Darurat Karhutla

Banjarbaru Sempat Jadi Jawara Kualitas Udara Terburuk se-Indonesia

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, sempat menduduki posisi pertama wilayah dengan kualitas terburuk se-In

Featured-Image
Data konsentrasi partikulat PM 2.5 Stasiun Klimatologi Kalsel pada 14 September 2023, berwarna hitam termasuk kategori berbahaya. Foto: BMKG Kalsel

bakabar.com, BANJARBARU - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, sempat menduduki posisi pertama wilayah dengan kualitas terburuk se-Indonesia.

Prakirawan BMKG Kalsel, Arif Rahman menerangkan kondisi kualitas udara terburuk di Banjarbaru tersebut terjadi pada 14 September lalu.

Konsentrasi tertinggi di Kota Banjarbaru mencapai kategori berbahaya berdasarkan monitoring parameter PM 2.5 BMKG.

"Masuk kategori berbahaya tanggal 14 September 2023 Jam 06.00 WITA. Ini tertinggi jika dibandingkan monitoring parameter yang sama di seluruh stasiun pengamatan BMKG," jelasnya, Sabtu (23/9).

Baca Juga: [VIDEO] Suasana TKP Jasad Terpanggang Karhutla Kalsel

Hasil monitoring partikulat halus berukuran 2.5 micron tersebut mencapai warna hitam. Kondisi tersebut masuk dalam kategori berbahaya.

Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh temuan Stasiun Klimatologi Kalsel yang menyebut partikulat PM 2.5 di tanggal tersebut melebihi 1000 mikrogram per meter kubik.

Meski begitu, kata Arif, kondisi tersebut terjadi secara temporal. Dalam beberapa hari terakhir menunjukan kecenderungan membaik. Terlebih hujan di sebagia Kalsel.

Saat ini kondisi kualitas udara di Ibu Kota Provinsi (IKP) Kalsel tersebut umumnya dalam kategori sedang.

"Namun masih sering terjadi kondisi PM 2.5 mencapai kategori tidak sehat hingga sangat tidak sehat secara temporal, khususnya dini hari hingga pagi hari," ungkapnya.

Baca Juga: Depresi, Jasadnya Lalu Terpanggang di Karhutla Banjarbaru Kalsel

Selain disebabkan tingginya karhutla di Banjarbaru, juga disebabkan oleh pola diurnal atmosfer saat dini hari hingga pagi mengalami suhu relatif dingin bertekanan udara tinggi.

"Yang menciptakan lapisan inversi atau batas di udara, membuat udara dan polusi udara yang terperangkap didalamnya tertekan mendekati permukaan dan tentu akan meningkatkan konsentrasi polutan atau kabut asap pada periode tersebut," rincinya.

Kemudian, kondisi kabut asap akan semakin membaik seiring dengan memanasnya permukaan bumi akibat penyinaran matahari membuat sirkulasi udara naik atau membuat kolom udara tadinya sempit jadi lebih besar dan polutan dapat terdispersi atau tersapu angin pada siang hari.

Editor


Komentar
Banner
Banner