bakabar.com, JAKARTA - Komisi IV DPR RI menggelar rapat bersama Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso alias Buwas. Dalam rapat tersebut, DPR mengkritik habis-habisan Buwas, lantaran serapan beras petani minim saat panen raya, hanya sebanyak 566.835 ton.
Rinciannya stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebesar 515.381 ton dan stok komersial 51.456 ton. DPR khawatir jika penyerapan beras petani minim mengakibatkan Indonesia jadi terus menerus impor.
Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai kritikan DPR tersebut tidak tepat, lantaran Bulog tidak bisa seenaknya melakukan penyerapan gabah atau beras petani domestik seperti swasta.
"Untuk beroperasi, Bulog diikat oleh sejumlah aturan. Bulog juga mengemban tugas khusus yang tidak diemban pelaku swasta," ujarnya saat dihubungi bakabar.com, Selasa (6/6).
Baca Juga: Antisipasi Gagal Panen, Dinas Pertanian Kulon Progo Siapkan Pompa
Di hulu, kata Khudori, Bulog harus memastikan tidak ada harga gabah atau beras di bawah harga pokok pembelian (HPP). Karena itu, Bulog tidak bisa seeenaknya menyerap beras dari petani.
"Ini bentuk kehadiran negara dengan cara memproteksi petani dari potensi kerugian," sambungnya.
Khudori menjelaskan saat panen raya bulan Februari hingga Mei 2023, harga gabah dan beras selalu di atas HPP. Oleh sebab itu, jika harga di atas HPP, fungsi Bulog sebagai proteksi tidak diperlukan.
"Artinya, mekanisme pasar sudah bisa mengamankan. Buktinya, harga gabah/bertas di atas HPP. Ini juga menunjukkan semua produksi bisa diserap pasar," paparnya.
Baca Juga: Pasokan Beras Nasional, Mentan: Cukup Meski Vietnam Pangkas Ekspor
Dengan begitu, ungkap Khudori, "Bisa juga ditafsirkan, meskipun panen raya yang diyakini produksinya melimpah, surplusnya tidak besar."
Oleh sebab itu, jika Bulog masuk ke pasar dan bersaing dengan pelaku swasta untuk menyerap gabah/beras saat panen raya, yang terjadi kemudian, harga akan semakin tinggi.
"Ini tidak boleh. Karena, di hilir, Bulog juga harus menjaga harga beras tetap berada di sekitar HPP agar daya beli konsumen terjaga. Kalau Bulog agresif masuk ke pasar dan harga beras naik, fungsi stabilisasi harga beras yang diemban Bulog ambyar," paparnya.
"Pemerintah atau DPR tidak bisa memaksa Bulog agresif membeli ke pasar karena alasan tadi," tegas Khudori.
Baca Juga: Komitmen Amankan Harga Gabah, Bulog Serap 500 Ribu Ton Beras Petani
Ia membeberkan alasan pemerintah melakukan impor beras, karena cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog masih rendah, sementara pemerintah sejak Maret mengucurkan bansos beras.
"Karena itu, tidak ada jalan lain. Kalau pengadaan dari dalam negeri tidak memungkinkan, pintu satu-satunya yang tersisa ya impor," ujarnya.
Khudori menyimpulkan yang paling penting, impor harus terukur volumenya dan dipastikan kapan datangnya.
"Agar tidak menimbulkan mudarat buat petani," pungkasnya.