Tak Berkategori

Bakal Dibahas di DPRD, Bukaan Lahan di Batu Harang HST Juga Dilaporkan ke Dinas ESDM Kalsel

apahabar.com, BARABAI – Polemik pembukaan lahan di kawasan hutan Batu Harang Desa Mangunang Kecamatan Haruyan yang…

Featured-Image
Kondisi bukaan lahan di kawasan hutan Batu Harang Desa Mangunang Kecamatan Haruyan medio September 2021 lalu./Foto: apahabar.com/Lazuardi.

bakabar.com, BARABAI – Polemik pembukaan lahan di kawasan hutan Batu Harang Desa Mangunang Kecamatan Haruyan yang tengah digarap KUD Karya Nata bakal dibawa ke rapat kerja DPRD Hulu Sungai Tengah (HST).

Sesuai surat undangan Nomor 005/206/DPRD-HST/2021, rencananya agenda yang melibatkan lintas organisasi itu akan dilaksanakan pada Rabu 6 Oktober 2021.

Ada 13 organisasi di HST yang diundang dalam rapat kerja gabungan komisi itu. Tidak termasuk di dalamnya pihak KUD Karya Nata.

Pihak Pemkab HST pun juga melayangkan surat resmi ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalsel.

Dengan surat bernomor 507/71/Eko/2021 atas nama Bupati HST yang ditanda tangani Pj Sekda HST, M Yani tertera 4 poin hasil kajian Tim Pemantauan dan Pengendalian Lingkungan Hidup per 30 September tadi.

Poin pertama, Pemkab HST menyebut terjadi pembukaan lahan yang direncanakan. Diduga untuk pertambangan batu bara yang dilakukan atas nama KUD Karya Nata.

Disebut di dalamnya, KUD itu tidak mempunyai izin resmi, baik dari Pemkab HST, Pemprov Kalsel maupun pusat.

Poin kedua dijelaskan, per 17 September 2021 aktivitas KUD Karya Nata di Batu Harang pun ditinjau oleh Tim Obvit Polda Kalsel dan Satgas Peti PT AGM. Hasilnya, lahan tersebut bukan berada dalam kawasan konsesi PT AGM dan tidak dilakukan oleh AGM.

Aktivitas KUD Karya Nata pun disebut tidak mempunyai dasar hukum perizinan, sehingga Tim Obvit Polda Kalsel meminta KUD itu menarik alat berat jenis ekskavatornya dari lahan seluas 100 hektare.

Kajian Pemkab HST ini mengacu pada poin ketiga. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), HST terus berkomitmen untuk pembangunan yang berwawasan lingkungan dan legal. Sehingga aktivitas KUD yang diduga ditujukan untuk kegiatan pertambangan ini tidak direkomendasikan.

Poin terakhir, sebagai tindak lanjut sesuai kewenangan di bidang pertambangan, Pemkab HST meminta Dinas ESDM Provinsi Kalsel untuk menertibkan sekaligus menghentikan kegiatan pembukaan lahan untuk pertambangan tanpa Izin itu.

Sebelumnya, Tim Polda Obvit Kalsel telah memerintahkan KUD Karya Nata menarik ekskavatornya dari lahan yang diklaim seluas 100 hektare yang diakui KUD ini, Jumat (17/9) lalu.

Namun, per 27 September, KUD Karya Nata diduga kembali menaikkan ekskavator untuk melakukan aktivitas di kawasan hutan Batu Harang.

“Memang kami menurunkan dua unit alat berat,” kata Ketua KUD Karya Nata, Raniansyah dihubungi wartawan melalui sambungan seluler, Kamis (30/9).

Lahan seluas 100 hektare yang digarap itu, kata dia merupakan milik KUD Karyanata, bukan milik pihak manapun.

Raniansyah menyebut akan menggarap lahan tersebut demi kemaslahatan warga sekitar.

Lantas untuk apa membuka lahan 100 hektare itu? Apakah untuk batu bara?

Diketahui, KUD Karyanata memiliki PKP2B hanya saja sudah kedaluwarsa per 2001.

“Terlalu jauh untuk berbicara batu bara. Izinnya masih proses,” kata Raniansyah.

Yang jelas, terang Raniansyah, jika lahan sudah dibuka pihaknya akan memanfaatkannya untuk membantu warga sekitar. Misalnya membuka obyek wisata ataupun kebun.

“Inikan lahan kami, jika nantinya lahan sudah terbuka, terserah kami,” kata Raniansyah.

“Dan itu cuma membuka lahan dan membersihkannya, jadi kami harap jangan dipermasalahkan,” tutup Raniansyah.

Soal bukaan lahan ini, Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP) HST akan mengambil langkah berkoordinasi dan melayangkan surat resmi ke Polres dan Polda Kalsel.

Kepala Bidang Tata Lingkungan HST, Irfan Sunarko menyebut hal itu dilakukan mengingat bukaan lahan harus punya izin. Terutama izin Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelola Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).

“Kalau tidak punya ya ilegal," tutup Sunarko.



Komentar
Banner
Banner