bakabar.com, BANJARMASIN – Lembaga Bantuan Hukum Pembela Islam Terpercaya-Umat (LBH Pelita Umat) Korwil Kalimantan menanggapi judul dan isi berita terkait penangkapan dua pemuda oleh Polres Kotabaru.
Keduanya dianggap polisi sebagai simpatian ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Masing-masih pelaku berinisial RH dan DW.
Keduanya ditangkap karena diduga mengumbar kebencian melalui postingan di Facebook yang berisi seruan menegakkan Khilafah dan terkait simbol ormas HTI.
Keduanya dijerat polisi dengan pasal 425 a ayat 2, junto pasal 28 ayat 2 UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11/2008 tentang Informasi Transaksi dan Elektronik (ITE). Ancaman hukuman paling lama 6 tahun penjara, dan denda Rp1 miliar.
Atas pemberitaan terkait penangkapan keduanya, LBH Pelita mengeluarkan pernyataan hukum yang berisi enam poin, sebagai berikut:
PERTAMA, bahwa LBH PELITA UMAT sebagai Kuasa Hukum dari Tersangka [DW] sangat keberatan dan mengecam judul berita tersebut dikarenakan bahwa client kami adalah murni disangkakan Pasal 28 ayat (2) Jo. Pasal 45A ayat (2) UU ITE bukan terkait organisasi Dakwah Hizbu Tahrir Indonesia (HTI);
KEDUA, bahwa apabila client kami menjadi simpatisan organisasi dakwah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidaklah dilarang menurut hukum dikarenakan tidak ada peraturan perundang-undangan yang menyatakannya organisasi dakwah HTI sebagai organisasi terlarang, organisasi dakwah HTI hanya dicabut status badah hukum perkumpulan nya saja (BHP);
KETIGA, bahwa mengutip pendapat Prof Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa kegiatan yang dihentikan oleh SK Menteri dan Putusan Pengadilan TUN adalah kegiatan HTI sebagai lembaga (kegiatan Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia), bukan penghentian kegiatan dakwah individu anggota dan/atau pengurus HTI. (Senin, 4/6/2018: http://detik.id/67AYOw);
KEEMPAT, bahwa ajaran Islam Khilafah tidak pernah dinyatakan sebagai paham terlarang baik dalam surat keputusan tata usaha negara, putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan atau produk hukum lainnya sebagaimana paham komunisme, marxisme/leninisme dan atheisme, yang merupakan ajaran PKI melalui TAP MPRS NO. XXV/1966. Artinya, sebagai ajaran Islam Khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan ditengah-tengah umat. Mendakwahkan ajaran Islam Khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, dimana hal ini dijamin konstitusi;
KELIMA, bahwa apabila ada yang menyatakan “.. ideologi khilafah dan/atau khilafah adalah ideologi…” pernyataan ini dapat dinilai sebagai bentuk permusuhan atau kebencian terhadap ajaran agama Islam. Maka dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran pasal 156a KUHP bahwa harus diingat Unsur utama untuk dapat dipidananya Pasal 156a adalah unsur sengaja jahat untuk memusuhi, membenci dan/atau menodai ajaran agama (malign blasphemies). Sedangkan menyatakan terkait khilafah sebaga ideologi kemudian dikampanyekan dan dibuat opini seolah-olah sesuatu kejahatan dihadapan dan/atau ditujukan kepada publik, artinya dapat dinilai unsur sengaja, terpenuhi;
KEENAM, bahwa Islam adalah salah satu agama resmi yang diakui negara. Sedangkan konstitusi memberikan jaminan umat Islam untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya berdasarkan Pasal 28E, Pasal 281 ayat (1), Pasal 28J, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. sebagai ajaran Islam Khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan ditengah-tengah umat. Mendakwahkan ajaran Islam Khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, dimana hal ini dijamin konstitusi. Oleh karena itu siapapun yang menyudutkan ajaran Islam, termasuk Khilafah maka maka dapat dikategorikan tindak pidana penistaan agama.
Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ("UUD 1945") "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya..”
Pasal 29 UUD 1945 Tentang Kebebasan Beragama Pasal 29 (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Editor: Fariz Fadhillah