bakabar.com, BANJARMASIN – Peringatan disertai ancaman pemolisian dari Tim Hukum Sahbirin Noor dinilai mencederai demokrasi.
Parodi kritis warga adalah ekspresi kejengahan atas banjir yang sudah sepekan melanda Kalimantan Selatan.
Kalsel sedang dilanda krisis akibat banjir. Di saat seperti ini, menurut Pakar Kebijakan Publik dan Politik Kalimantan Selatan Uhaib As’ad, pemimpin daerah mestinya memperkuat mentalitas warganya.
“Banjir dan pandemi, warga ini sudah jatuh tertimpa tangga dengan adanya ancaman itu,” sebut dosen Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari itu, kepada bakabar.com.
“Parodi itu bentuk kritik terhadap realitas sosial, politik, ekonomi, dan carut-marut eksploitasi sumber daya alam di Kalsel,” sambung doktor jebolan UGM ini.
BANYU LALU HAJA Tim Paman Birin Mau Polisikan Warga, Peradi-Komnas HAM Pasang Badan
Uhaib menilai warga sedang jengah atas abainya pemerintah mengantisipasi bencana akibat banjir.
“Parodi atau meme yang dibikin warga merupakan bentuk ekspresi, tidak ada salahnya,” ujar Uhaib.
Paman Birin dan tim hukumnya, kata Uhaib, harusnya bisa membendung gelombang protes warga. Caranya, dengan menunjukkan progres penanganan banjir yang tepat.
“Bukannya malah menakut-nakuti warga dengan ultimatum seperti itu. Hal seperti itu malah akan menurunkan elektabilitas dia dan menambah kenyinyiran publik,” kata Uhaib.
Menurutnya, pernyataan tim Paman Birin tidak akan mengundang simpati warga Kalsel.
Justru, berpotensi mengundang kemarahan, dan resistensi publik, khususnya dari korban terdampak banjir.
“Sebut saja perlawanan itu datang dari DPC Peradi Martapura-Banjarbaru dan kelompok masyarakat lainnya,” sambungnya lagi.
Jika tim Paman Birin tetap pada prinsipnya memolisikan warga, bukan tak mungkin, kata Uhaib, Kalsel akan dihadapkan dengan persidangan massal, dan sesaknya penjara.
“Sudah saatnya warga Kalsel secara bersama-sama membangun kesadaran kolektif mengkritisi pemerintah. Yang tersisa saat ini adalah Pegunungan Meratus yang menjadi incaran pengusaha tambang.”
Nyaris separuh dari wilayah Kalsel telah didominasi pertambangan baru bara, dan kelapa sawit.
Lubang-lubang tambang dan kawasan yang gundul menjadi pemandangan telanjang sejauh mata memandang.
“Ini karena regulasi dan aturan main yang diberikan oleh negara menjadi legalitas formal beroperasinya perusahaan tambang yang jumlahnya ratusan. Mesin penghancur itu, warga hanya bisa tertunduk lesu, sedih, dan marah melihat SDA yang sudah hancur itu,” ujarnya.
Pemerintah Abai
Luas wilayah Kalsel 3,7 hektare. Catatan Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam, 33 persen dari itu, setara 1,2 juta hektare, dikuasai pertambangan batu bara, dengan total perizinan mencapai 553 IUP Non-CnC (Izin Usaha Pertambangan non-Clean and Clear) dan 236 IUP CnC (Clean and Clear). Sementara luas perkebunan sawit mencapai 618 ribu hektare atau setara 17 persen luas wilayah.
IUP CnC sendiri merupakan IUP yang memenuhi persyaratan administratif dan kewilayahan, sementara Non-CnC sebaliknya.
Koordinator Jatam Nasional Merah Johansyah, seperti dilansir Tirto.id, menilai komitmen pemerintah mengantisipasi bencana nihil.
"Tidak ada itu. Rakyat sudah jatuh tertimpa tangga, kena pandemi dan banjir," ujarnya.
Sementara, Wahana Lingkungan Hidup mencatat sebanyak 234 ribu hektare atau 15 persen dari luas Kalsel sudah berisi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan 567 ribu hektare atau 6 persen berisi izin IUPHHK Hutan Tanaman.
Menteri Siti Blakblakan Biang Kerok Banjir Kalsel, Bukan Tambang dan Sawit
Walhi Kalsel sudah berulang kali mengingatkan pemerintah bahwa Kalsel telah darurat ruang, dan bencana ekologis.
“Sudah kita sering ingatkan, termasuk dari tahun lalu,” ujar Kisworo kepada bakabar.com.
Senada dengan Jatam, Walhi meminta pemerintah menghentikan pemberian izin tambang, dan perkebunan sawit.
“Pemerintah jangan hanya menyalahkan hujan saja, panggil perusahaan-perusahaan tambang yang bermasalah,” ujar Kisworo.
Hasil analisis perubahan penutup lahan di DAS Barito Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), masih dari Tirto.id, menyimpulkan hutan primer, hutan sekunder, sawah, dan semak belukar menyempit dalam kurun waktu 2010-2020.
"Masing-masing menurun sebesar 13 ribu hektare, 116 ribu hektare, 146 ribu hektare dan 47 ribu hektare," ujar Kepala Lapan Thomas Djamaluddin.
Berbanding terbalik dengan itu, perkebunan meluas signifikan sebesar 219 ribu hektare. Menurutnya, perubahan penutup lahan ini memberikan gambaran kemungkinan terjadinya banjir di DAS Barito.
"[Gambaran ini] dapat digunakan sebagai salah satu masukan untuk mendukung upaya mitigasi bencana banjir di kemudian hari," imbuhnya.
Sebagai pengingat, hingga Selasa kemarin (19/1), banjir yang melanda Kalimantan Selatan berdampak pada 349.070 warganya.
Bahkan, sebanyak 77.890 warga di 11 dari 13 kabupaten atau kota terpaksa mengungsi.
Masih dari catatan BPBD Kalsel, banjir merusak 62.638 rumah, 14 jembatan, 58 rumah ibadah, 48 sekolah dan lebih dari 68 jalan.
Sampai hari ini, bencana ekologis tersebut sudah menelan 15 korban jiwa. Mereka berasal dari Tanah Laut 7 orang, masing-masing 3 orang dari Banjar, dan HST, serta 1 orang masing-masing dari Banjarbaru, dan Tapin.
Bantah Tambang
Hasil analisis pemerintah, penyebab utama banjir parah yang terjadi belakangan ini bukan dampak dari aktivitas tambang.
Plt Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, Roy Rizali Anwar, mengungkapkan terjadinya persoalan anomali cuaca dan curah hujan tinggi pada daerah aliran sungai (DAS) Barito.
“Perizinan kebun belum terlihat sebagai faktor utama. Perizinan tambang juga,” beber Roy dalam rapat terbatas bersama awak media di Ruang Aberani Sulaiman Kantor Setdaprov Kalsel, kemarin.
Perizinan tambang secara luas hanya 37 ribu hektare dari area izin 55 ribu hektare sejak 2008. Analisis pada wilayah tambang ini termasuk oleh masyarakat seluas 104 ribu hektare.
“Tentang ini, UU Ciptakerja sudah mengaturnya pada pasal 105. Pemerintah akan mengambil langkah-langah ke depan. RPP sudah disusun dalam konsultasi publik,” terang Roy.
Sebelumnya, linimasa media sosial sedang diramaikan dengan perundungan ke Gubernur Kalsel Sahbirin Noor.
Banyak warganet menuding Paman Birin atau Sahbirin tak becus mengatasi persoalan banjir di Kalsel.
Protes banyak dituangkan melalui meme atau video lucu warga yang sedang kebanjiran. Tak lupa, mereka menyisipkan penggalan pernyataan Paman Birin saat debat Pilgub Kalsel 2020 lalu.
Dalam penggalan video itu, Paman Birin, salah satunya, berucap bahwa banjir hanya numpang lewat saja.
"Kalau persoalan banjir, alhamdulillah, ada yang lalu haja [lewat saja]. Karena sungainya sudah dikeruk oleh kita," Paman Birin dalam potongan rekaman yang banyak beredar itu.
Ucapan Paman Birin itu kemudian diparodikan banyak warganet saat banjir benar-benar melanda Kalsel. Paling viral, aksi seorang emak-emak dengan wajah berpupur dingin memarodikan pernyataan Paman Birin.
Tak cuma parodi, video sekumpulan emak-emak menyeru Paman Birin saat meninjau salah satu lokasi banjir bersama Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Minggu 17 Januari, di Jembatan Pekauman, Kabupaten Banjar, juga viral.
“Alhamdulillah banyu [air] lewat saja,” teriak seorang emak-emak yang mengerumuni rombongan mobil sang gubernur.
Teriakan itu tampak tak digubris oleh Paman Birin. Ia berlalu begitu saja menuju mobilnya meninggalkan emak-emak tersebut.
Gelombang protes warga itu rupanya membuat gerah Paman Birin. Melalui tim hukumnya, ia memperingatkan agar berhenti membuat dan menyebarkan video atau foto yang memuat ujaran kebencian, fitnah, atau pencemaran nama baik kepada Paman Birin terkait banjir Kalsel yang sengaja dibuat, diedit, dinarasikan tidak sesuai fakta atau konteks.
“Kami selaku tim Hukum Sahbirin Noor memperingatkan dan atau menegur agar berhenti membuat konten, dan atau menyebarkannya. Kami sudah menginventarisir fakta hukum pihak-pihak yang membuat, dan mengupload, dan membagikannya di media sosial, untuk nantinya setelah musibah banjir berakhir kami laporkan ke kepolisian atas tindak pidana/kejahatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik,” tulis Tim Hukum Paman Birin yang terdiri dari Syaifudin, Samsu Saladin, Syainaldy Muttaqien, dan Fikri Anshari.
Salah seorang advokat di Banjarmasin mengaku mengetahui ultimatum tersebut kali pertama disebarkan oleh salah satu tim hukum Paman Birin, sejak tadi malam. Termasuk di akun media sosial salah satu anggota tim hukum tersebut.
bakabar.com mencoba menghubungi Syaifudin, maupun Samsu Saladin untuk menanyakan siapa objek ancaman dalam ultimatum itu. Namun siang tadi, keduanya tak merespons panggilan telepon maupun pesan singkat yang dilayangkan bakabar.com.
Menjelang sore, bakabar.com kemudian mendapatkan konfirmasi secara tidak langsung dari Syaifudin.
“Mengingat banyaknya via telepon dan WA yang menanyakan ke saya tentang Peringatan, dan Teguran tertanggal 17 Januari 2011 yang beredar luas di media social, dengan ini saya menjawabnya, bahwa klarifikasi atas hal tersebut nantinya akan kami lakukan setelah musibah banjir ini selesai, karena kami beranggapan penanganan dan bantuan kepada masyarakat yang terkena banjir lebih diutamakan dari pada perdebatan masalah tersebut. Kami berharap di masa musibah banjir ini lebih fokus kepada bantuan dan menghindari dari perbuatan yang makin meresahkan masyarakat seperti hoaks dan ujaran kebencian di media social,” tulis Syaifudin dalam pesan singkat yang diteruskan ke media ini.
Peringatan dan teguran Tim Hukum Sahbirin Noor yang menyebar di media sosial kadung menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hingga Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengambil sikap siap di garda terdepan membela para terlapor.
Dilengkapi oleh Musnita Sari