Nasional

Berkonotasi Negatif, Psikolog Banjarmasin Soroti Istilah ‘Gelay’ hingga ‘Rebahan’

apahabar.com, BANJARMASIN – Belakangan ini, linimasa media sosial sering dipenuhi istilah baru, dari gelay, hingga mager….

Featured-Image
Psikolog Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin, Shanty Komalasari. Foto: Antara

bakabar.com, BANJARMASIN – Belakangan ini, linimasa media sosial sering dipenuhi istilah baru, dari gelay, hingga mager.

Istilah anak zaman now tersebut rupanya memiliki beragam arti. Gelay, misalnya menjadi populer setelah diucapkan oleh penyanyi Nissa Sabyan.

Dalam salah satu video amatir, Nissa kala itu baru saja datang untuk berkumpul dengan grup Sabyan Gambus.

Dalam video, seperti dilansir Grid.id, Nissa berkata “Assalamualaikum kalian nungguin aku enggak?”

Lalu ada seseorang yang menyenggolnya, sontak Nissa berkata, “Gak mau gak suka gelay

Secara istilah arti kata gelay adalah geli. Sementara, mager merupakan kependekan dari malas gerak.

Maraknya penggunaan istilah gaul itu mengundang sorotan Psikolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Kalimantan Selatan Shanty Komalasari.

“Seperti istilah generasi rebahan, mager, gelay atau istilah lainnya itu berkonotasi negatif, justru akan membahayakan diri sendiri,” kata Shanty, Rabu (10/3).

Menurut dia, istilah-istilah yang menjadi tren diucapkan kalangan generasi muda dan milenial itu akan semakin terinternalisasi ke dalam diri saat seseorang menyatakan bahwa dia seperti istilah yang disebutkan.

Hal itu bisa jadi memicu perilaku negatif dan mudah berpikir negatif tentang diri sendiri maupun orang lain, bahkan lingkungan atau situasi.

Shanty mengutarakan pandemi Covid-19 bukan menjadi halangan apalagi alasan untuk bermalas-malasan hingga putus asa.

“Generasi yang mengalami masa pandemi hendaknya menjadi generasi tangguh dan kuat karena telah mampu menghadapi berbagai keterbatasan dan kesulitan,” ujarnya.

Termasuk dalam kaitan persaingan dunia kerja di tengah pandemi, jebolan Magister Profesi Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini menyarankan sebagai individu setiap orang perlu terus belajar dan mengasah potensi diri agar kompetensi yang dimiliki dapat ditingkatkan.

“Para calon tenaga kerja atau ‘fresh graduate’ dari perguruan tinggi yang berkonsultasi biasanya saya arahkan untuk mengupayakan meningkatkan skill dalam bekerja,” kata sekretaris Himpunan Psikologi Indonesia Kalimantan Selatan itu.

Di tengah pandemi, tambah dia, banyak tawaran untuk kegiatan seminar, lokakarya, maupun pelatihan secara daring dengan berbagai tawaran menarik mulai berbayar maupun gratis.

Oleh karena itu, menurut dia, para pencari kerja perlu memiliki kesadaran diri yang tinggi agar potensi dirinya terus terasah. Hal ini akan menjadi daya tarik tersendiri sebagai daya tawar.

“Yang terpenting kita bisa menikmati pekerjaan dan terus menjaga kesehatan mental, sehingga performa jangan sampai menurun apalagi hilangnya minat untuk bekerja. Untuk itulah, pentingnya menumbuhkan rasa optimisme untuk bisa maju tanpa menyalahkan kondisi misalnya pandemi Covid-19,” kata pemilik Konsultan Psikologi, Synergy Consultant Indonesia dan LPT Global itu.



Komentar
Banner
Banner