bakabar.com, BANJARBARU – Dari mulanya tanaman sampingan, porang bertransformasi menjadi produk unggulan. Di Kalimantan Selatan, banyak pemuda disinyalir merangkap petani porang.
Untuk diketahui, hal itu tak lepas dari makin terbukanya pangsa pasar ekspor porang. Pada 4 bulan lalu hanya ada 900 petani porang di Kalsel. Namun, kini jumlahnya diperkirakan telah mencapai kurang lebih 3.000-an.
“Perkembangan porang di Kalimantan Selatan memang menjadi lebih hangat dan menguntungkan ya. Terdata kira-kira sekitar 4 bulan yang lewat itu kurang lebih ada ada 900 sekian petani porang, nah sekarang saya lihat yang tidak terdata secara masif itu kurang lebih ada 3000-an petani porang karena mereka merangkap petani padi dan jagung,” ujar Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalsel, Syamsir Rahman kepada bakabar.com, Selasa (24/8).
Sebagai pengingat, tanaman ini menarik perhatian setelah beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo melarang ekspor porang dalam bentuk umbi. Jokowi bahkan bertekad menjadikan tanaman porang sebagai komoditas ekspor andalan Indonesia.
Di Kalsel, ada alasan tersendiri mengapa petani kini memilih porang sebagai tanaman unggulan. Sebab, rata-rata tanah petani setelah pasca-banjir atau di saat pandemi ini kurang menghasilkan untuk tanaman pokok dan harganya turun.
“Karena porang ini ukurannya hanya beberapa bulan (panen) dan hasilnya cukup menjanjikan, jadi petani padi atau jagung yang merangkap porang tadi, memilih porang sebagai komoditi unggulan,” katanya.
Menariknya, dari 3000-an petani porang mayoritas mereka adalah warga usia produktif atau petani milenial.
“Perkiraan saya ada kurang lebih 3000-an petani dan yang lebih banyak petani porang itu adalah petani milenial, petani muda. Yang kedua tidak dari petani tapi dari masyarakat biasa usahanya mengalami seret kemudian ada pemutusan kerja dan dia melihat komoditi ini cukup menjanjikan sehingga dia berusaha porang,” jelasnya.
Sekarang, kata Syamsir, hampir semua petani di Kalsel kecuali Banjarmasin, membudidayakan porang.
“Orang di mana-mana di semua kabupaten di Kalsel kecuali Banjarmasin bertani porang. Di Banjarbaru juga ada porang,” katanya
Akan tetapi yang berhasil ekspor, baru dari Balangan. Pengiriman ekspor perdananya dipantau langsung Sekdaprov Kalsel, Bupati Balangan, dan Dinas terkait.
“Itu kira-kira beberapa bulan yang lewat melakukan ekspor perdana ke Jepang itu sebanyak 10 ton berupa chip artinya yang sudah racikan atau potongan kecil-kecil,” jelasnya lagi.
Adapun permintaan Jepang khusus Balangan itu sejumlah 100 ton, yang mana dikirim secara bertahap dalam waktu 5 bulan.
“Dalam waktu 5 bulan kita ada pangsa pasar tinggal menyiapkan komoditi bahannya dan kini sedang disiapkan oleh Kabupaten Balangan agar bisa terpenuhi kontrak ekspor tersebut,” ungkapnya.
Ke depan, pihaknya bertekad melakukan penjajakan selain ke Jepang. Sebab, negara lain seperti Cina, Jerman, dan Korea membuka lebar peluang ekspor porang dari Kalsel.
“Sebenarnya mereka (negara lain) siap tapi yang terdekat dan mudah untuk akses mudah kita kerja sama itu dengan Jepang,” ucapnya.
Akses termudah itu dalam artian komunikasi terkait harga dan pemilahan produk yang mudah.
“Tidak terlalu pemilahan yang ribet itu adalah Jepang dan Jepang juga sudah memantau ke sini, mereka sudah ngecek dan meraka setuju dengan porang kita,” lanjutnya.
Ke depan porang ini, kata Syamsir, selain harus dibudidayakan juga harus dimodifikasi.
“Kita tidak bisa mengirim secara cip-cip lagi tapi bisa kita bikin secara tepung dan di sini kita usahakan nanti disampaikan ke Pak Menteri Pertanian untuk pabrik tepung dari porang,” inginnya.
Itu, berkaca dari Jawa Timur yang dinilainya sukses memodifikasi porang sebagai beras.
“Kemudian dari Jawa Timur itu mereka sudah memodifnya dengan menjadikan beras porang, nah jadi beras porang itu ternyata lebih nyaman, aman dan enak,” tutupnya.
Benarkah bisnis porang saat ini cukup menggiurkan seperti yang dikatakan Syamsir? bakabar.com coba menguji pernyataan Syamsir ke Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Kalsel, Dwi Putera Kurniawan.
“Semua komoditi ekspor apalagi harganya tinggi pasti menggiurkan, dan porang salah satu komoditi baru yang berhasil masuk pasar ekspor. Provinsi Jawa Timur jadi pelopor porang sebagai produk pertanian yang bisa tembus pasar ekspor,” ujar Dwi.
Namun yang perlu digarisbawahi, kata Dwi, porang yang bisa tembus pasar ekspor hanya yang dibudidayakan secara ful organik. “Artinya menanam tanpa menggunakan bahan kimia,” ujarnya.
Kalsel, kata Dwi, identik dengan pertanian. Sederet produk pertaniannya sudah menyentuh pasar ekspor lantaran memiliki nilai jual beli. Seperti, lada, cengkeh, hingga vanili.
“Asal didata dan dilihat potensi serta edukasi yang tuntas mulai proses budidaya sampai pengolahan pasti akan mampu meningkatkan ekonomi petani, apalagi konsep pertanian yang dibangun merupakan pertanian agroekologi yang ramah lingkungan,” ujarnya.
Menurutnya, sudah saatnya Kalsel meninggalkan batu bara sebagai ikon sumber ekonomi daerah yang jelas-jelas berdampak buruk pada lingkungan hidup dan masa depan generasi mendatang.
“Saatnya tobat dan berubah bagi Provinsi Kalimantan Selatan di usianya yg sudah senja 71 tahun,” pungkasnya.
Seperti diketahui, porang adalah tanaman yang bermanfaat sebagai pangan dan bahan baku industri kosmetik dan obat-obatan. Menanamnya, dianjurkan untuk di lahan terbuka. Tidak ada rimbunan pohon karena akarnya sangat mengganggu perkembangan umbi.
Harga tanaman porang, seperti dilansir Kompas.com, dapat mencapai Rp 10.000 per kilogram. Bahkan keuntungan yang didapat dari budidaya porang mencapai puluhan juta hingga miliaran rupiah.
Cerita Anton
Anton, seorang petani tanaman porang di Balangan sukses panen 10 ton. Mulanya ia tidak mengetahui tanaman porang tumbuh di lahan kebun cabainya, kawasan Desa Buntu Karau, RT 01, Kecamatan Juai, Kabupaten Balangan.
Anton sempat bingung, sebab tadinya ia mengira hanya tumbuhan liar. Akan tetapi, ia terus merawatnya. Hingga berselang satu tahun, Anton kedatangan tamu, menanyakan tanaman porang.
Setelah diberitahukan ciri-ciri tanaman porang, Anton kemudian membawa orang itu menunjukkan tanaman hutan yang tumbuh di kebunnya itu.
"Waktu itu saya mendapatkan 50 kg dan dibeli dengan harga 3.500/kg, total yang kumpulkan 175.000," ujarnya saat ditemui bakabar.com, di kebunnya di Kecamatan Juai, Balangan, Sabtu (21/8).
Dirasa bernilai, Anton kemudian mulai menanamnya dalam jumlah banyak.
"Mulai lah saya belajar dari internet untuk apa saja kegunaan porang, bagimana cara menanam dan mempelajari siklus hidup tumbuhan porang," beber Anton.
Menurut Anton, caranya menanam porang cukup mudah. Yaitu hanya dengan menggali tanah dan menanam bibit umbi porang yang sudah bertunas.
Untuk jarak ideal 40 cm pertanaman. Menurutnya, jenis tanah yang bagus adalah berwarna hitam dan agak lembab tetapi tidak basah.
Anton menjelaskan masa panen Porang paling cepat satu musim yaitu 9 bulan. Umbi Porang bisa berukuran 3-4 kg besarnya.
Jika dipanen 2 musim atau maksimal 3 musim, maka umbi porang bisa berukuran 9-12 kg.
"Harga umbi porang sebelum dibentuk cip saya jual Rp9000 per kg. Untuk harga porang yang sudah dibentuk cip lalu diekspor saya tidak mengetahui," bebernya.
Anton mengaku ketika panen perdana, sempat menghasilkan 10 ton. Dengan jumlah tersebut ia mengaku mendapatkan uang hingga Rp90 juta.
Terpisah, Ketua Asosiasi Petani Porang se Kalimantan Selatan, Joni Sulistianto menerangkan, peran pemerintah Balangan tahun 2020-2021 terhadap petani Porang sangat membantu.
"Balitbangda tiap tahunnya memberikan alat kepada kelompok petani porang, Dinas Ketahanan Pangan juga memberikan bibit porang kepada kelompok petani porang," ujarnya saat berada di kebun Anton.
Di samping itu, lanjut dia, Dinas pertanian tahun 2021 telah menganggarkan program budidaya Porang. "Dan terakhir pemerintah mendorong pihak perbankan khususnya BNI untuk memberikan kredit usaha rakyat yang bayarnya 2 tahun atau setelah panen," beber Joni.
Joni juga mejelaskan program perbankan tersebut hanya ada di Kabupaten Balangan, untuk Kalimantan Selatan. "Nasional-nya hanya ada di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan," pungkasnya.
Berbekal hal itu, tanaman Porang Balangan kini turut menyumbang ekspor Kalsel ke Jepang. Maret 2021 lalu eskpor porang dilepas secara simbolis di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin. Ekspor tersebut sebanyak 10 ton dari total permintaan sebanyak 100 ton, yang harus dipenuhi dalam waktu lima bulan.
Anton Petani Porang Balangan Sukses Panen 10 Ton, Sumbang Ekspor Kalsel ke Jepang