bakabar.com, MARTAPURA - Pemerhati politik Kalsel, Andi Tenri Sompa, bicara soal potensi kerawanan pelanggaran Pemilu 2024, mulai dari kardus kotak suara digembok hingga politik identitas.
Akademisi ULM Banjarmasin ini bilang, kemungkinan terulangnya pelanggaran Pemilu pada 2024 di Kalsel bisa terjadi lagi, jika masih minim pengawasan partisipatif dari masyarakat.
Alasannya, giografis wilayah Kalsel begitu luas dan terbatasnya para pengawas pemilu dibanding jumlah pemilih, bikin celah pelanggaran masih terbuka lebar.
Terlebih lagi, tahun 2024 dua kali digelar pesta demokrasi, yaitu pemilihan legislatif dan presiden pada 14 Februari dilanjutkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 27 November.
"Saya kira akan terulang pelanggaran Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, bahkan bisa meningkat," ucap Tenri Sompa saat jadi narasumber pada Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif yang digelar Bawaslu Banjar, di Fave Banjarbaru, 29 - 30 November 2022.
Tenri bilang, Kabupaten Banjar salah satu wilayah yang "seksi" dijadikan sasaran pelanggaran karena lumbung suara terbanyak setelah Banjarmasin. Terbukti dengan terjadinya pemungutan suara ulang (PSU) saat Pilkada 2020.
Ia memaparkan, banyak potensi pelanggaran pada tahapan pemilu, seperti manipulasi jumlah pemilih dan hasil suara, lalainya menjaga logistik kotak suara, politik uang, kampanye hitam, dan banyak lagi.
"Kita tahu kotak suara kita masih kardus meskipun kunci gemboknya besi, rawan rusak, apalagi dibawa jauh ke pelosok bisa tekena hujan, ini sangat rawan pelanggaran," ucap wanita yang juga Ketum Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Kalsel ini.
Selain isu kerawanan pelanggaran, lulusan S3 Ilmu Politik di Universitas Indonesia Jakarta ini juga menyinggung soal politik identitas, yang saat ini dianggap tidak baik serta dijadikan alat menyerang lawan politik.
Menurut hematnya, politik identitas adalah positif makanya tidak tertulis secara eksplisit dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Ia mencontohkan, ketika perempuan berpolitik atas nama keterwakilan perempuan untuk mempejuangkan hak - hak mereka adalah termasuk politik identitas.
"Politik islam juga politik identitas, ketika bicara suku, bangsa, agama itu adalah politik identitas," terang Tenri.
Yang jadi masalah adalah, tegas Tenri, ketika politik identitas ditunggangi untuk menyerang lawan politik atau adu domba.
"Saya tidak setuju jika politik identitas dianggap jahat, setiap orang punya hak memperjuangkan kaumnya, yang jadi masalah adalah ketika politik identitas ditunggagi untuk kejahatan," pungkasnya.
Sementara, Ketua Bawaslu Banjar Fajeri Tamzidillah mengatakan sosialisasi mengambil tema Kelembagaan Pengawas Pemilu dan Peran Strategis Masyarakat Dalam Pengawasan Pemilu 2024.
"Jumlah penduduk tiap desa pada kecamatan berbeda-beda, sedangkan Bawaslu hanya memiliki pengawas satu orang saja di setiap desa dan kelurahan sehingga perlu peran masyarakat ikut mengawasi," kata Fajeri.
Fajeri memastikan, semakin banyak yang ikut mengawasi maka yakinlah bahwa kecurangan dapat diminimalisir.
Ia menilai, tiap tahun ada progres peningkatan pengawasan partisipatif masyarakat jika dilihat dari makin banyaknya laporan ke Bawaslu.
"Harapannya dengan mengundang banyak elemen masyarakat pada sosialisasi ini, pada Pemilu 2024 akan jauh lebih banyak yang berpartisipasi dalam pengawasan," harap Fajeri.