Kalsel

Begini Cerita Remaja Tuna Rungu Menggeluti Dunia Tarik Suara

apahabar.com, BANJARMASIN – Berbekal rasa cinta dengan dunia tarik suara, puluhan remaja penyandang tuna rungu yang…

Featured-Image
Paduan suara Isyarat Baiman di acara pembukaan Semarak Festival Banjarmasin Baiman di Taman Budaya Kalimantan Selatan (Kalsel). Foto-apahabar.com/Baha

bakabar.com, BANJARMASIN – Berbekal rasa cinta dengan dunia tarik suara, puluhan remaja penyandang tuna rungu yang tergabung dalam paduan suara (Padus) Isyarat Baiman memilih mengembangkan diri dalam olah vokal.

Salah satu divisi dari DPD Gerkatin (Gerakan Kesejahteraan Tuli Indonesia) Kalsel bertujuan untuk mengembangkan potensi anggotanya. Terbukti pada Jumat (26/7), iringan lagu Indonesia Raya dan Kayuh Baimbai menggunakan bahasa isyarat menarik perhatian ratusan pasang mata.

Baca Juga: Terbaik III Duta Genre Kalsel, Siswi MAN 1 Rantau Ini Suarakan Stop Nikah Dini

Siapapun yang hadir pada pembukaan Semarak Festival Banjarmasin Baiman di Taman Budaya Kalimantan Selatan (Kalsel) tanpa bisa menyangkal keseriusan mereka dalam bernyanyi.

"Bagian tersulit adalah menyelaraskan tempo lagu. Ketika temponya cepat, tangan mereka kesulitan mengiringinya," ungkap Pembina Padus Isyarat Baiman, Shintya Subhan.

Pada reporter bakabar.com, guru SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin ini mengaku tidak mengalami kesulitan saat mengajarkan sebuah lagu kepada penyandang tunarungu.

Aktivitas mereka yang kerap menggunakan bahasa isyarat tidak menghambat proses pelatihan. Kondisi itu tentu membuat Shintya senang.

Istilah mendengarkan dan merasakan getaran inilah yang menjadi perantara mereka mengingat.

Minimal satu pekan, 25 anggota Padus dianggap telah telaten dalam mengingat gerakan sebuah single lagu.

“Paling cepat satu hari, tergantung mendapatkan tempo lagu, kami kemudian berlatih dengan mendengarkan getaran,” bebernya.

Kondisi itu rupanya tidak berjalan mulus. Hambatan mereka jika diiringi dengan organ tunggal. Tempo musik pada saat live itu yang menganggu mereka. Dibandingkan dengan latar belakang lagu yang telah disiapkan saat latihan dan tampil.

“Live kita menyesuaikan tempo, itu harus ada kesetaraan antara pemain musik dan kami,” katanya.

Latihan paduan suara bahasa isyarat itu dilakukan di sela-sela kegiatan harian mereka tersebut. Shintya hanya berperan meyakinkan penyandang disabilitas bahwa mereka bisa berbuat layaknya orang lain pada umumnya.

Pada awalnya, lanjut Shintya, banyak temannya berasal dari berbagai latar belakang itu merasa tak percaya diri. Di antara mereka, ada yang malu karena tidak pernah bernyanyi di depan umum sebelumnya. Namun, dia perlahan berhasil meyakinkan mereka.

Hingga saat ini, undangan keluar daerah untuk bernyanyi terus berdatangan. Pada bulan Juli ini saja, ada job bernyanyi di Kediri, Bali, dan Bandung.

Organisasi ini, sebut Shintya, tak hanya mengajarkan kawan-kawan tuna rungu bernyanyi. Tapi juga memberdayakan mereka di bidang lain, seperti kerajinan tangan. Semisal, miniatur rumah adat Banjar dengan mendaur ulang logam sisa material konstruksi.

“Jika kawan-kawan ingin ikut belajar, silakan saja ke sekretariatan kami di Jalan Ratu Zaleha Gang Pandan Sari RT 10,” ungkapnya.

Pengalaman tampil bernyanyi di depan publik itu turut membantu kepercayaan dirinya dan rekan-rekan. Mereka, katanya, tak mau berhenti di sana dan bertekad mempelajari beberapa lagu lainnya.

Sebab dalam waktu dekat, Kalsel menjadi tuan rumah pada Hari Tuli Internasional. Dijadwalkan kegiatan itu akan berlangsung di Kiram Park, Kabupaten Banjar.

Baca Juga: Kecamatan Pelaihari Masuk 15 Besar Kelompok Sadar Wisata se-Indonesia

Reporter: Bahaudin Qusairi
Editor: Muhammad Bulkini



Komentar
Banner
Banner