Konser Coldplay

Banyak Xyloband Coldplay Tak Dikembalikan, Ciri Indonesia Krisis Etika dan Kejujuran

Konser Coldplay ternyata memberikan alarm tentang etika dan kejujuran publik Indonesia. Tingkat pengembalian Xyloband hanya mencapai 77 persen.

Featured-Image
Xyloband, gelang canggih yang digunakan dalam konser Coldplay.

bakabar.com, JAKARTA - Konser Coldplay ternyata memberikan alarm tentang etika dan kejujuran publik Indonesia. Ukurannya adalah tingkat pengembalian Xyloband, gelang pintar yang canggih dan menjadi simbol konser, yang hanya mencapai 77 persen.

Dari total 80.000 penonton, 18.400 di antaranya tidak mengembalikan Xyloband. Angka ini termasuk mengejutkan, rata-rata di tahun pertama konser Coldplay, tingkat pengembalian gelang ini mencapai 86 persen.

Psikolog Perkembangan Anak, Remaja, dan Pendidikan, Theresia Novi Poespita Candra mengatakan Indonesia tengah menghadapi krisis etika, dengan kejujuran menjadi salah satu indikasi utamanya.

Dosen dari Universitas Gajah Mada (UGM) itu menganggap mengembalikan gelang atau Xyloband adalah bentuk etika, dan tidak melakukannya merupakan contoh nyata dari krisis etika yang tengah melanda masyarakat.

"Krisis etika di Indonesia sebenarnya tidak hanya tercermin pada pengembalian gelang konser, tapi juga terjadi dalam perilaku sehari-hari. Contoh sederhananya, perilaku membuang sampah sembarangan, tanpa memperhatikan etika kebersihan, juga merupakan contoh dari krisis etika yang tengah terjadi." ujar Novi, Sabtu (25/11).

Pengaruh Era Digital

Menurut Novi, era digital punya peran besar memperburuk kondisi ini. Kecenderungan untuk merespons secara cepat dan tanpa berpikir panjang seringkali dipicu oleh teknologi, yang mempercepat segala sesuatu dalam hidup kita.

Contohnya pertemanan di medsos, ketika seseorang tidak menyukai atau tidak sependapat, orang tersebut bisa langsung menghapus pertemanan, tanpa memedulikan etika dan dampaknya pada hubungan sosial.

Penting untuk memahami bahwa cara berpikir instan ini dipicu oleh cara kerja teknologi, yang cenderung mengejar efektivitas dan efisiensi.

Namun, konsekuensi dari perilaku ini adalah kurangnya pertimbangan terhadap emosi orang lain dan dampak yang mungkin ditimbulkan.

Dalam konteks ini, Novi mengatakan tidak mengembalikan barang, seperti Xyloband, adalah contoh nyata dari tindakan yang tidak etis, karena tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap pihak lain.

Salah satu aspek yang perlu dicermati adalah peran teknologi dalam membentuk cara berpikir dan bertindak manusia.

Ketidakmampuan berdialog juga menjadi salah satu dampak negatif dari era digital ini. Dengan segala kemudahan dan kecepatan informasi yang diberikan teknologi, terjadi penurunan kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan dampak dari tindakan yang diambil.

Editor


Komentar
Banner
Banner