Kalsel

Disebut Tarif Feri Alalak Mahal, Ini Penjelasan Sang Pemilik

apahabar.com, BANJARMASIN – Meski diributkan sopir mobil angkutan, pemilik feri Sungai Alalak memiliki alasan dalam menetapkan…

Featured-Image
Pemilik fery penyeberangan di Sungai Alalak, H Rannisa, menjelaskan latar belakang penetapan tarif yang dikeluhkan sopir mobil angkutan. Foto: apahabar.com/Muhammad Syahbani

bakabar.com, BANJARMASIN – Meski diributkan sopir mobil angkutan, pemilik feri Sungai Alalak memiliki alasan dalam menetapkan tarif.

Sesuai daftar yang tertera di dermaga, tarif menyeberang truk kecil bermuatan maupun kosong, dikenakan biaya Rp250 ribu.

Kemudian truk Fuso atau engkel yang bermuatan maupun kosong, serta truk tangki bermuatan 10.000 liter, dipungut biaya sebesar Rp500 ribu.

Paling mencengangkan adalah tarif untuk truk truk tangki 16.000 liter atau tronton, truk lintas bak panjang dan truk elpiji kapsul. Ketiga jenis mobil ini dikenakan tarif sebesar Rp1 juta.

Sementara tarif termahal dikenakan untuk mobil tronton alat berat bermuatan. Untuk sekali menyeberang, kendaraan jenis ini dipungut biaya Rp1,5 juta.

“Memang seperti itulah tarif penyeberangan menggunakan Landing Craft Tank (LCT). Tarif menyesuaikan biaya yang dikeluarkan untuk sarana penunjang penyeberangan,” tegas pemilik feri, H Rannisa, Sabtu (23/1) sore.

Sempat Diprotes, Feri Penyeberangan Sungai Alalak Akhirnya Kembali Beroperasi

Selain menyediakan LCT, pengelola juga harus memakai dua unit excavator di masing-masing dermaga guna membantu proses bongkar muat.

“Excavator itu berfungsi mendorong LCT. Tidak mungkin bisa bergerak, kalau tak memakai excavator. Bisa dibayangkan biaya sewa excavator itu selama sehari,” beber Rannisa.

Ongkos lain yang harus dibayar adalah sewa lahan untuk dermaga. Oleh pemilik lahan, biaya yang dikenakan adalah Rp60 ribu per unit.

“Kadang-kadang orang menilai tarif yang kami pasang terlalu mahal. Tapi mereka juga harus menghitung biaya sewa excavator, sewa kapal, gaji karyawan dan dermaga,” jelas Rannisa.

Di sisi lain, feri yang dikelola Rannisa lebih banyak menyeberangkan truk kecil, Fuso atau engkel dan truk tangki bermuatan 10.000 liter.

Sedangkan truk tronton alat berat nyaris jarang dilayani. Alasannya terlalu riskan, karena mempertimbangkan kekuatan LCT.

“Pernah mengangkut tronton beberapa unit saja. Kami juga was-was, karena dikhawatirkan berdampak dengan LCT,” tukas Rannisa.

Sementara kapasitas LCT itu sendiri mampu mengangkut 17 unit truk. Dalam sehari pengangkutan sebanyak 20 kali bolak-balik.

“Kami juga tergantung cuaca, karena kalau hujan harus istirahat. Terlalu berbahaya menaikkan kendaraan dalam kondisi jalan licin,” urai Rannisa.

Sebelumnya sejumlah sopir angkutan sempat memblokir Jalan H Hassan Basry, Sabtu (23/1) siang, setelah tertahan selama sekitar 8 hari di lokasi itu.

Mereka menginginkan otoritas terkait membua portal Jembatan Alalak II, mengingat Lingkar Utara atau Jalan Gubernur Syarkawi tak bisa dilewati akibat banjir.

Puluhan sopir angkutan juga mengeluhkan banderol selangit yang ditetapkan pengelola feri di bawah Jembatan Alalak I.

“Awalnya kami menyeberang menggunakan feri. Namun belakangan tarif semakin naik. Kalau dihitung-hitung, uang saku kami habis di jalan,” seru Ariffin, salah seorang sopir.

Untungnya pemblokiran jalan tidak berlangsung lama, setelah Dinas Perhubungan Kalimantan Selatan dan Pemkab Barito Kuala memediasi sopir dengan pengelola feri.

Kisruh Banjir Kalsel, Sopir Truk Keluhkan Tarif Feri Penyeberangan Sungai Alalak Milik Swasta



Komentar
Banner
Banner