bakabar.com, BANJARBARU – Tidak sedikit generasi milenial yang tahu dengan nama Demang Lehman, seorang panglima dalam Perang Banjar.
Mungkin pula tak banyak yang mengetahui tentang sejarahnya dalam melawan kolonial pada masa penjajahan Belanda hingga akhir hayatnya mempertahankan Bumi Lambung Mangkurat.
Demang Lehman lahir pada 1832 di Barabai dan diberi nama Idies. Ia merupakan seorang panakawan atau abdi raja (ajudan) dari Pangeran Hidayatullah sejak 1857.
Karena kesetiaan dan kecakapannya dan besarnya jasa sebagai panakawan dari Pangeran Hidayatullah, dia diangkat menjadi Kiai sebagai Kepala Distrik Riam Kanan yang menjadi tanah lungguh.
Selain itu, Demang Lehman juga bergelar Kiai Adipati Mangku Negara.
Ia termasuk tokoh yang dibenci Belanda saat itu, karena merupakan salah satu tokoh utama dalam Perang Banjar melawan Belanda.
Pada akhir Tahun 1859, medan pertempuran terbagi dalam 3 lokasi, yaitu di sekitar Banua Lima (Martapura), Tanah Laut dan di sepanjang Sungai Barito.
Medan pertempuran di sekitar Banua Lima di bawah pimpinan Tumenggung Jalil Kiai Adipati Anom Dinding Raja, medan yang kedua di bawah pimpinan Demang Lehman, sedangkan medan ketiga, Pangeran Antasari sebagai pemimpin.
Sejarawan Kalsel, Mansyur mengatakan secara khusus, sangat minim catatan yang menuliskan ilmu kanuragan Demang Lehman.
Hanya saja dalam beberapa arsip dituliskan, Demang Lehman mempunyai pusaka kerajaan Banjar yaitu Keris Singkir dan sebuah tombak bernama Kalibelah yang berasal dari Sumbawa.
Misteri Kematian Demang Lehman
Apakah Demang Lehman benar mati dipancung? Mansyur menuturkan, satu sumber dituliskan bahwa setelah digantung dan mati, kepalanya dipotong oleh Belanda dan dibawa oleh Konservator Rijksmuseum van Volkenkunde Leiden.
Lalu Kepala Demang Lehman disimpan di Museum Leiden di Negeri Belanda, sehingga mayatnya dimakamkan tanpa kepala.
“Sayang, sumber ini meragukan,” ujar Mansyur.
Setelah ditelusuri, Berita Acara Vonis Demang Lehman agak meragukan. “Karena tidak ada pernyataan tentang masalah pemancungan ini,” katanya.
Kasus ini memang menjadi misteri karena dalam penelusuran beberapa sumber menyatakan, baik dari catatan Berita Acara Vonis Demang Lehman maupun tulisan Meyners, tidak ada pernyataan apa pun tentang masalah pemotongan kepala.
Tapi, di sisi lain memang terdapat sumber yang menuliskan bahwa segala siasat dan cara telah dilakukan Belanda dalam Pangeran Hidayat dan Demang Lehman agar menghentikan perlawanannya terhadap pemerintah Belanda, tetapi semua itu tidak berhasil.
Cara lain yang dilakukan, yakni berusaha menangkap kedua tokoh pejuang itu hidup maupun mati.
Kolonial Belanda mengeluarkan pengumuman atau sayembara kepada seluruh rakyat agar dapat membantu Belanda menangkap kedua tokoh dengan imbalan menggiurkan.
Imbalan yang dijanjikan yakni dengan Harga kepala Pangeran Hidayat adalah sebesar f 10.000,- dan Demang Lehman sebesar f 2.000.
Nilai uang sebesar itu sangat tinggi dan dapat memikat hati setiap orang yang menginginkan kekayaan.
Dari pernyataan ini, bisa diduga bahwa ada kemungkinan pemotongan kepala dilakukan, untuk tujuan hadiah sebesar f 2.000.
Tapi, menurut Mansyur, kalau memang misalnya untuk mendapatkan hadiah, toh Syarif Hamid yang berhasil menangkap Demang Lehman sudah mendapat hadiah dengan imbalan sebagai penguasa Batulicin. “Lalu untuk apa memotong kepala?” kata Mansyur.
Hal inilah yang akhirnya menjadi misteri untuk pendalaman penelitian dan riset sejarah lebih lanjut oleh para ahli sejarah. Pemerintah kolonial Belanda pasti menutup diri akan hal ini.
Misteri Makam Demang Lehman
Lalu, di mana beliau dimakamkan? Mansyur kembali menuturkan, dari ditelaah kembali wasiat Demang Lehman sebelum dihukum gantung, kemungkinan besar ia dimakamkan di wilayah Martapura dan sekitarnya.
Karena dalam wasiatnya, Demang Lehman mengatakan dirinya dilarang untuk meninggalkan Borneo (Kalimantan) selamanya, meskipun dia harus mati.
“Hanya saja dalam penelusuran beberapa arsip kolonial, belum didapatkan data dimana sang syahidin
dimakamkan,” imbuhnya.
Karena sesuai data di awal, tiada ada satu keluarganya pun yang menyaksikannya dan tidak ada keluarga yang menyambut mayatnya.
Meyners hanya menuliskan setelah meninggal, tanpa disalatkan, jenazahnya kemudian dimakamkan setelah dibawa dari Rumah Sakit di Martapura.
Jika memang setelah hukuman gantung, kepala Demang Lehman dipancung, pada museum mana tengkorak Demang Lehman disimpan?
Penelusuran sementara, Mansyur menuturkan, banyak versi. Mulai dari Museum Leiden, hingga ke Museum Anatomi Belanda.
“Walaupun demikian, tetap belum bisa dipastikan,” timpal Dosen Sejarah Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin itu.
Belanda Mau Kembalikan Kepala Demang Lehman, Tapi Ada Syaratnya
Tengkorak Demang Lehman
Menurut Pangeran Chepy Isnendar yang merupakan keturunan ke 4 Pangeran Hidayatullah, berdasarkan keterangan Donald Tick, pemerhati sejarah dan budaya nusantara yang bermukim di wilayah Vlaardingen Belanda, memang telah lama menelusuri di mana tengkorak Demang Lehman.
Dan akhirnya didapatkan di Museum Anatomi Belanda, melalui katalog online di museum ini.“Sayang Donald Tick, tidak sempat melihat tengkorak Demang Lehman yang ada di museum ini,” terangnya.
Pada sumber lain dituliskan, kepala Demang Lehman beberapa tahun kemudian, disimpan di Museum Volkenkunde atau Museum Etnologi Nasional di Leiden, menjadi salah satu di antara koleksi-koleksi yang paling awal.
Adapun versi lain hanya dituliskan, setelah memenuhi janjinya, mati di garis perjuangan dengan cara digantung, kepalanya lalu dipenggal oleh Belanda lalu dibawa oleh Konservator Rijksmuseum van Volkenkunde Leiden untuk disimpan di Museum Leiden, Belanda.
Terdapat lagi informasi lain, kata Mansyur, yakni sekitar sepuluh tahun yang lalu, tepatnya pada 2009.
Mantan Wakil Gubernur Kalsel, Rosehan NB menyatakan dalam jumpa persnya, telah menerima kabar dari salah seorang arkeolog asal Yogyakarta, yang mengatakan bahwa kepala Demang Lehman masih tersimpan di salah satu museum di Belanda.
“Namun yang menjadi tanda tanya, siapakah arkeolog yang memberikan kabar ini dan sampai dimana validitasnya, benarkah itu kepala Demang Lehman serta sederet pertanyaan lainnya?” ucap Mansyur sembari bertanya.
Berdasarkan informasi dari Pangeran Chevy, sampai saat ini mengenai lokasi memang belum ada kejelasan, karena informasi ini terlalu sensitif, sehingga belum saatnya dipublikasikan.
Banyak hal lain yang menjadi misteri dan mungkin belum bisa terjawab dalam tulisan ini. Perlu pendalaman sumber, perbandingan dan penelitian intens dengan metode sejarah (historichal method).
Memang banyak versi lain yang berasal dari sumber lisan di masyarakat, seputar detik detik kematian Demang Lehman maupun setelah kematiannya yang bersifat mistis.
Seperti diketahui, saat ini nama Demang Lehman digunakan sebagai nama salah satu Stadion kebanggaan Banua, di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.