bakabar.com, BANJARMASIN – Muslim bernasib malang. Ia baru saja divonis 2,6 tahun hukuman penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri PN Tipikor Banjarmasin hari ini, Senin (4/1).
Muslim adalah mantan Kepala Desa Binjai Pemangkih Kecamatan Labuan Amas Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Ia dinyatakan bersalah oleh majelis hakim atas kasus korupsi dana desa pada 2017 lalu.
Muslim dianggap tak bisa mempertanggungjawabkan penggunaan dana desa sebesar Rp215.325.000 yang telah digunakannya.
Sidang putusan ini digelar di PN Tipikor Banjarmasin tadi siang. Sidang yang dipimpin Sutisna Sawasti selaku hakim ketua ini digelar secara virtual.
Dalam pembacaan vonis tersebut. Majelis Hakim memutuskan hukuman Muslim sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Kasi Pidsus Kejari HST, Sahidanoor.
Hakim sependapat dengan JPU jika terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 3 UU RI jo pasal 18 No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, seperti pada dakwaan subsidair.
Kalau pun ada mengurangi hanya pada bagian subdider denda. Dalam nota putusannya, majelis hakim mendenda terdakwa sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sementara diketahui jaksa pada tuntutan mendenda terdakwa sebesar Rp50 juta subsider selama 6 bulan.
Sedangkan uang pengganti sebesar Rp215.325.000, vonis majelis hakim bila tidak dibayar maka kurungannya bertambah 1 tahun, sedangkan JPU kurungannya menetapkan selama 15 bulan.
Atas putusan tersebut terdakwa melalui penasihat hukumnya masih menyatakan pikir-pikir
Diketahui terdakwa Muslim duduk di kursi terdakwa, karena tidak dapat mempertanggungjawabkan dana desa dengan besaran mencapai Rp215.325.000.- yang merupakan unsur kerugian negara.
Pada dakwaan yang disampaikan JPU Sahidanoor tersebut terdakwa tidak bisa mempertanggungjawabkan keuangan yang dikelolanya sejak tahun 2017.
Bahwa terdakwa melakukan penarikan uang di rekening kas desa tanpa sepengetahuan sekretaris dan bendahara.
Penarikan sebesar Rp215.325.000 dilakukannya terdakwa dengan cara membuat 20 dokumen penarikan dana yang didukung Surat Permintaan Pembayaran (SPP) atas kegiatan yang tidak dianggarkan dan kegiatan fiktif yang sebenarnya tidak dilaksanakan di tahun 2017.
Bahwa dalam pembuatan 20 SPP tersebut terdakwa membuatnya melalui komputer kantor desa yang di dalamnya terdapat file pembuatan SPP dari tahun sebelumnya.
Kemudian seluruh tandatangan yang terdapat di SPP tersebut ditandatangani sendiri oleh terdakwa tanpa sepengetahuan saksi Syahruli (sekretaris desa) dan Abdul Kadir (bendahara desa).
Hasil uang pencairan ke-20 SPP tersebut terdakwa pergunakan untuk bayar utang, menebus rumah yang digadaikan, membayar utang upah tukang rumah, dan untuk keperluan pribadi lainnya.
Masih dalam ruang sidang dan majelis serta JPU yang sama, dalam perkara korupsi dana desa ini juga terdapat dua terdakwa lainnya yakni Aspandi yang dituntut 2 tahun dan 6 bulan denda Rp50 juta subsidair 6 bulan serta harus membayar uang pengganti sebesar Rp189 juta lebih bila tidak dapat membayar maka kurungannya bertambah 15 bulan.
Sementara terdakwa M Aidi Noor dituntut lebih ringan yakni 2 tahun penjara, serta denda Rp50 juta subsidair 6 bulan dan membayar uang pengganti sebesar Rp41 juta lebih dan bila tidak dapat membayar kurungan bertambah selama 1 tahun. Keduanya juga sama melanggar pasal seperti pada terdakwa Muslim. Kini keduanya masih dalam proses persidangan.