bakabar.com, BANJARMASIN – Para buruh di Kalimantan Selatan diajak turun ke jalan. Audiensi antar-Pekerja Buruh Banua (PBB) terkait penolakan Omnibus Law dengan DPRD Kalsel tak mencapai kata mufakat.
Pantauan bakabar.com, tak tampak Ketua DPRD Kalsel Supian HK dalam audiensi yang sempat berjalan di DPRD Kalsel, Senin (27/7). Sejumlah pentolan PBB, yang dominan berasal dari serikat buruh; FSPMI, KSPSI, dan KSBSI, pun berang. Mereka meninggalkan audiensi dengan raut wajah kesal.
“(Dewan) Lebih menghargai orang unjuk rasa dibanding audiensi,” kata Perwakilan PBB Yoeyoen Indharto.
Maka dari itu, Yoeyoen menyerukan ribuan buruh untuk turun ke jalan menolak Omnibus Law dan tenaga kerja asing.
Sementara terkait hal ini, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kalsel, H M Luthfi Saifuddin meminta aksi besar-besaran itu kembali dipertimbangkan.
Sebab, aksi yang bakal melibatkan ribuan orang itu berpotensi memunculkan risiko kesehatan.
Sebagaimana kita ketahui, Banjarmasin ataupun Banjarbaru, masih menjadi zona merah penularan Covid-19.
Lutfi menyebut buruh bisa kembali menyalurkan aspirasinya lewat audiensi susul sesuai protokol Covid-19.
“Kami harapkan tidak terjadi karena bagaimanapun audiensi lebih baik. Karena kalau turun ke jalan dengan kondisi pandemi saat ini tentu harus dipikirkan juga soal keselamatan,” terangnya.
Politikus Gerindra ini mengaku memahami kekecewaan para buruh yang gagal bertemu langsung dengan Supian HK.
Sebenarnya, kata dia, dirinya sudah berupaya mengajak para anggota dewan lainnya untuk bertemu dengan buruh dalam audiensi.
Namun, sebut Luthfi, anggota DPRD Kalsel lainnya berhalangan karena menjalankan tugas kedewanan lainnya baik di alat kelengkapan dewan (AKD) dan ada juga yang berada di daerah pemilihan.
“Atas kondisi ini kami meminta maaf. Kami memahami dan memaklumi aliansi buruh yang mengharapkan kehadiran ketua. Jujur ini bukan maksud tidak menghargai kawan-kawan buruh tapi saat ini yang lain juga menjalankan tugas yang lain,” terangnya.
Meski audiensi tidak berlanjut, Luthfi menegaskan akan tetap menindaklanjuti poin-poin aspirasi aliansi PBB yang sudah tercantum dalam audiensi.
Selain itu, dalam waktu dekat, Komisi IV
berencana memanggil buruh kembali untuk mendengarkan langsung aspirasi mereka.
Omnibus Law dimaksud buruh ialah Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. RUU ini menuai polemik karena ditolak kalangan serikat pekerja. Pasalnya, terdapat sejumlah pasal yang dinilai hanya menguntungkan pengusaha.
Beberapa pasal kontroversial itu mulai nilai besaran pesangon Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK berkurang, nasib karyawan status outsourcing tak jelas, sampai mengubah ketentuan cuti khusus haid bagi kalangan perempuan.
Editor: Fariz Fadhillah