bakabar.com, MARTAPURA – Sengketa hasil Pilgub Kalsel 2020 kembali memanas setelah beredarnya transkrip rekaman percakapan telepon Anggota KPU Banjar, Abdul Karim Omar dengan Ketua DPRD Banjar, Muhammad Rofiqi.
Isi percakapannya menyinggung adanya dugaan penggelembungan suara di Kabupaten Banjar. Termasuk dugaan panitia pemilihan kecamatan (PPK) yang terindikasi menerima uang. Selaku pemohon, Denny Indrayana-Difri Darjat (H2D) menyuguhkan isi transkrip tersebut sebagai bukti dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Senin 22 Februari 2021.
Termasuk, surat pernyataan dugaan manipulasi suara yang disebut-sebut ditandatangani Komisioner KPU Banjar, Abdul Muthalib alias Aziz. Anggota Bawaslu Banjar, M Syahrial Fitri mengaku cukup kaget atas bukti yang disodorkan H2D dalam persidangan.
Kordiv Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Banjar, M Syahrial Fitri. Foto-bakabar.com/Hendralianor
"Baru tahu (bukti rekaman) hari Sabtu kemarin. Cukup terkejut," ujar Syahrial, Koordinator Divisi (Kordiv) Penindakan Pelanggaran Bawaslu Banjar kepada bakabar.com, Senin (1/3).
Meski demikian, bukti rekaman tersebut tidak dibunyikan dalam persidangan di MK dengan agenda pembuktian itu.
"Hari Sabtu, kami baru mengetahuinya setelah beredar luas. Kalau kita kaitkan dengan fakta persidangan (yang disampaikan Karim Omar), agak berbeda dengan bukti rekaman," jelasnya.
Syahrial berterus terang dalam sidang pembuktian kemarin banyak terjadi kejutan termasuk soal rekaman telepon tersebut.
Pihaknya sempat berekspektasi bahwa isu yang akan jadi sorotan dalam persidangan terkait persoalan di Tapin.
"Ternyata itu tidak dibahas. Justru banyak di Kabupaten Banjar, seperti surat pernyataan, rekaman suara, dan 20 kotak suara," tuturnya.
"Dalam pelaksaan pengawasan yang kami lakukan, kami memang tidak mengetahui informasi yang mengemuka di sidang MK," sambung Syahrial.
Lebih lanjut Syahrial menjelaskan saat ini pihaknya terus berkoordinasi dengan Bawaslu Kalsel untuk menindaklanjutinya.
"Pak Fajeri (Ketua Bawaslu Banjar masih) bertemu langsung hari ini dengan Bu Irna Kasypiah (Ketua Bawaslu Kalsel). Hasil dari itu akan kita rapatkan di Bawaslu Banjar. Rencananya rapat hari ini," katanya.
Saat ini, ungkap Syahrial, pihaknya belum berani menyimpulkan terkait jenis pelanggaran apa sebelum ada kesimpulan rapat.
"Beberapa informasi yang viral itu kami jadikan sebagai informasi awal, dan dilanjutkan dengan penelusuran," tegasnya.
Selain itu, Syahrial juga tidak menutup kemungkinan adanya laporan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan kepada Bawaslu Banjar atau Bawaslu Kalsel.
"Seperti misalnya adanya dugaan pelanggaran pidana atau kode etik," tutupnya.
Ketua KPU Banjar Muhaimin saat didatangi ke Kantor KPU Banjar tidak berada di tempat. Termasuk dua anggotanya, Abdul Karim Omar dan Abdul Muthalib.
Sebelumnya, adanya sederet bukti tersebut turut mengundang perhatian Bawaslu Kalsel. "Rekamannya sudah kami dapat. Sedang dilakukan proses penelusuran. Kami akan rapatkan terkait penanganannya nanti. Apakah di Bawaslu Banjar atau Provinsi," ujar Komisioner Bawaslu Kalsel Azhar Ridhanie kepada bakabar.com, Minggu (28/2).
Kemungkinan besar, kata dia, karena dari informasi awal dugaan pelanggaran tersebut terjadi di Kabupaten Banjar, sehingga kemungkinan Bawaslu setempatlah yang akan menanganinya.
"Karena kemudian juga lembaganya anggota KPU kemungkinan nanti Bawaslu Kabupaten Banjar, melakukan penelusuran," katanya.
Surat pernyataan dan salinan rekaman percakapan telepon itu dijadikan sebagai informasi awal untuk memastikan adanya dugaan pelanggaran.
"Apakah kemudian diketahui atas rekaman tersebut setidaknya adanya pelanggaran atau tidak. Itu nanti ditentukan rapat pleno Bawaslu Banjar," terangnya.
Penelusuran dilakukan untuk menguatkan bukti-bukti yang didapat Bawaslu untuk selanjutnya apakah cukup dijadikan temuan pelanggaran.
"Peristiwa ini kapan terjadi. Kita tidak tahu kan atas peristiwa ini. Apakah Pileg [Pemilihan Legislatif] atau Pilgub. Makanya kita memastikan dulu," ucapnya.
"Kalau Pileg kan sudah kedaluwarsa. Kami tak bisa menindaklanjutinya. Tapi kalau pemilihan kepala daerah, yang kemudian dapat ditindaklanjuti," lanjut Aldo.
Nantinya, jika bukti-bukti tersebut sudah dinyatakan kuat sebagai temuan dugaan pelanggaran, maka Bawaslu akan memplenokannya sebagai temuan.
"Kami punya waktu tujuh hari sejak diketahui ditemukannya," jelasnya.
Jika telah dinyatakan sebagai temuan, pihaknya akan memanggil Abdul Mutalib, dan Abdul Karim Omar guna klarifikasi. Termasuk Komisioner KPU Banjar yang lainnya.
"Untuk sementara dua orang. Tapi kan sebagai pihak-pihak terkait terhadap informasi tersebut ya kita panggil juga," imbuh Aldo.
Lantas apa sanksinya jika terbukti melanggar?
Aldo bilang tergantung bentuk pelanggaran yang dilakukan. Apakah bersifat pelanggaran administratif, kode etik, atau bahkan tindak pidana pemilihan.
"Nanti kita lihat di ketentuan pidananya apakah ada ketentuan pidana terkait dengan misalnya pemalsuan dokumen, isi surat pernyataan, tanda tangan, atau terkait rekaman itu benar tidak. Ini yang dipastikan dulu," bebernya.
Abdul Mutalib sendiri telah membantah bahwa dirinya terlibat praktik dugaan penggelembungan suara seperti yang dimaksud pemohon.
"Saya tidak tahu surat pernyataan itu karena saya tidak pernah membikin surat pernyataan yang dimaksud saksi pemohon," ujar Muthalib kepada bakabar.com, Rabu (24/2) lalu.
Namun bakabar.com hingga kini belum juga berhasil menghubungi Abdul Karim. Pun, dengan Ketua KPU Kalsel, Sarmuji.
Salinan percakapan menyangkut dugaan kecurangan di Pilgub Kalsel mendadak viral sejak kemarin.
bakabar.com mendapatkan salinan rekaman tersebut dari seseorang yang meyakini adanya kecurangan di Pilgub Kalsel 2020.
Terungkap adanya dugaan PPK menerima masing-masing Rp10 juta dari sesosok orang yang disebut sebagai 'operator'.
Usai mendengarkan rekaman tersebut, bakabar.com lantas mengonfirmasi Rofiqi, sosok yang disebut-sebut berada di balik rekaman tersebut. Rofiqi ialah ketua DPRD Banjar.
Dalam rekaman, Rofiqi menanyakan kabar mengenai PPK yang menerima duit dari 'operator' ke 'Habib', sosok yang belakangan diduga adalah Abdul Karim Omar, anggota KPU Banjar.
Dari sana diketahui bahwa rekaman itu ialah transkrip yang dijadikan senjata Denny Indrayana selaku pemohon dalam sidang pembuktian sengketa hasil Pilgub Kalsel 2020, Senin 22 Februari kemarin.
Denny sendiri mengendus beragam praktik kecurangan dalam kontestasi yang dimenangkan oleh paslon Sahbirin Noor dan Muhidin (BirinMu) tersebut, salah satunya hal penggelembungan suara.
Dalam sidang itu, Denny sempat bertanya kepada Karim, apakah Karim pernah meminta dan mengembalikan uang kepada saksi salah satu PPK di Sungai Pinang bernama Doni.
"Coba anda ceritakan terkait uang yang diserahkan kepada saudara Doni," cecar Denny dalam persidangan.
"Itu saya tidak mengetahuinya," jawab Karim secara virtual mengikuti persidangan.
Karim mengaku mendapat informasi dugaan PPK menerima uang dari surat kaleng via pesan WA. Namun jumlahnya Karim mengaku lupa.
"Saya sudah mengklarifikasi kepada PPK saya, dan mereka tidak melakukannya sama sekali," sambung Karim.
"Selain di Sungai Pinang, dalam surat kaleng itu ada kecamatan lain tidak, yang disebut menerima uang," tanya Denny.
"Saya tidak ingat. Yang ingat itu Sungai Pinang," jawab Karim.
"Terkait adanya uang-uang yang diberikan kepada PPK di Kabupaten Banjar, saudara saksi (Karim) kan pernah menyampaikan kepada DPRD Kabupaten Banjar, Rofiqi" lontar Denny lagi.
POPULER KALSEL SEPEKAN: Panasnya Sidang MK, Penangkapan Pedofil Tapin, hingga Kisruh Elpiji Langka
"Beliau menanyakan kepada saya," jawab Karim singkat.
"Iya, apa jawaban saudara setelah ditanyakan saudara Rofiqi," sahut Denny.
"Saya jawab, memang sudah saya klarifikasi dan hasilnya tidak ada," kata Karim.
Tak lama usai beberapa kali melontarkan pertanyaan memperjelas, Denny meminta izin kepada hakim MK untuk menampilkan bukti rekaman percakapan via sambungan telepon antara Rofiqi dengan Karim Omar.
Ternyata hasil percakapannya cukup bertolak belakang dengan apa yang dijelaskan Karim dalam persidangan.
Lantas apa kata Rofiqi? Kader Gerindra itu memang membenarkan bahwa percakapan tersebut adalah dirinya dengan Abdul Karim Omar, salah satu Komisioner KPU Banjar. Namun Rofiqi lupa tanggal berapa rekaman diambil.
"Saya hanya mengklarifikasi adanya informasi dari surat kaleng tersebut," kata Rofiqi via seluler, Sabtu (27/2).
Disinggung adanya istilah operator, tikus, dan istana terbakar. Rofiqi enggan membeberkannya.
"Saya itu tahu sendiri kan, orangnya suka bercanda. Silakan tafsirkan sendiri," tutup Rofiqi.
Adapun Abdul Karim Omar hingga berita ini diturunkan belum menjawab upaya konfirmasi yang dilayangkan bakabar.com.
bakabar.com lantas menghubungi pihak H2D. Koordinator Divisi Hukum, Jurkani sejurus kemudian mengirimkan rekaman serupa.
Jurkani menduga uang tersebut sebagai duit pelicin guna memanipulasi perolehan suara di enam kecamatan di Kabupaten Banjar.
"Sosok operator ini [diduga] berasal dari penyelenggara," ujar Jurkani dihubungi via seluler, Sabtu (27/2).
Namun saat ditanya siapa sosok 'operator' dimaksud, Jurkani tak menyebutkannya gamblang.
Lantas, mengapa rekaman tersebut tidak diperdengarkan pemohon dalam sidang pembuktian? Jurkani bilang durasi waktu jadi pertimbangan hakim.
"Tapi sesaat setelah sidang rekaman itu akhirnya dibunyikan. Dengan yang bersangkutan mengakui. Semoga ini menjadi penilaian tersendiri bagi hakim," jelas Jurkani.
Transkrip tersebut, menurut Jurkani, berkelindan erat dengan upaya menaikkan suara paslon BirinMu sebanyak 5 ribu suara, dan menurunkan 5 ribu suara H2D di 6 kecamatan Kabupaten Banjar.
Sesuai data KPU, H2D kalah telak 68 ribu lebih suara dari BirinMu di Banjar, kabupaten dengan jumlah pemilih terbanyak kedua di Kalsel.
Sebagai informasi, jumlah pemilih untuk Pilgub Kalsel tahun lalu adalah 2.793.822 yang sebanyak 389.993 di antaranya berasal dari Kabupaten Banjar.
Secara keseluruhan, BirinMu meraih 851.822 suara unggul tipis atas H2D yang meraih 843.695 suara. Selisih perolehan suara keduanya terpaut tipis 8.127 suara.