bakabar.com, BANJARMASIN - Tim hukum pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Selatan nomor urut 1, Sahbirin Noor-Muhidin (BirinMu) angkat bicara terkait sejumlah laporan dugaan pelanggaran yang dilayangkan pasangan calon nomor urut 2 Denny Indrayana-Difriadi Darjat ke Bawaslu Kalsel.
Berdasarkan catatan bakabar.com, sedikitnya terdapat 3 laporan dugaan pelanggaran yang sudah dilayangkan ke Bawaslu Kalsel.
Namun 2 dari 3 laporan dugaan pelanggaran tersebut tidak naik ke tahap penyidikan karena tidak memenuhi unsur-unsur sesuai pasal yang disangkakan.
"Ada langkah-langkah defensif untuk menjawab seluruh laporan yang ada. Tetapi, kami juga melakukan langkah-langkah yang ofensif kalau dilakukan melalui mekanisme hukum, baik Bawaslu ataupun aparat penegak hukum lain," ucap Koordinator Tim Hukum BirinMu, Syaifudin kepada awak media, Minggu (8/11) siang tadi.
Ia pun mencoba menginventarisir sejumlah fakta hukum agar bisa digunakan untuk melaporkan yang bersangkutan. Baik counter maupun persoalan baru yang muncul.
"Tetapi beliau [Sahbirin] meminta untuk bersabar saja. Ini membuat kita terharu karena sebegitu banyak arus bawah yang meminta untuk membalas laporan tersebut," katanya.
Secara profesional hukum, sambung dia, tidak ada masalah terkait counter maupun balas membalas di dalam sebuah laporan.
Namun ada pertimbangan yang lebih mendasar terkait hal tersebut.
"Jangan sampai hukum digunakan untuk memperkeruh suasana masyarakat. Melihat hukum itu tidak hanya pasal, tetapi juga spirit dari pasal tersebut. Legal spirit dari Undang-undang itu atau nilai-nilai spiritual dari belied tersebut. Jadi ketika memandang hukum secara holistik, kelemahan yang ada di dalam pasal itu digunakan atau tidak, maka kembalikan lagi ke jiwa spiritual hukum itu," sambungnya.
Ia menilai pada dasarnya Undang-undang Pilkada beserta ketentuan sanksi pidana dan administratifnya mempunyai dasar mengembangkan demokrasi yang sehat.
Ketika konsepnya mengembangkan demokrasi yang sehat, maka nilai spiritualnya adalah Pancasila. Di sana terdapat aspek ketuhanan. Aspek itu disebut sangat kental dengan masyarakat Kalsel.
"Masyarakat kita ini sangat religius. Di situ ada pri kemanusiaan, permusyawaratan, dan keadilan bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu, ketika memakai hukum untuk menyerang orang lain atau bertahan, kita harus kembalikan ke sana. Dalam konteks studi hukum, kalau jenjang-jenjang Sarjana Hukum saja berfikir hanya pasal, maka semestinya yang sudah Strata-II, III, apalagi seorang Guru Besar harus berfikir secara holistik dan menggunakan hukum untuk kebaikan dalam kehidupan," jelasnya.
Menurutnya, pada saat membaca UU Pilkada, Peraturan KPU, Peraturan Bawaslu itu harus dikembalikan ke sana. Kalau tidak dikembalikan ke sana, maka terjadi penafsiran berdasarkan kepentingan.
"Dalam kajian-kajian aspek sosiologis hukum misalnya, bisa saja orang mengatakan saya menegakkan kebenaran, saya menegakkan keadilan, tapi bisa dibaca orang isinya kepentingan, kekecewaan, ambisius dan menendang orang lain. Namun jargonnya untuk menegakkan keadilan. Ini yang mau kita koyak," pungkasnya.