bakabar.com, BANJARMASIN – Komisi IV DPRD Kalsel meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan tidak menerima formasi guru sebagai PNS, melainkan hanya menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Pemerintah semestinya juga memberikan kesempatan kepada guru honorer untuk mengikuti CPNS,” ucap Ketua Komisi IV DPRD Kalsel, Muhammad Lutfhi Saifuddin kepada bakabar.com, Jumat (1/1) siang.
Politisi Muda Partai Gerindra ini sangat menyayangkan kebijakan tersebut. Terlebih jumlah guru honorer di Kalsel kurang lebih mencapai 6.000 orang. “Jumlahnya kurang lebih 6.000 orang,” bebernya.
Sebagai wakil rakyat, ia siap menerima keluhan atau aspirasi guru honorer Kalsel terkait kebijakan tersebut. “Insyaallah kita siap menerima,” pungkasnya.
Sebelumnya, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan ini.
“Memohon agar Pemerintah (Kemenpan RB, Kemendikbud, BKN) mengkaji ulang rencana kebijakan tersebut. Semestinya pemerintah tetap membuka dua jalur rekrutmen guru, yakni melalui CPNS dan PPPK karena, ditilik dari tujuannya, PPPK dan CPNS memiliki sasaran berbeda,” kata Ketua PGRI Unifah Rosyidi dalam keterangan tertulis dilansir dari detik.com, Jumat (1/1).
Unifah mengatakan CPNS dan PPPK memiliki perbedaan.
Menurutnya, PPPK itu diperuntukkan bagi guru honorer yang usianya di atas 35 tahun. Sedangkan CPNS guru itu berarti pemerintah memberikan kesempatan bagi guru honorer yang usianya masih di bawah 35 tahun untuk menjadi pegawai negeri sipil.
“Perekrutan PPPK ditujukan untuk memberikan kesempatan dan sebagai penghargaan kepada para guru honorer yang berusia di atas 35 tahun untuk memperoleh kepastian status kepegawaiannya. Sedangkan formasi guru CPNS, membuka kesempatan bagi lulusan pendidikan di bawah usia 35 tahun yang berminat menjadi pegawai negeri sipil, dan memberi kesempatan kepada guru sebagai ASN,” jelasnya.
PGRI menilai penghapusan guru dari formasi CPNS membuat profesi guru tidak lagi dipandang sebagai profesi yang menjanjikan.
PGRI juga khawatir dengan adanya kebijakan ini membuat jumlah guru menurun ke depannya.
“Peran guru sangat strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, karena itu rencana keputusan pemerintah tentang perubahan status guru ini dipandang PGRI dapat membuat profesi guru menjadi kurang dipandang, karena tidak ada kepastian status kepegawaian dan jenjang karir,” ucapnya.
“Rencana kebijakan ini dipandang PGRI sebagai bentuk diskriminasi terhadap profesi guru, dan menyebabkan lulusan terbaik dari SMA tidak berminat meneruskan studi lanjut di berbagai jurusan pendidikan di LPTK, akibat ketidakpastian status kepegawaian dan karier profesi guru, sehingga dikhawatirkan akan terjadi penurunan kualitas pengajar di masa mendatang,” imbuhnya.
Sekadar diketahui, pemerintah ke depannya tidak akan menerima formasi guru sebagai PNS, namun hanya menjadi PPPK.
Hal ini juga sudah disetujui oleh Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo dan Mendikbud Nadiem Makarim.
Kebijakan ini akan dimulai pada lowongan CPNS 2021. Meski begitu, guru yang saat ini sudah berstatus sebagai PNS akan tetap dipertahankan predikatnya hingga pensiun.
“Sementara ini Pak Menpan, Mendikbud, dan kami sepakat bahwa untuk guru itu beralih ke PPPK jadi bukan CPNS lagi. Ke depan kami tidak akan terima guru sebagai CPNS, tapi sebagai PPPK,” ujar Kepala Badan Kepegawaian Negara, Bima Haria Wibisana dalam konferensi pers virtual, Selasa (29/12) kemarin.