bakabar.com, BANJARMASIN – Ragam kejanggalan muncul mengiringi gelombang desakan tuntutan vonis maksimal bagi Bayu Tamtomo, pemerkosa D atau VDPS (25).
Di luar kronologi pemerkosaan, rupanya masih ada sejumlah fakta dari kronologi hingga proses penyidikan kasus Bayu yang baru terungkap.
Fakta ini dibeberkan Kuasa Hukum VDPS, Muhammad Pazri.
Usai kejadian, VDPS tak berani langsung mengadu ke keluarga. Tapi, lambat laun kakak VDPS merasa ada yang tak beres dengan sang adik.
Setelah VDPS bercerita, sang kakak langsung menghubungi Bayu, namun tidak pernah diangkat.
Kemudian, VDPS sempat melakukan visum di salah satu Laboratorium Rumah Sakit di Banjarmasin. Sebab, tangan dan kakinya terdapat memar serta hampir seluruh tubuh VDPS terasa sakit.
Pada 21 Agustus 2021, VDPS bersama sang kakak melaporkan Bayu ke Provos Polresta Banjarmasin. Laporan tersebut diterima oleh penyidik berinisial E dan VDPS langsung di BAP didampingi sang kakak.
Tetapi sebelum BAP dilakukan, VDPS awalnya mendapat tekanan dari oknum anggota Provos Polresta Banjarmasin.
Dia merasa mendapat tekanan dengan pertanyaan-pertanyaan menyudutkan. Seperti "kamu tau gak sih dia punya istri ?", lalu korban mendengar ada oknum anggota Provos yang mengatakan "kamu sih tidak pakai kerudung".
"Padahal korban belum menceritakan kronologi seutuhnya, namun ditekan dengan pertanyaan menyudutkan seperti itu," kata Pazri, Sabtu (29/1).
Setelah BAP selesai, seorang polisi dari Unit Reskrim menyarankan agar pelaku dipidanakan. Kemudian lantaran pemerkosaan terjadi sebuah hotel di Kabupaten Banjar, petugas mengarahkan VDPS melapor ke Polda Kalsel.
Dua hari berselang, VDPS kembali didampingi sang kakak melaporkan perbuatan Bayu ke Propam Polda Kalsel. Dia digiring ke sebuah ruangan untuk bertemu petugas berinisial ED.
Sesampainya, korban dicecar pertanyaan seperti "sudah dipikirkan lah ini matang-matang? apalagi kasusnya sama polisi", "jangan sampai disebut pelakor".
Lanjut Pazri, korban juga digiring seakan memiliki perasaan suka sama suka dengan pelaku.
Saat itu, VDPS diminta ED untuk menghubungi Bayu agar mengakui perbuatannya kepada korban. "Korban juga ditakut-takuti bahwa buktinya minim," katanya.
Selanjutnya, korban juga disarankan agar perkara ini tidak masuk pidana karena pihak keluarga pelaku akan datang membawa uang damai.
Salah satu anggota yang berada di ruangan tersebut mengatakan bahwa korban akan dikenakan dengan pasal dugaan perzinahan.
Selanjutnya korban kembali diintrogasi oleh dua petugas Propam. VDPS diminta menceritakan kronologi lengkap kejadian.
24 Agustus 2021 pagi, VDPS bersama kakaknya mendatangi SPKT dan diarahkan ke Krimum, kemudian penyidik PPA Polda Kalsel. Korban di BAP sampai siang.
Petang menjelang malam, istri dan anak pelaku datang ke rumah kakak korban untuk memohon agar berdamai.
Mereka meyakinkan bahwa Bayu akan bertanggungjawab dan menafkahi bila VDPS hamil.
Tiga hari berselang, tepatnya malam pukul 20.00 saat cuaca hujan, korban dipanggil mendadak oleh penyidik ke Polda Kalsel.
Melalui kakaknya, penyidik PPA meminta VDPS untuk kooperatif agar segera datang ke Polda Kalsel untuk menyelesaikan BAP.
Penyidik menawarkan mau dijemput dengan mobil polisi atau naik taksi online yang biayanya ditanggung penyidik.
Setibanya di Polda, penyidik menekan VDPS harus memberikan keterangan yang konsisten. Jangan sampai di persidangan saat dipertanyakan oleh hakim jawaban korban tidak masuk akal dan kakak korban pun mendapat BAP tambahan.
Pada 20 September 2021 siang, jaksa berinisial AF meminta korban datang ke Kejari untuk diminta klarifikasi perkara.
Anehnya, AF yang mendampingi selama persidangan meminta korban tidak memberitahu perkara kepada siapa pun, termasuk pihak fakultas.
Kemudian setelah VDPS menghadiri sidang kode etik Bayu di Polda Kalsel pada 2 Desember 2021, korban didatangi istri pelaku.
Di halaman parkir Polda Kalsel, istri Bayu menyodorkan surat permintaan maaf yang ditulis tangan.
Saat itu, istri pelaku menyampaikan bahwa surat tersebut adalah surat permohonan maaf untuk keluarga saja. Tidak ada kaitannya dengan pelaku.
Kemudian karena keadaan tergesa-gesa, korban dan sang kakak menandatangani surat tersebut dan hanya membaca judul suratnya saja.
Sebelumnya kakak korban menanyakan kegunaan surat tersebut dan istri pelaku mengatakan bahwa surat tersebut hanya sebagai pegangan saja.
Tapi nyatanya, surat tersebut digunakan untuk meringankan vonis Bayu di persidangan. Atas perbuatannya, Bayu dijerat Pasal 286 KUHP.
Majelis Hakim memutuskan hukuman penjara 2,5 tahun. Bayu juga dipastikan sudah dipecat. Prosesi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dilaksanakan di Mako Polresta Banjarmasin, Sabtu (29/1) pagi.