bakabar.com, BANJARMASIN – Perkara kasus ‘ratu’ arisan bodong Banjarmasin Rizki Amilia alias Ame memasuki babak baru.
Berkas perkaranya penyelidikannya sudah ditangani pihak Kejaksaan Negeri Banjarmasin dan telah dinyatakan lengkap alias P21.
Artinya dengan kata lain, sudah hampir bisa dipastikan Ame selaku tersangka dalam kasus ini bakal segera disidang. Jadwalnya usai lebaran nanti.
“Usai lebaran kami limpahkan ke Pengadilan Negeri Banjarmasin,” ujar Kepala Subseksi Penuntut Pidana Umum Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Radityo Wisnu Aji, Rabu (27/4).
Penyidik Polresta Banjarmasin rupanya telah menyerahkan berkas penyelidikan kasus penipuan arisan online itu ke kejaksaan pada 21 April lalu.
Lengkap beserta tersangka dan barang bukti yang telah disita. Sebut saja rumah di Jalan Pramuka, uang tunai, alat elektronik, hingga barang branded berharga lainnya.
“Rumah taksiran Rp550 juta. Sedang uang Rp90 juta hasil pengambilan rekanan bisnis tersangka,” jelas Aji.
Berkas perkara yang diserahkan penyidik Polresta Banjarmasin dan telah dinyatakan lengkap itu merupakan berkas tahap pertama.
Di mana dari laporannya ada tujuh orang yang menjadi korban dengan total kerugian sekitar Rp650 juta.
“Untuk korban lain nanti akan menyusul di berkas perkara selanjutnya. Di polresta ada dua, satu lengkap ini, dan satu masih berjalan. Dua lagi di polda,” ujarnya.
Aji yang juga selaku Jaksa Penuntut Umum di Perkara ini memastikan bahwa Ame dikenakan pasal berlapis.
Selai pasal di KUHP tentang penipuan, dia juga dijerat pasal penggelapan karena telah diduga menilap duit korbanya miliaran rupiah.
Belum cukup Ame tak luput dari jeratan Undang-Undang ITE. “Karena arisan itu ditawarkan melalui medsos,” bebernya.
Selain itu, Aji memastikan bahwa arisan online itu memang benar-benar fiktif alias bodong.
“Jadi tersangka hanya menawarkan ke korban, tapi tidak ada sistem arisan yang dibuat. Dan itu sudah diakui tersangka,” jelas Aji.
Korban Tak Mudah Minta Ganti Rugi
Tak sedikit orang yang korban arisan bodong oleh Ame. Totalnya mencapai 300 lebih. Dihitung-hitung kerugian para korban hampir mencapai Rp9 miliar.
Sejatinya para korban tentu berharap duit mereka dapat dikembalikan usai Ame tertangkap. Tapi ternyata tak semudah itu.
Belakangan harapan para korban untuk mendapat ganti rugi kian tipis. Nominal barang berharga yang disita polisi tak sebanding dengan total kerugian miliaran rupiah.
Tercatat, yang dapat disita dari Ame hanya rumah seharga Rp550, uang Rp90, dan beberapa barang berharga lain miliknya.
“Melihat dari apa uang disita oleh penyidik. Sementara ini kemungkinan belum cukup untuk mengembalikan seluruh kerugian korban,” kata Aji.
Para korban saat ini tinggal berdoa agar penyidik dapat terus menelusuri aset-aset berharga milik Ame yang masih belum terungkap.
“Semuanya tergantung usaha dari penyidik untuk menelusuri aset-aset tersangka. Kalau masih ada aset nantinya bisa disita untuk dikembalikan ke korban,” harapnya.
Selain itu, rupanya untuk mendapat ganti rugi dari barang sitaan itu ternyata bukan perihal yang gampang. Dalam KUHP ada mekanisme yang mengaturnya.
Lantas bagaimana cara untuk mendapat ganti rugi? Aji menjelaskan, di antaranya dengan cara gugatan ganti dari para korban.
“Itu nanti digabung dengan pidananya” jelasnya.
Kemudian cara lain dengan Restitusi tindak pidana. Ini lebih ribet lagi. Para korban harus membentuk suatu perkumpulan.
Datanya harus terperinci dan valid. Para korban harus didata dengan baik untuk menghindari adanya orang yang mengaku-ngaku jadi korban.
“Karena tidak menutup kemungkinan ada yang mengaku-ngaku korban. Itu harus diverifikasi secara benar-benar,” imbuhnya.
Tak hanya sampai di situ, data itu kemudian harus ditetapkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK di Jakarta untuk mendapatkan SK perkumpulan para korban.
“Baru gugatan restitusi digabung dengan tuntutan pidana. Barang bukti yang disita itu baru bisa diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian korban,” pungkasnya.