Kalsel

Dugaan Represif Oknum Polisi, Kabid Humas Polda Kalsel: Belum Ada Informasi

apahabar. com, BANJARMASIN – Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Mochamad Rifa’i belum mendapat informasi terkait…

Featured-Image
Iqbal Ramadan Koordinator Lapangan saat diamankan polisi dalam aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law di depan DPRD Kalsel, Kamis (5/11) siang. apahabar.com/Syahbani

apahabar. com, BANJARMASIN – Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Mochamad Rifa’i belum mendapat informasi terkait dugaan aksi represif oknum polisi.

Diwartakan sebelumnya, sejumlah massa aksi mendemo DPRD Kalsel, Kamis (5/11) siang.

Tindak kekerasan fisik menimpa massa mahasiswa itu saat hendak menyampaikan aspirasi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Namun sayang, Rifa’i masih belum bisa berkomentar banyak soal kejadian tersebut. Dia mengaku belum mendapatkan informasi.

“Belum ada informasi,” ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (5/11) sore.

Rifa’i mengaku saat ini masih di luar daerah. “Saya masih di Amuntai,” lanjutnya.

Diketahui Rifa’i memang sedang berada di luar daerah untuk mendampingi Kapolda Kalsel, Irjen Pol Nico Afinta untuk meninjau penanganan Covid-19 di wilayahnya.

Massa aksi dari Aliansi BEM Se-Kalimantan Selatan akhirnya memutuskan membubarkan diri, Kamis (5/11) menjelang sore hari.

Sebelumnya mereka mendatangi Polda Kalsel lantaran Koordinator Lapangan atau Korlap, Iqbal Hambali diamankan polisi.

Sempat terjadi ketegangan di depan Polda. Dody yang mengatasnamakan Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Kalsel turut diamankan polisi karena tak punya Kartu Tanda Mahasiswa (KTM).

Meski posisi Iqbal sebagai Korlap diganti Habibi, namun aksi penolakan Undang-undang Omnibus Law ini diputuskan dihentikan sementara waktu.

Alasannya karena lokasi Jalan Anambas RT 02 seberang Polda yang dijadikan titik kumpul tak mendukung.

“Kita memutuskan untuk bubar karena jalan ini buntu. Takutnya mengganggu warga di sini,” ujar Koordinator Wilayah BEM Se-Kalsel, Ahdiat Zairullah saat konsolidasi.

Meski bubar, ujar Ahdiat mereka akan tetap mengawal untuk pembebasan teman mereka yang saat ini masih diamankan di Polda Kalsel.

Dia juga menyayangkan adanya dugaan tindakan represif dari aparat kepolisian. Pasalnya, ada temannya yang sempat dicekik.

“Atas dasar motif apa yang kemudian dia berani mencekik kawan kami,” tanya Ahdiat.

Mahasiswa itu pun dibawa ke dalam Polda untuk diperiksa. Selanjutnya apakah perkara ini akan diselesaikan melalui mediasi atau menempuh jalur hukum masih belum pasti.

“Yang kena cekik, ini sudah dibawa ke dalam. Tadi juga didampingi saksi dan satu teman kami. Kaki akan coba mediasi atau tempuh jalur hukum karena sangat membahayakan nyawa,” ucapnya.

Namun yang pasti ujar Ahdiat, mereka menuntut agar oknum polisi tersebut untuk meminta maaf atas kejadian tersebut.

“Kita meminta itikad baik, sampai saat ini belum ada pernyataan tentang permintaan maaf si pelaku. Mungkin petinggi kepolisian bisa minta maaf. Tapi yang kami minta pelakunya langsung,” ujarnya.

Dalam pemeriksaan Iqbal sendiri mendapat pendampingan hukum dari advokat Borneo Firm Law, Muhammad Pazri.

“Ya ini masih di-BAP [diambil berita acara pemeriksaan],” jelas Pazri. “Iqbal statusnya mahasiswa UIN Banjarmasin,” sambung Pazri saat ditanya mengenai adanya informasi penyusup yang juga diamankan polisi.

Sebelumnya aktivis dan mahasiswa Kalimantan Selatan yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Kalsel melakukan aksi lanjutan penolakan Omnibus Law Cipta Kerja di Jalan Lambung Mangkurat, Kamis (5/11).

Mereka berencana menyampaikan tuntutan di depan Gedung DPRD Provinsi Kalsel. Belum lagi menyampaikan aspirasi, massa sudah diadang aparat keamanan di Jalan Lambung Mangkurat sebelum gedung DPRD Kalsel.

Massa mengaku hanya ingin menemui perwakilan DPRD Kalsel dan Pemprov Kalsel. Adapun tuntutan, pertama, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan untuk menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja dan tidak akan melaksanakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Kedua menuntut Pemprov Kalsel untuk bersikap secara tegas dan jelas dengan mengeluarkan surat resmi.

Ketiga menuntut Pemprov Kalsel membuat video penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja secara terbuka.

Namun pada saat aksi sempat terjadi dorong-dorongan di lokasi blokade aparat. Lalu sekitar pukul 11.00 polisi mengamankan Iqbal.

Diamankannya korlap menuai reaksi massa untuk membebaskan Iqbal dan kembali terjadi dorong-dorongan massa aksi dengan aparat keamanan.

Massa aksi menduga ada oknum pihak keamanan yang memprovokasi dalam barisan massa.

Kemudian massa aksi terpaksa mundur ke Taman Kamboja Banjarmasin untuk melakukan koordinasi kembali.

Sekitar pukul 12.00 Wita massa memutuskan beralih ke Mapolda Kalsel untuk membebaskan Iqbal.

“Namun disambut dengan arogansi dan tindakan represif oleh oknum aparat keamanan di depan Polda Kalsel,” ujar Perwakilan FRI Kalsel, Gusti M Thoriq dalam siaran persnya.

Kata dia juga ada satu orang massa aksi mendapat tindakan represif pada saat aksi di depan kantor DPRD Kalsel.

“Korban mendapat tindakan kekerasan dalam bentuk tendangan di bagian belakang badan dari oknum aparat saat duduk di sekitar lokasi aksi,” ujarnya.

Di depan Mapolda Kalsel, saat mereka meminta Iqbal dibebaskan tanpa syarat, kata Gusti, seorang peserta aksi juga mendapat tindakan represif dengan bentuk kekerasan yaitu dicekik di bagian lehernya.

Penjelasan Polisi

Wakapolresta Banjarmasin AKBP Sabana Atmojo angkat bicara perihal adanya peserta aksi yang ditahan aparat kepolisian.

"Peserta aksi yang diamankan menurut anggota Satreskrim melakukan perbuatan yang tidak baik," ujar Sabana siang tadi, seperti diwartakan sebelumnya.

Polisi, kata dia, sedang mendalami kasus yang juga viral di media sosial (medsos) itu. Kasusnya tengah diproses oleh Satreskrim Polresta Banjarmasin dan Polda Kalsel.

Apakah peserta yang diamankan termasuk provokator atau bukan?

"Nanti disandingkan dengan bukti yang lain, video dan semacamnya," ucapnya.

Menurutnya penyampaian aspirasi dalam aksi penolakan UU sapu jagat kali ini diwarnai beragam tindakan. Di antaranya, kata dia, ucapan kasar, dan menggerakan orang untuk menyerang petugas.

"Mengutarakan pendapat harus disesuaikan dengan aturan yang ada. Tidak melawan petugas dan bisa menjaga ketertiban umum," pungkasnya.

Lantas apakah ada kaitannya dengan aparat yang melakukan kekerasan?

Sabana mengatakan kejadian tersebut masih menurut versi korban atau peserta aksi yang dominan mahasiswa/i. Akan tetapi, kebenarannya masih simpang siur.

Yang pasti, kata Sabana anggota kepolisian bertahan di tengah amukan massa. Kemudian juga mengimbau kondisi tersebut untuk berhenti.

"Tidak ada kekerasan, kita bersahabat. Meskipun mereka menyerang, kita bersabar dan tenang," imbuh Sabana.

Komentar
Banner
Banner