalender wisata nasional pada 2016. “Sejak 2016 sudah masuk,” kata Rooswandi.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Selatan, Dahnial Kifli, pada penutupan Mappanre Ri Tasi 2019, tak menyinggung tentang kalender wisata nasional. Ia hanya menyampaikan pada 2020 adalah tahun kunjungan wisatawan Kalimantan Selatan atau Visit Kalsel Years 2020.

Terlepas dari semua itu, Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu terus berupaya melakukan pengembangan dan pembangunan infrastruktur wisata. Sekretaris Daerah Tanah Bumbu, Rooswandi Salem, tampak optimistis melihat perkembangan sektor wisata itu. Ia yakin sektor pariwisata Kabupaten Tanah Bumbu ke depan akan lebih baik.

“Sebagai sektor yang dapat diolah dan dikelola dalam rangka peningkatan PAD dan peningkatan perekonomian masyarakat, tentunya pariwisata merupakan prioritas utama yang akan terus dikembangkan,” jelas Rooswandi, kepadabakabar.com.

Sementara mengenai even Mappanre Ri Tasi yang dinilai kurang semarak, menurut Sekda, ada banyak hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, waktu pelaksanaan yang bersamaan dengan kontestasi Pemilu 2019. Kedua, karena masyarakat membandingkan dengan pelaksanaan tahun lalu yang didukung penuh oleh Mardani H Maming melalui 69 Project.

“Tahun ini Pemda memang ada batasan penganggaran berkenaan hiburan. Karena kami lebih fokus terhadap kegiatan budaya, sehingga masyarakat merasa kurang semarak. Tapi, ke depan hal ini akan kami evaluasi dan diperbaiki agar dapat memberikan yang terbaik untuk masyarakat,” katanya.

Ia sendiri menyadari bahwa masyarakat saat ini lebih tertarik dengan pertunjukan kesenian modern daripada seni tradisional. Kendati demikian, ia mengatakan hiburan modern hanya satu dari sekian banyak kegiatan yang dilaksanakan.

Baca Juga: Sambut Hangat Pemindahan Ibu Kota Indonesia, DPRD Tanbu: Gubernur Sediakan 300 Ribu Hektare Lahan

“Tema yang diangkat setiap tahun adalah kolaborasi semua budaya yang digali berdasarkan kultur masyarakat Tanah Bumbu. Hanya saja kita memang perlu memahami bahwa masyarakat saat ini masih lebih tertarik dengan hiburan-hiburan modern dari pada festival budaya atau seni tradisional yang disuguhkan,” katanya.

Meski tak segemerlap tahun lalu, tetapi pada tahun ini Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu mengisinya dengan nuansa kebudayaan yang lebih kental.

Keberagaman etnis ditonjolkan sekaligus untuk menepis anggapan bahwa Mappanre Ri Tasi hanya milik satu etnis tertentu saja. Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Tanah Bumbu, Hamaluddin Taher, mengatakan ada 18 etnis yang kebudayaannya ditampilkan di Mappanre Ri Tasi 2019

“Ke depannya kita akan matangkan lagi. Kita akan benahi di setiap titik. Pak Bupati Sudian Noor juga berkomitmen untuk terus mengembangkan sektor wisata,” kata Hamal.

Kurang semaraknya Mappanre Ri Tasi 2019 diakui oleh banyak masyarakat dan pedagang. Erwin, warga Pagatan mengatakan Mappanre Ri Tasi tahun ini memang kurang ramai jika dibandingkan even serupa beberapa tahun lalu.

“Tahun ini memang seperti ada yang kurang. Kurang semarak, juga kurang band besarnya. Panggung hiburannya juga kecil. Nggak seperti tahun lalu,” katanya.

Haris, pedagang pakaian asal Kelayan, Banjarmasin juga mengatakan hal yang sama. Meski tak seramai tahun lalu, tapi Haris mengaku masih mendapatkan untung dari dagangannya.

“Memang tak ramai seperti tahun lalu. Tapi, selama sebulan jualan sudah dapat untung lumayan,” tandasnya.

Reporter: Puja Mandela
Editor: Muhammad Bulkini



Komentar
Banner
Banner