bakabar.com, BANJARMASIN – Pengamat lingkungan hidup, Drs Hamdi membeberkan biang kerok banjir yang melanda Kalimantan Selatan, sepekan belakangan.
Data yang dihimpun bakabar.com, lebih setengah dari 13 kabupaten/kota di Kalsel terendam banjir.
Bahkan, Kota Banjarmasin yang notabene tak pernah terdampak banjir dalam beberapa dekade belakang, di tahun ini juga harus ikut merasakan dampak dari luapan Sungai Martapura.
Menurut Hamdi, faktor penyebab banjir terjadi daripada akumulatif beberapa sebab.
Faktor utama penyebab banjir di Kalsel, tentunya tak bisa dijauhkan dari masalah degradasi lingkungan yang semakin kompleks.
“Hutan kita sudah sangat-sangat berkurang. Kebanyakan menjadi lahan terbuka akibat aktivitas illegal logging [pembalakan liar] dan perubahan fungsi menjadi kawasan tambang,” katanya.
Kemudian, eks kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin itu menyinggung lahan gambut.
“Sekilas kita bisa lihat beberapa lahan gambut di Batola, Tapin dan HSS jadi kebun sawit,” ujarnya.
Banyaknya lahan gambut yang sudah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit, menurutnya memperparah permasalahan banjir di Bumi Lambung Mangkurat.
“Memang banjir juga tidak bisa dijauhkan dari faktor cuaca, tapi seandainya hutan kita bagus dan gambut kita terpelihara maka pohon dan lahan gambut tadi dapat menyerap air hujan dengan baik,” katanya.
Selanjutnya Hamdi menyebut tingginya pembangunan juga menjadi faktor yang diduga membuat banjir semakin parah.
“Banyaknya lahan-lahan kita diuruk, misalnya di wilayah kabupaten Banjar, seperti kecamatan Kertak Hanyar, kecamatan Gambut dan wilayah Kota Banjarmasin ini juga berdampak terhadap meluasnya genangan,” katanya.
“Sungai-sungai kita juga tidak terpelihara dengan baik sehingga daya tampungnya semakin menurun,” tambahnya.
Lalu, ia juga menyinggung soal pembangunan jalan bebas hambatan dari Banjarbaru ke Batulicin, yang mana pembangunan tersebut mengakibatkan puluhan kilometer hutan lindung di Kalsel terbabat.
“Tentu berpengaruh, karena menyebabkan terputusnya aliran air,” katanya.
Jokowi Telepon Gubernur Soal Banjir Kalsel, Gak Kebalik Pak?
Agar tak menjadi bom waktu, Hamdi berharap pemerintah segera berbenah diri untuk menanggulangi persoalan banjir di Kalsel.
“Tinjau ulang masalah izin-izin tambang dan kebun sawit, moratorium izin tambang dan kebun sawit. Lakukan penghijauan dengan baik terhadap lahan-lahan kritis. Sekali lagi tidak sekadar menanam tapi dipelihara sehingga bisa tumbuh dengan baik. untuk daerah rawa wajibkan bangunan dengan sistem panggung. Rawat dan pelihara sungai kita dan rawa kita,” katanya.
Update BPNB terbaru, banjir menyebabkan 112.709 warga di Kalsel mengungsi.
Sebanyak 27.111 rumah warga di delapan dari 13 daerah di Kalsel terendam banjir. Terparah di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dan Kabupaten Banjar.
Bahkan, di Kabupaten HST, Banjarbaru, Banjar, dan Tanah Laut, banjir telah merenggut lebih dari 5 nyawa warga. Terbaru, sesosok mayat kembali ditemukan di Kampung Melayu Ilir, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Minggu (17/1) pagi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalsel, Hanifah Dwi Nirwana belum bisa menjawab gamblang pertanyaan media ini terkait ada luasan lahan gambut yang telah beralihfungsi.
“Maaf belum bisa melayani informasi. Ini kami masih sibuk di dapur dinas untuk membantu korban banjir,” ujarnya.
Hanifah, melalui keterangan tertulisnya, mengatakan ekosistem gambut memegang peranan penting terhadap perubahan iklim.
“Dan ini memerlukan perangkat yang kuat dalam pemanfaatan dan perlindungannya,” ujarnya.
Berdasarkan fungsi ekosistem yang telah ditetapkan pada Kepmen LHK 130 Tahun 2017, kata dia, ekosistem gambut Provinsi Kalimantan Selatan terdiri atas empat fungsi.
Yakni, fungsi lindung sekitar 79.147 hektare (77%), fungsi budidaya sekitar 23.756 hektare (27%), fungsi lindung sekitar 75.837 hektare (32%), dan fungsi budidaya 159.734 hektare (68%).
“Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035 dinyatakan bahwa adanya kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air dengan luas total 521.316 hektare,” ujarnya.
Sebelumnya, Walhi Kalsel juga blakblakan soal biang kerok banjir yang menerjang Kalimantan Selatan sepekan belakangan.
“Selain karena cuaca ekstrem, banjir tak lepas akibat degradasi lingkungan, banjir tahun ini lebih parah dari banjir tahun lalu,” jelas Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono kepada bakabar.com.
Dari laporan Walhi, Kalsel memiliki 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batu bara.
Sebagian lubang berstatus aktif, dan sebagian lagi telah ditinggalkan tanpa reklamasi.
Dari 3,7 juta hektare total luas lahan di Kalsel, nyaris 50 persen di antaranya sudah dikuasai oleh perizinan tambang dan kelapa sawit.
Rusaknya ekosistem alami di daerah hulu yang berfungsi sebagai area tangkapan air atau catchment areamenyebabkan kelebihan air di daerah hilir yang berujung pada banjir.
“Dan ini sudah sering saya sampaikan bahwa Kalsel ini darurat ruang dan darurat bencana ekologis,” ujar Kis.
Lantas apa solusi dari Walhi?
Serupa dengan tahun sebelumnya, Pemerintah Provinsi Kalsel, kata Kis, mesti menindaklanjuti temuan tutupan lahan. Termasuk daerah aliran sungai yang sudah rusak dan kritis.
“Tanggap bencana, sebelum, pada saat dan pascabencana. Review perizinan dan jangan menambah izin baru untuk tambang dan perkebunan monokultur skala besar (Sawit, HTI, HPH),” terangnya.
Banjir diduga akibat krisis ekologis Kalsel sambungnya tidak lepas pula dari konflik lahan.
Walhi meminta penegakan hukum bagi pelaku kejahatan lingkungan terutama terhadap korporasi nakal terus digalakkan.
“Inventarisasi lahan dan DAS yang kritis agar segera dilakukan pemulihan yang terarah dan terukur dari hulu sampai hilir,” ujarnya.
“Juga pastikan tidak ada perusahaan nakal yang memanfaatkan banjir ini untuk membuang limbah.”
Rekomendasi lain, yakni me-review kembali Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang pemerintah juga memastikan keselamatan rakyat dan lingkungan hidup.
"Kami mendesak pemerintah pusat dan daerah membentuk Komisi Khusus Kejahatan Tambang, dan Pengadilan Lingkungan," tegasnya.
Kemudian, segera melakukan audit lingkungan dan mencabut izin-izin tambang yang nakal, maupun izin tambang yang masih belum beroperasi.
Terakhir, Walhi meminta agar jangan jadikan bencana di Kalsel sebagai proyek semata. “Tapi sebagai cambuk untuk peduli terhadap lingkungan dan keselamatan rakyat,” pungkas Kis.