bakabar.com, BARABAI – Setelah Bripka BT, satu lagi oknum anggota Polda Kalsel yang mencoreng wajah Polri.
Dia adalah MZA, terduga oknum polisi asal Polres Hulu Sungai Tengah (HST). MZA diamankan terkait kasus peredaran 20,9 gram sabu dan 5 pil ekstasi di Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Sabu sebanyak itu disita dari tangan seorang wanita muda berinisial DLA alias Anggun. Lantas sudah perlukah reformasi menyeluruh di tubuh Polda Kalsel?
Pertanyaan ini bakabar.com sodorkan ke Pakar Hukum Pidana Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Ahmad Syaufi.
Menurut Syaufi, reformasi tak perlu dilakukan jika program-program yang telah disusun telah dijalankan.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebenarnya telah memiliki program “Presisi”; prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.
Jadi, jika program itu bisa dijalankan dengan baik khususnya di Polda Kalsel, maka reformasi tak perlu dilakukan.
“Dari slogan itulah yang perlu diimplementasikan dalam hal pelaksanaan,” ujar dosen Fakultas Hukum, ULM ini.
Polisi, ujar Syaufi, harus memiliki integritas dan moral yang tinggi. Itu harus dilakukan sebagai aparat penegak hukum.
“Apabila polisi bisa menjaga integritas moral dan profesional maka dia tentu bisa menahan untuk tidak melakukan tindak pidana,” imbuhnya.
Menyinggung adanya oknum polisi yang melakukan pelanggaran, baik disiplin apalagi pidana sudah sepatutnya diberikan tindakan tegas oleh atasannya.
“Jangan tebang pilih, karena polisi sehingga diperlakukan berbeda dengan pelaku kejahatan yang bukan polisi,” ujarnya.
Keterbukaan informasi kepada publik juga perlu dilakukan sebagai bentuk keprofesionalan kepolisian. Sekalipun tindakan oknum tersebut mencoreng nama baik Polri.
“Tapi kalau memang ada oknum diduga melakukan perbuatan pidana kenapa harus ditutup-tutupi. Sebenarnya harus terbuka,” jelasnya.
Lantas apa yang harus dilakukan Polda Kalsel untuk menghindari hal serupa terulang di kemudian hari? Langkah yang harus diambil, ujar Syaufi, tak lain pembinaan anggota.
“Baik itu di Irwasum atau Propam, atau pembinaan. Memberikan penyadaran bahwa anggota kepolisian harus menjaga integritas moral,” pungkasnya.
Sementara, Prof Muhammad Hadin Muhjad, berpendapat tindakan kriminal yang dilakukan Bripka BT dan MZA patut disayangkan.
Sehingga apabila tindak kriminal itu benar terbukti, sudah semestinya aturan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
“Mereka kan penegak hukum profesional. Jadi memang buktinya kuat ya diproses,” kata Guru Besar Fakultas Hukum ULM ini.
Bahkan menurut Hadin, sanksi yang diberikan bisa lebih berat jika yang melakukan pidana adalah aparat penegak hukum.
“Sehingga itu harus dipastikan kebenarannya atau buktinya harus kuat,” imbuhnya.
Sebelumnya, tim gabungan menangkap MZA yang diduga terlibat dalam jaringan peredaran sabu di Barabai, Kabupaten HST.
Penangkapan MZA mencuat hanya sepekan setelah kasus Bripka BT. Bripka BT, anggota Satresnarkoba, Polresta Banjarmasin ini dilaporkan oleh seorang wanita atas dugaan pemerkosaan.
Satu-satunya kesamaan, sampai kini Polda Kalsel belum membuka secara terang benderang penanganan kedua kasus tersebut ke publik.
Polisi Tersandung Sabu di Barabai, Pazri Teringat Ucapan Kapolri
Duh, Oknum Polisi di Banjarmasin Tersandung Dugaan Pemerkosaan