bakabar.com, BANJARMASIN - 300 tahun sebelum kelahiran Habib Ali Al Habsyi, Syekh Umar Ba Makhramah "meramalkan", "Nanti di Seiwun akan ada seorang wali besar yang mengarang maulid dan maulidnya itu akan sampai ke Mandurah." Ramalan itu agaknya terbukti, belum lama tadi maulid simthuddurar (maulid karya Habib Ali Al Habsyi) benar-benar dibacakan di kota Mandurah, Australia.
Menariknya, pembacaan maulid itu dibacakan salah seorang murid Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul/penyebar maulid Al Habsyi) tepat di hari ulang tahun Abah Guru Sekumpul (11 Februari). Murid Abah Guru Sekumpul tersebut bernama Guru Khairullah Zain, yang diundang ke Perth-Australia untuk peringatan Haul Abah Guru Sekumpul.
"Sebenarnya pada 11 Februari itu, saya ada jadwal kunjungan ke Madrasah NU Darul Ma'arif pada pagi hari dan taushiyah di Masjid Al Lathif (Masjid Yayasan Darut Tauhid) pada sore harinya. Siang ada waktu longgar, nah rencana bertemu seseorang," ujar Guru Khairullah Zain.
Tiba-tiba, sambung Guru Khairullah, terlintas di pikiran tentang satu kota bernama Mandurah. Itu satu kota yang belum dirinya kunjungi. Jaraknya sekitar 70 kilometer dari Perth. Namun, ada satu rintangan, di waktu itu ada janji bertemu dengan orang lain.
"Singkat cerita, pertemuan itu batal, karena orang yang bersangkutan ada kesibukan mendadak. Akhirnya saya dan beberapa orang panitia kegiatan di sana berangkat ke kota Mandurah," kata Guru Khairullah.
Sebelumnya, kota itu sudah dikunjungi beberapa ulama, seperti Prof Quraisy Shihab, Emha Ainun Najib (Cak Nun), dan lainnya. Namun, belum ada yang membaca maulid Simthuddurar di sana.
"Setelah sampai di kota Mandurah, kami langsung membaca maulid Al Habsyi (Simthuddurar) di sana. Semua rawi dibaca, sebagai tabarrukan saja. Menariknya, hari itu adalah hari lahir Abah Guru Sekumpul dalam penanggalan Masehi; 11 Februari 1942," tutur Guru Khairullah.
"Semoga suatu hari kelak akan banyak umat Islam Aswaja di sana dan Maulid Al Habsyi dibaca. Mudah-mudahan termasuk dalam "ramalan" Syekh Umar Ba Makhramah," sambung Guru.
Terkait Mandurah yang disebut Syekh Umar Ba Makhramah ada yang menafsirkan Mandurah sebagai nama suatu tempat, ada pula yang menafsirkan Tempat yang Jarang (orang baca maulid), berasal dari kata "Nadira" (jarang).
Jika dikaitkan dengan kota Mandurah yang dikunjungi Guru Khairullah, kedua tafsiran itu agaknya tepat dengan Kota Mandurah.
"Bila dianggap sebagai tempat yang jarang dibacakan maulid, Kota Mandurah jangankan maulid, orang Islam saja hampir tidak ada di sana. Ada beberapa muslim, tapi cenderung ke Salafi," ujar Guru.
"Kami baca maulid di fasilitas publik, tanpa ada yang menegur apalagi membubarkan. Padahal di negeri non muslim. Hal yang sulit, andai kami lakukan di Makkah atau Madinah."