Nasional

Didemo, Kaltara Bersurat ke Menteri Susi Soal Aturan Penangkapan Kepiting

apahabar.com, TARAKAN – Aturan penangkapan kepiting yang membikin sejumlah nelayan di Kalimantan Utara menjerit, direspon cepat…

Featured-Image
MINTA PENGECUALIAN: Nelayan saat unjuk rasa di GTM, Simpang Tiga akibat tuntutan mereka belum ditanggapi Gubernur Kaltara. Foto-Dok. Benuanta.co.id

bakabar.com, TARAKAN – Aturan penangkapan kepiting yang membikin sejumlah nelayan di Kalimantan Utara menjerit, direspon cepat pemerintah setempat.

Sejak terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 56 tahun 2016, penangkapan dan pengiriman keluar terhadap lobster, kepiting dan rajungan di wilayah Indonesia mulai dibatasi.

Soal ini, Gubernur Irianto Lambrie memastikan Pemprov tidak bisa mengubah aturan tersebut, namun bukan berarti tinggal diam. Dalam waktu dekat, pihaknya akan melayangkan surat resmi kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudji Astuti. Isinya tentang penjelasan terkait kondisi atau fakta-fakta di Kaltara.

"Pemerintah Provinsi, dalam hal ini Gubernur tidak punya wewenang untuk merubah, apalagi mencabut aturan itu. Karena itu yang mengeluarkan pusat. Yang bisa mencabut hanya Menteri yang bersangkutan, atau atasannya, dalam hal ini Presiden," terang Irianto, yang saat itu didampingi staf khusus bidang hukum, Prof Denny Indrayana dan Dr Muhdar dikutip dari laman resmi Pemprov Kaltara, Rabu (20/3).

Di ruang VIP Bandara Juwata Tarakan, Irianto menerima sejumlah perwakilan nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Senin (18/3) sore. Dalam kesempatan itu, Gubernur menjelaskan gamblang terkait dengan Permen KP nomor 56/2016.

Mungkin, menurut Irianto, jika ada pertimbangan kondisi terkini, Menteri Susi bisa meninjau atau merevisi poin-poin yang memungkinkan bisa memberikan peluang para nelayan Kaltara bisa menjual kepiting ke luar. Tentu, tetap pada koridor yang tidak melanggar aturan perundang-undangan, serta menjaga kelestarian lingkungan.

"Perlu saya jelaskan, dalam surat yang akan kita ajukan ini, bukan minta Kaltara mendapat pengecualian. Karena peraturan ini berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia secara keseluruhan. Yang bisa kita harapkan, adalah ada revisi pasal pada Permen KP itu. Dan itu juga tidak serta merta. Tentu ada proses, nanti dari Kementerian akan menurunkan tim untuk melihat sekaligus melakukan kajian teknis ke Kaltara," beber Gubernur lagi.

Tak hanya itu, Gubernur juga menyatakan siap membantu dan memfasilitasi perwakilan HNSI Kaltara untuk mendiskusikan permasalahan ini ke KKP guna mendapatkan jalan penyelesaiannya.

Sebagai perpanjangan tangan pusat di daerah, dirinya siap membantu dan memfasilitasi perwakilan HNSI Kaltara untuk mendiskusikan permasalahan tersebut.

Selain itu, kata Iriantio, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltara sudah diinstruksikan bekerja sama dengan kalangan akademisi (Universitas Borneo Tarakan) terkait kajian akademis untuk menopang harapan nelayan dan pelaku usaha perikanan tersebut secara sistematis dan akuntabel.

Baca Juga: Ngata-ngatain Menteri Susi, Darmanto Ditangkap Resmob

"Saya secara sadar sangat memahami permasalahan yang dihadapi para nelayan juga pelaku usaha perikanan di Kaltara, dan mempunyai empati yang besar dalam membantu mencarikan solusi terhadap permasalahan tersebut sesuai kewenangan dan peraturan perundangan yang berlaku," urainya.

Disebutkan, yang memungkinkan dilakukan dalam Permen itu, adalah dilakukan revisi, uji material yang dalam hal ini ke Mahkamah Agung, atau dicabut Peraturannya oleh Menteri atau atasannya.

"Yang memungkinkan hanya yang pertama, revisi dengan menambahkan beberapa pasal. Untuk kedua membutuhkan proses yang sangat lama. Sedangkan yang ketiga, sepertinya tidak mungkin," timpal Denny Indrayana, yang juga merupakan pakar hukum cukup terkenal itu.

Dalam kesempatan itu, Gubernur menyampaikan kepada masyarakat, utamanya para nelayan bersabar.

Diminta untuk tidak memaksakan kehendak, dan memahami aturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Gubernur juga sedikit menyinggung soal aksi demo di Tarakan, beberapa waktu lalu.

Gubernur memahami permasalahan yang dihadapi para nelayan dan mempunyai empati yang besar dalam membantu mencarikan solusi terhadap permasalahan tersebut, sesuai kewenangan dan peraturan perundangan yang berlaku.

"Ini aturannya jelas. Dan berlaku di seluruh Indonesia, bukan hanya di Kaltara saja. Mengenai anggapan ada pengecualian di Jawa Tengah, itu beda. Bukan soal kepiting, tapi aturan alat tangkap cantrang. Dan itu juga bukan pengecualian, melainkan Menteri memperpanjang pemberlakuan penggunaan cantrang, sampai nelayan sudah siap menggunakan alat baru yang diperbolehkan," jelasnya lagi.

Sekedar diketahui, aksi demo dilakukan massa di Tarakan, Jumat (15/3) lalu. Massa yang sebagian besarnya nelayan, mempersoalkan larangan penangkapan dan penjualan keluar kepiting bertelur.

Untuk diketahui, permintaan kepiting di Kaltara membuat minat masyarakat untuk melakukan penangkapan kepiting semakin tinggi. Terlebih dengan harga yang cukup menjanjikan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalimantan Utara (Kaltara) Amir Bakry mengungkapkan, pemerintah sebenarnya tidak melarang melakukan penangkapan kepiting. Namun ada aturan yang membatasi, khususnya menangkap dan menjual kepiting betina dan bertelur.

Baca Juga:Menteri Susi "Belajar" ke Pusat Ilmiah Monaco

Dalam Permen KP tersebut, di mana pada pasal-pasal di dalamnya, menyebutkan batasan-batasan komoditi kepiting, lobster dan rajungan yang diperbolehkan ditangkap.

Permen ini sengaja diterbitkan untuk menjaga keberadaan dan ketersediaan populasi sumber daya Lobster, Kepiting, dan Rajungan.

“Ini peraturan dari pusat, Pemprov (Pemerintah Provinsi), termasuk Gubernur tidak bisa mengambil kebijakan atau menentang Permen itu. Kalau ada contoh daerah lain bisa melegalkan, sebutkan di mana. Nanti kita bantu juga bisa melegalkan aturan itu," beber Amir, beberapa waktu lalu, dikutip dari laman yang sama.

Dalam Permen itu, lanjut Amir, tidak melarang penjualan kepiting. Namun membatasi ukuran, dan pada kondisi bertelur atau tidak bertelur, serta diatur musim penangkapannya.

"Tidak mungkin Pemerintah Provinsi melanggar aturan yang sudah dikeluarkan oleh kementerian, atau menuntut untuk melegalkan penjualan kepiting ke luar daerah. Karena itu merupakan kebijakan dari pusat (kementerian)," jelasnya.

Dibeberkan, dalam Permen 56 tersebut, pada pasal 3 mencantumkan, penangkapan atau pengeluaran kepiting dari wilayah negara Indonesia hanya dapat dilakukan pada 15 Desember hingga 5 Februari baik dalam kondisi bertelur maupun tidak bertelur. Dengan ukuran lebar karapas di atas 15 centi meter, atau berat 200 gram per ekor.

"Setiap tahun itu dilegalkan. Di bulan itu juga harga kepiting mahal, sehingga masyarakat dapat menikmati harga yang bagus. Setelah lewat dari tanggal yang ditentukan kepiting tidak bisa lagi dikeluarkan," terang Amir.

Untuk kepiting dalam kondisi tidak bertelur dengan ukuran lebar karapas di atas 15 cm atau berat diatas 200 gram per ekor, lanjutnya, penangkapan atau pengeluaran dapat dilakukan pada 6 Februari sampai tanggal 14 Desember.

"Selama 10 bulan itu yang boleh dikirim hanya kepiting jantan saja. Kalau betina tidak boleh karena dikhawatirkan akan punah kalau dieksploitasi tiap hari. Selama itu juga kepiting dapat bertelur sehingga tidak punah, dijelaskan," tambahnya.

Selain itu, untuk pengiriman kepiting sendiri tidak boleh sembarangan. Harus ada surat-surat perizinan. Terkhusus kepiting hasil budidaya, pengirim atau penjual harus melengkapi surat keterangan asal.

Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner