bakabar.com, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mendaulat Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan sebagai daerah yang rawan direcoki gangguan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemilu 2024.
Kota Banjarbaru menjadi salah satu dari puluhan kabupaten dan kota yang tergolong rawan terjadi pelanggaran netralitas ASN.
"Dua puluh kabupaten/kota potensi rawan tertinggi ini, siapkan program pencegahan terbaik, siapkan upaya mitigasi risiko terkuat supaya tidak terjadi di 2024," kata Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, Selasa (26/9).
Baca Juga: ASN Pemkab Banjar Diingatkan Jaga Netralitas pada Pemilu 2024
Banjarbaru tak sendiri. Masih ada puluhan daerah rawan lain. Di antaranya Kabupaten Siau Tagulandang Biaro, Kabupaten Wakatobi, Kota Ternate, Kabupaten Sumba Timur, Kota Parepare, Kabupaten Bandung, Kabupaten Jeneponto, dan Kabupaten Mamuju.
Lalu, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Bulu Kumba, Kabupaten Maros, Kota Tomohon, Kabupaten Konawe Selatan, Kota Kotamobagu, Kabupaten Kediri, Kabupaten Konawe Utara, dan Kabupaten Poso.
Potensi kabupaten/kota terawan selanjutnya yakni Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Kota Banjarbaru, Kabupaten Dompu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Luwu Timur.
Baca Juga: MPR Imbau TNI-Polri Jaga Netralitas Politik di Pemilu 2024
Lolly menerangkan Bawaslu juga memetakan 10 provinsi yang juga diindikasikan bakal direcoki ancaman ASN yang tak netral dalam gelaran Pemilu 2024.
"Artinya di sepuluh provinsi ini tersebar di kabupaten/kota dam masif terjadi di kabupaten/kota dengan skornya masing-masing," ujarnya.
Di antaranya Maluku Utara, Sulawesi Utara, Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat, Gorontalo, dan Lampung.
"Inilah posisi provinsi yang kerawanannya tinggi, maka pada sepuluh provinsi ini pastikan upaya pencegahannya tepat," jelasnya.
Baca Juga: Masuk Tahun Politik, Gubernur Sumbar Minta ASN Jaga Netralitas
Untuk itu ia berharap para abdi negara dapat meluruskan tugas, fungsi, dan wewenangnya untuk netral dalam gelaran Pemilu 2024. Maka pihaknya juga akan berupaya melakukan pencegahan sehingga angka prakiraan netralitas ASN dapat ditekan jelang Pemilu 2024.
"Pencegahan ini dikencangkan tidak boleh berjarak di pemerintahan, baik yang ada di provinsi maupun kabupaten/kota. Alasannya, upaya pencegahan yang baik yaitu dengan membangunnya melalui komunikasi yang bertujuan mencegah melakukan pelanggaran," ujarnya.
Halaman selanjutnya: Pelanggaran Netralitas ASN Dominan saat Pilkada
Pelanggaran Netralitas ASN Dominan saat Pilkada
Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty menyebut netralitas ASN terancam dibumbui praktik politik partisan dalam gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Pola pelanggaran netralitas ASN, kata dia, dipicu para abdi negara yang turun mempromosikan dan memberi pernyataan dukungan secara terbuka di media sosial.
Termasuk indikasi penggunaan fasilitas negara untuk mendukung petahana, teridentifikasi dukungan dalam bentuk grup WhatsApp, dan terlibat secara aktif maupun pasif dalam kampanye calon.
Baca Juga: Pejabat Langgar Netralitas ASN dalam Politik di Jember, Ada Nama Bupati!
"Paling banyak terjadi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah," katanya.
Sementara Staf Ahli Mendagri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga Togap Simangunsong menjelaskan jenis pelanggaran kode etik netralitas ASN sesuai Keputusan Bersama lima kementerian/lembaga yang ditandatangani tanggal 22 September 2022 yakni pertama, memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait bakal calon peserta pemilu dan pemilihan.
Baca Juga: Menggugat Etika Politik dan Netralitas Presiden Jokowi
Kedua, sosialisasi atau kampanye media sosial atau online bakal calon, ketiga menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/ dukungan secara aktif.
Keempat, membuat posting, komen, share, like, bergabung atau mengikuti dalam grup atau akun pemenangan bakal calon. Kelima, Memposting pada media sosial dan media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan bakal calon, tim sukses, dan alat peraga terkait parpol. "Keenam, ikut dalam kegiatan kampanye, sosialisasi, atau pengenalan bakal calon, kedelapan, mengikuti deklarasi atau kampanye bagi suami atau istri calon," katanya.