bakabar.com, JAKARTA - Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri Brigjen Chrysnanda Dwilaksana menyebut dalam mereformasi birokrasi dalam tubuh Polri prosesnya tidaklah mudah.
Sebab, reformasi birokrasi merupakan suatu proses bertahap namun simultan dan berkesinambungan.
"Jadi reformasi birokrasi tak ubahnya menyembuhkan orang yang kecanduan dan mabuk KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)," ujar Brigjen Chrysnanda dalam diskusi virtual di Jakarta, Sabtu (1/10).
Saat ini reformasi birokrasi hanya dijadikan sebatas pelengkap administrasi. selebihnya hanya menjadikan topeng agar mendapat pujian padahal tidak ada yang berubah.
"Semuanya bohong belaka, penuh kepura-puraan," lanjutnya.
Selain itu, dalam mereformasi birokasi di dalam tubuh Polri terdapat sejumlah penghalang.
Salah satunya adalah banyak anggota Polri yang mencoba mereformasikan birokrasi justru dimusuhi dan di bully di internal kepolisian.
"Reformasi birokrasi pasti diamini namun yang akan mereformasi pasti di bully dan dimusuhi. Apalagi saya sebagai polisi, ketika saya mau bilang jujur di dalam saya dibilang pengkhianat, di luar dilabel lebih sulit," ungkapnya.
Chrysnanda menilai SDM menjadi kunci utama dalam mereformasi birokrasi di tubuh Polri saat ini. Sebab dalam suatu institusi pasti ada yang mau berubah tapi ada juga yang sulit berubah.
Mereformasi birokrasi seperti merubah pemikiran satu generasi, ini yang menjadi paling penting. "Betul tetapi tidak banyak yang melakukan, justru dianggap salah, salah kalau banyak yang melakukan justru dianggap benar," katanya.
Maka itu sosok pemimpin akan berpengaruh dalam mewujudkan reformasi birokrasi di Polri. Dirinya menilai pemimpin itu harus bernyali singa.
"Reformasi birokrasi perlu pemimpin bernyali singa untuk mengaumkan kebijakan-kebijakan reformasinya. Ada istilah kambing dipimpin singa akan mengaum, singa dipimpin kambing lembek juga. ini penting bagaimana kita melihat peluang melalui itu tadi," paparnya.
Reformasi Polri menjadi urgensi mengingat belakangan Polisi kerap menjadi sorotan publik.
Salah satu penyebanya karena publik menilai Polisi tidak konsisten dalam pengungkapan kasus kematian Brigadir J.
Terlebih saat ini polisi terlibat dalam isu backing judi hingga mafia judi online.