DPRD Kalsel

Dana Desa untuk Perangi Stunting, Boleh?

apahabar.com, BANJARMASIN – Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel) tengah berusaha keras menurunkan angka stunting di…

Featured-Image
Wakil Ketua DPRD Kalsel Muhammad Syaripuddin. Foto-apahabar.com/Rizal Khalqi

bakabar.com, BANJARMASIN – Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel) tengah berusaha keras menurunkan angka stunting di Banua.

Hal itu karena angka stunting Kalsel berada di atas rata-rata nasional.

Prevalensi stunting nasional berdasarkan Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2019 sebesar 27,7 persen sedangkan angka di Kalsel sebesar 31,75 persen.

Dan data terakhir berdasarkan elektronik pencatatan, dan pelaporan gizi berbasis masyarakat pada tahun 2020, sebesar 12,2 persen, masih sedikit di atas rata-rata nasional, yaitu 11,6 persen.

Wakil Ketua DPRD Kalsel, Muhammad Syaripuddin memandang perlu sinergi pemerintah daerah dengan pemerintah desa untuk menekan angka stunting atau kondisi gagal tumbuh di Banua.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kalsel yang biasa disapa Bang Dhin mengatakan desa boleh pakai Dana Desa untuk menekan angka stunting.

“20 persen dana desa untuk bidang kesehatan termasuk di dalamnya Stunting, buat kegiatannya dengan serius. Dana Desa tidak hanya sekadar untuk pembangunan infrastruktur. Desa harus berinovasi,” kata Dhin, Selasa (2/11).

Ia merincikan, pemerintah telah memberikan dukungan anggaran untuk pencegahan stunting sesuai dengan Permendesa Nomor 19/2017 tentang prioritas penggunaan Dana Desa 2018. Dalam aturan itu disebutkan Dana Desa boleh dipakai untuk kegiatan penanganan stunting sesuai musyawarah desa.

Pemerintah lewat Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi sudah mengatur untuk upaya penurunan stunting. Desa diminta untuk lebih aktif menggelar kegiatan yang tujuannya untuk membuat masyarakat lebih sehat.

Seperti misalnya pembangunan/rehabilitasi poskesdes, polindes dan posyandu, penyediaan makanan sehat untuk peningkatan gizi balita dan anak, perawatan kesehatan untuk ibu hamil dan menyusui.

“Stunting itu masalah kompleks dan perlu penangangan sinergitas antara stakeholder,” tekan pria kelahiran Tanah Bumbu itu.

Sebagai contoh, stakeholder yang harus berkolaborasi ialah bidang pertanian perikanan untuk ketahanan pangan, PUPR mengurus sanitasi perumahan, KB dan pemberdayaan perempuan bantu promosi 1.000 HPK, bidang pendidikan juga harus bantu dalam hal kelas parenting, Kominfo mengkampenyekan isu stunting, dan lain sebagainya.

Stunting atau kerdil adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu dari janin sampai anak berusia dua tahun.

Stunting berpotensi penyakit jantung dan rendahnya kemampuan belajar hingga akhirnya berakibat tidak optimalnya produktivitas dan hal ini tidak diinginkan dalam pembangunan manusia.



Komentar
Banner
Banner