bakabar.com, BANJARMASIN – Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) terus berupaya menormalisasi armada angkutan yang melebihi muatan dalam rangka mendukung program Zero Over Dimension Over Loading (ODOL).
Program ini bertujuan untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas sekaligus mengantisipasi kerusakan jalan akibat kendaraan yang melebihi kapasitas.
Menindaklanjuti permasalahan ODOL, Komisi III DPRD Kalsel menggelar rapat lintas sektor pada Selasa (25/2/2025). Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Kalsel, H. Kartoyo, bersama Ketua Komisi III DPRD Kalsel, Mustaqimah, serta Wakil Ketua, H. Mustohir Arifin, dan dihadiri sejumlah anggota Komisi III lainnya.
Diskusi ini turut melibatkan berbagai pihak terkait, seperti Balai Jalan Nasional, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, Balai Pengelola Transportasi Darat Kelas II Kalsel, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Ikatan Logistik dan Forwarder Indonesia (ILFA), Organisasi Angkutan Darat (ORGANDA), Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO), serta Ikatan Penguji Kendaraan Bermotor (IPKB).
Efektivitas Zero ODOL
Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua DPRD Kalsel, H. Kartoyo, menyoroti efektivitas kebijakan Zero ODOL yang telah berjalan sejak 2019 namun belum memberikan dampak signifikan di lapangan. Ia menegaskan bahwa permasalahan ODOL tidak bisa diselesaikan secara parsial, mengingat banyaknya pihak yang terlibat dalam sistem transportasi barang.
“Dishub meminta waktu dua minggu untuk menyusun grand design sebagai solusi komprehensif. Persoalan ini tidak hanya melibatkan pemerintah, tetapi juga pengusaha truk. Oleh karena itu, aturan Zero ODOL harus diterapkan secara efektif dan menyeluruh,” ujar Kartoyo.
Berdasarkan hasil pengawasan di lapangan, pelanggaran ODOL masih tinggi. Data dari Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) mencatat bahwa di Kecamatan Kintap, dari 26.516 kendaraan yang ditimbang, 69% melanggar aturan. Dari total pelanggaran tersebut, 89% disebabkan oleh kelebihan muatan, sementara 11% terkait kelengkapan dokumen.
Sementara itu, di Tabalong sejak 7 November 2024, tercatat 2.976 kendaraan yang ditimbang, dengan 65% di antaranya melanggar aturan. Rinciannya, 60% pelanggaran terkait dokumen, dan 40% akibat muatan berlebih.
Melihat kondisi ini, H. Kartoyo menekankan perlunya evaluasi dan pembelajaran dari daerah lain yang lebih sukses dalam menerapkan kebijakan ODOL.
“Kita bisa belajar dari Kalimantan Timur, karena kondisi di lapangan hampir sama. Selain itu, truk yang sesuai dimensi harus diimbangi dengan harga barang yang wajar. Ini perlu dievaluasi lebih lanjut,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kalsel, Fitri Hernadi, mengakui bahwa permasalahan ODOL sangat kompleks karena melibatkan banyak pihak. Ia juga menyoroti kendala dalam pengawasan akibat tidak adanya Tim Terpadu yang sebelumnya berperan aktif dalam mengawal Peraturan Daerah (Perda) No. 3 tentang Angkutan Jalan.
“Saat ini, pemerintah provinsi tidak dapat lagi mengalokasikan anggaran yang melibatkan berbagai instansi pemerintah dalam satu tim. Dulu ada Tim Terpadu, sekarang sudah tidak ada, dan ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penegakan aturan ODOL,” jelas Fitri Hernadi.
Sebagai langkah konkret, pihaknya saat ini sedang menyusun grand design penanganan ODOL dengan mengadopsi konsep yang telah diterapkan di Kalimantan Timur.
“Kami akan menyiapkan grand design ODOL dengan mengacu pada keberhasilan Kalimantan Timur. Harapannya, aturan ini dapat diterapkan lebih efektif di Kalsel,” pungkasnya.