bakabar.com, JAKARTA– Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam), Mahfud MD berpendapat, praktik pemilu saat ini lebih baik dari pada Orde Baru. Pendapatnya tersebut berpijak pada adanya instrumen hukum kelembagaan yang lebih baik dibandingkan zaman itu.
“Pemilu adalah implementasi demokrasi, tapi dalam teori demokrasi itu akan menimbulkan kekacauan kalau tidak ada nomokrasi. Karena apa? Karena demokrasi itu tujuannya mencari menang,” kata Mahfud dalam sambutannya di Bawaslu Award di The Kasablanka Hall, Jakarta Selatan, seperti diberitakan detikcom, Jumat (25/10).
Secara sederhana nomokrasi dimaknai sebagai kedaulatan hukum atau hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 pun disebutkan bila Negara Indonesia adalah negara hukum.
“Meskipun dikatakan politik itu secara filosofi mulia karena mencari pemimpin rakyat. Dalam praktiknya, pemilu itu politik, itu proses untuk memperoleh kekuasaan atau mempertahankan atau mendapat bagian dari kekuasaan,” kata Mahfud.
“Karena ini soal kekuasaan maka berlaku dalil tidak ada kawan atau lawan yang abadi di politik. Yang kemarin musuh sekarang kawan, yang kemarin kawan menjadi lawan, politik itu memang begitu wataknya. Oleh karena itu demokrasi yang seperti itu kalau dibiarkan jelek. Maka kita tampilkan nomokrasi. Kalau demokrasi mencari menang, nomokrasi itu mencari benar. Itulah sebabnya,” jelas Mahfud.
Saat ini, lanjut Mahfud, instrumen hukum kelembagaan dalam pemilu terwakilkan pada Bawaslu. Pada zaman Orde Baru, Bawaslu disebut Mahfud tidak eksis.
Baca Juga: Sosok Angela Tanoesoedibjo, Pendamping Wishnutama di Kemenpar
Baca Juga: Eks Bendahara TKN Siap Dampingi Prabowo
Editor: Muhammad Bulkini