bakabar.com, SAMPIT – Cuaca ekstrem kembali memicu bencana di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalteng. Dua desa di wilayah utara terendam banjir setelah diguyur hujan lebat berjam-jam.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim memastikan kondisi pada Rabu (3/12/2025) mulai berangsur aman, meski kerugian warga dan lemahnya fasilitas dasar masih menjadi perhatian serius.
Kepala Pelaksana BPBD Kotim, Multazam, menyebut Desa Rantau Suang di Kecamatan Telaga Antang sebagai wilayah terdampak paling parah. Hujan deras tanpa henti selama 11 jam—mulai 1 Desember pukul 02.00 WIB hingga 2 Desember pukul 13.00 WIB—menyebabkan banjir meluas ke permukiman.
“Sebanyak 56 rumah terdampak, dengan total 150 warga yang merasakan langsung dampaknya,” ungkap Multazam.
Ketinggian air permukaan mencapai 1 hingga 1,5 meter, sementara genangan di dalam rumah berada pada kisaran 20–40 cm. Banjir berlangsung selama satu hari penuh dan baru surut sepenuhnya pada malam 2 Desember.
Selain merendam permukiman, banjir juga menewaskan lima ekor babi ternak. Kerugian ini semakin membebani warga yang mayoritas bergantung pada usaha pertanian dan peternakan.
Keterbatasan infrastruktur desa turut memperparah kondisi. Tidak adanya aliran listrik serta akses internet yang hanya mengandalkan jaringan satelit membuat komunikasi dan penyebaran informasi berjalan lambat. Kendati demikian, akses keluar-masuk desa masih dapat dilalui lewat jalur darat maupun sungai.
Banjir juga terjadi di Desa Tumbang Mujam, Kecamatan Tualan Hulu, akibat kiriman air dari wilayah hulu. Berdasarkan data Telemetri BWS Kalimantan II, curah hujan di Pos PKL Tumbang Sangai pada 29 November 2025 mencapai 126,5 mm, yang masuk kategori hujan sangat lebat.
Genangan mulai memasuki permukiman pada 1 dan 2 Desember, namun situasi di desa ini relatif terkendali dan menunjukkan penurunan sejak 2 Desember.
Multazam menegaskan BPBD terus meningkatkan pemantauan terhadap wilayah rawan banjir, terutama menjelang puncak musim hujan.
“Kami mengimbau warga tetap waspada, terutama di desa-desa yang memiliki akses terbatas dan berada di daerah aliran sungai,” ujarnya.
Meski kondisi kedua desa kini mulai pulih, BPBD menilai perlunya langkah antisipasi yang lebih serius, khususnya terkait infrastruktur dasar seperti listrik, komunikasi, hingga jalur evakuasi.









