Kalsel

Bencana di Kalsel, Walhi: Bukti Tata Ruang Amburadul

apahabar.com, BANJARBARU – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan melihat bencana yang melanda daerah ini erat…

Featured-Image
Salah satu lubang tambang di Kalsel. Foto-Walhi Kalsel

bakabar.com, BANJARBARU - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan melihat bencana yang melanda daerah ini erat kaitannya dengan amburadulnya tata ruang.

Melihat pola ruang Perda nomor 9 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalsel 2015-2035, Walhi menemukan, pemerintah masih belum begitu serius untuk menjadikan alat pengendalian pemanfaatan ruang.

Hal ini ditunjukkan dengan masih ada izin konsesi yang diberikan selama 2015-2020 di kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Dari hasil overlay izin konsesi mineral dan batubara pada pola ruang di Kalsel selama periode 2015 hingga 2020, menunjukkan ada sekitar 36.450 hektar di kawasan lindung dan seluas 233.220 hektar di kawasan budidaya, dan adanya lahan terbuka pertambangan minerba di luar batas konsesi yang diberikan.
Selain itu juga sepanjang periode 2015-2020, penerbitan izin untuk minerba oleh pemerintah pusat dan daerah yang tidak sesuai dengan pola ruang dalam lampiran perda nomor 9 tahun 2015.

“Sehingga momentum revisi RTRWP Kalsel telah dimulai sejak awal tahun 2020 saat ini, seharusnya akan mampu menjadi upaya tindakan corrective action dan melakukan penegakan hukum terhadap pemanfaatan lahan untuk industri ekstraktif di Kalsel yang tidak sesuai dengan pola ruang yang ada selama ini,” ujar Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono pada apahahabar.com, Senin (1/3).

Penataan ruang, kata dia, seharusnya dapat menjadi salah satu upaya dalam pencegahan dan pengurangan terhadap dampak kerugian dan kerusakan terhadap bencana ekologis.
Banjir yang menghantam Kalsel pada awal tahun 2021 lalu dapat dimaknai sebagai tuntutan agar Pemerintah lebih serius terhadap penataan ruang ke depan dalam konteks revisi RTRWP sebagai jawaban atas tujuan dari penataan ruang.

Adapun gugatan Walhi terhadap industri ekstraktif yang telah menang di tingkat MA ini memperkuat fakta bahwa tata ruang di Kalsel cenderung serampangan.
Hal itu bisa dilihat dari terbitnya konsesi izin sumber daya alam masih bertentangan dengan keinginan rakyat untuk adanya produk tata ruang yang berkeadilan dan menjamin lingkungan hidup yang baik.

Disebutkannya, pemerintah harus segera berbenah dan tegas terhadap kejahatan mafia tambang.

"Pemerintah harus segera mengeksekusi putusan PK MA yang memenangkan Walhi dalam gugatan. SK Operasi Produksi tersebut harus segera dicabut bahkan evaluasi lagi PKP2B nya, Jangan sampai masyarakat menilai Pemerintah hari ini sedang melakukan pembangkangan terhadap hukum di negara ini," tegasnya.

Selain itu, disamping peliknya persoalan tata ruang, ada juga ancaman dari UU nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan metode Omnibus Law. Kisworo menyebut undang-undang ini telah menerabas regulasi pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.

“Jika disandingkan dengan UU nomor 4 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka sempurna penghancuran tata ruang dan lingkungan hidup dengan cara yang struktural,” ketusnya.

Sementara, Koordinator Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) Kalsel, Gusti Nordin Iman mengatakan, disahkannnya Omnibus Law akan memberi peluang penguasaan ruang sebesar-besarnya kepada korporasi ekstraktif.
Sehingga pemerintah terkesan abai dalam perbaikan tata kelola ruang yang berkeadilan untuk rakyatnya.

Sisi lain data informasi geospasial yang dibuat masyarakat secara partisipatif untuk menunjukkan keberadaan pengelolaan atas ruang hidup mereka juga tidak pernah dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah.
"Lemahnya penegakan Hukum (Law Enforcement) dan kontrol oleh pemerintah terhadap pelanggaran atau penyimpangan di bidang pertambangan, kehutanan dan perkebunan juga jadi bagian faktor penyebab mempercepat laju kerusakan lingkungan hidup di Banua," timpalnya.

Sedangkan Ach Rozani, manajer tata ruang dan GIS Eksekutif Nasional Walhi, Ach Rozani menambahkan, Pemprov Kalsel yang saat ini sedang melakukan revisi RTRWP 2015-2035 harus memahami peran strategis dari penataan ruang dalam kerangka tujuan perbaikan kualitas sosial ekologis di Kalimantan selatan di masa yang akan datang.

"Fakta dugaan penyimpangan ruang dalam temuan Walhi harus dapat dilakukan tindakan penegakan hukum oleh pemprov, dan jangan menggunakan momentum revisi ini sebagai upaya pemutihan atas pelanggaran tata ruang yang ada," singkatnya.



Komentar
Banner
Banner