Tak Berkategori

Dewan: Hilirisasi Jadi Solusi Atasi Harga Sawit di Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Anggota DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) Surinto berpendapat, untuk mengatasi permasalahan harga yang rendah…

Featured-Image
Ilustrasi Petani di Kebun Kelapa Sawit. Foto-Republika Online

bakabar.com, BANJARMASIN – Anggota DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) Surinto berpendapat, untuk mengatasi permasalahan harga yang rendah terhadap buah kelapa sawit dari perkebunan rakyat perlu industri, terutama industri hilir.

“Saya kira untuk mengatasi masalah harga kelapa sawit rakyat salah satu solusi perlu industri hilir, kendatipun skala kecil atau untuk produk tertentu,” ujar Surianto dikutip dari ANTARA, Kamis (7/3).

Baca Juga:Sentuh Rp 630, Harga Saham Garuda Tertinggi dalam 6 Tahun

Sebagai contoh industri pengolahan minyak goreng, jangan cuma membuat minyak mentah atau CPO saja.

Wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel VI/Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) tersebut berharap, dengan keberadaan industri hilir itu bisa mendatangkan nilai tambah dan mendongkrak harga sawit rakyat.

Selama ini hasil perkebunan kelapa sawit rakyat hanya menjual dalam tandan buah segar (TBS), dari perusahaan perkebunan yang menampung juga baru pada tingkat pengolahan CPO, seperti di Tanbu.

“Belum ada pemilik kebun sawit rakyat di Tanbu yang menjual dalam bentuk minyak mentah (CPO), apalagi sampai produk industri hilir, tetapi masih dalam bentuk TBS,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Padahal menurut dia, perkebunan kelapa sawit rakyat di Kalsel cukup potensial, seperti halnya di wilayah timur provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota tersebut antara lain Kotabaru dan Tanbu.

Pendapat atau saran Surinto itu, sesudah melakukan reses/menemui konstituennya, yang sebagian merupakan petani sawit rakyat, beberapa hari lalu dan melihat kondisi objektif harga komoditas perkebunan tersebut belakangan ini murah atau anjlok.

Ia menerangkan, harga buah kelapa sawit belakangan ini dalam bentuk TBS pada tingkat petani per kilogram berkisar Rp600 – Rp700, sementara upah panen Rp250/kg.

“Dari keadaan tersebut atau perhitungan sementara petani sawit mengantongi duit sekitar Rp350 atau Rp400 atas penjualan hasil kebunnya,” tutur dia.

“Kalau kita perhitungkan dengan biaya produksi lain, seperti harga pupuk, bibit, pengolahan lahan serta perawatan, maka uang hasil penjualan yang petani dapatkan bukan Rp400, tetapi jauh lebih kecil lagi atau merugi,” lanjutnya.

Oleh sebab itu, selaku wakil rakyat dia berharap atau menyarankan, agar pemerintah turun tangan dalam mengatasi rendahnya harga komoditas yang merupakan hasil perkebunan rakyat tersebut, misalnya membantu terbangunnya industri hilir seperti pengolahan minyak goreng.

“Dengan terbangunnya industri hilir, penjualan sawit rakyat tidak lagi dalam bentuk TBS, sehingga nilai jual produk hasil perkebunan itu bisa mendatangkan nilai tambah dan mendongkrak harga komoditas tersebut,” demikian Surinto.

Baca Juga:Valuasi Rp 135 Triliun, Go-Jek Nyaris Decacorn

Editor: Fariz F

Komentar
Banner
Banner