Hari Penerimaan Internasional

20 Januari: Jejak Annie Hopkins Wariskan Harapan untuk Disabilitas

Eksistensi singkat Annie Hopkins membawa perubahan berarti yang masih membekas hingga kini, utamanya bagi kaum disabilitas.

Featured-Image
Hari Penerimaan Sedunia diprakarsai sebagai bentuk sosial pada penyandang disabilitas. Foto: Net.

bakabar.com, JAKARTA – Hidup Annie Hopkins tak panjang. Tuhan hanya memberinya kesempatan bernapas selama 25 tahun. Kendati begitu, eksistensi singkatnya membawa perubahan berarti yang masih membekas hingga kini, utamanya bagi kaum disabilitas.

Dialah sang advokat, pengusaha, sekaligus seniman yang mencetuskan Hari Penerimaan Internasional. Momen yang diperingati setiap 20 Januari ini adalah bentuk dedikasi dalam penerimaan sosial atas disabilitas.

Peringatan tersebut tentu tak serta merta lahir begitu saja. Berkuliah di jurusan Kesehatan Masyarakat agaknya membuat Hopkins sadar betul betapa pilunya kehidupan penyandang disabilitas.

Bagaimana tidak, pada kenyataannya, penyandang disabilitas memang kerap menerima perlakuan tak mengenakkan. Mereka dikucilkan, hidup dalam garis kemiskinan, bahkan mendapat akses pendidikan yang sangat kurang atau tak layak.

Memulai Kampanye sedari Berstatus Mahasiswa

International Acceptance Day, begitu nama lainnya, ternyata sudah mulai dikampanyekan sejak 2004. Kala itu, Hopkins dan saudara laki-lakinya, Stevie, masih menyandang status mahasiswa di University of Illinois.

Keduanya memutuskan membuat kaos dengan simbol kursi roda yang membentuk hati. Bahkan, logo yang demikian dia ukirkan di pundaknya sebagai tato permanen. Sejak itu, keluarga, teman, dan komunitas disabilitas tertarik dengan ide Hopkins.

Sampai akhirnya, pada 2007, Hopkins bersaudara mencetuskan jargon 3E Love. ‘E’ dalam logo tersebut merupakan akronim dari embrace, educate, dan empower. Sementara itu, tulisan ‘love’ masih dibuat dengan simbol kursi roda.

Bukan sembarang gambar, kursi roda berbentuk hati itu memiliki makna tersendiri. Lewat logo ini, Hopkins mendorong kaum disabilitas untuk menerima ‘perbedaan’ mereka, memanfaatkan keragaman itu dan mengubahnya menjadi kekuatan.

“3E Love lebih dari sekadar ‘kehidupan disabilitas’ – sederhananya, ini berbicara tentang hidup secara umum. Setiap orang punya kebebasan untuk menjalani kehidupan mereka,” ujar Annie Hopkins, dikutip dari abilities.com, Jumat (20/1).

Lewat kampanye 3E Love, Hopkins bersaudara mengajak para penyandang disabilitas untuk menjalani kehidupan dengan bebas. Jangan sampai mereka merasa terbatasi hanya karena dirinya berbeda dari orang kebanyakan.

Mimpi yang Belum Kesampaian

Sayangnya, mimpi Annie Hopkins untuk mewujudkan dunia yang lebih ramah disabilitas, belum sepenuhnya kesampaian. Di tengah perjuangan itu, dia meninggal karena penyakit komplikasi tak terduga.

Stevie, yang sedari awal mengampanyekan gerakan ini bersama Annie, enggan menyerah begitu saja. Dia melanjutkan mimpi kakak perempuannya itu dengan mendirikan perayaan tahunan.

Tepatnya pada 2009, Stevie dan keluarganya mengadakan perayaan tahunan terkait 3E Love. Mereka mengundang semua orang untuk berpartisipasi dalam peringatan itu dengan berbagai cara.

Mulai dari menggambar simbol 3E Love di tangan atau pipi, memesan kancing serta kaos bergambar logo 3E Love dari situs web, atau cukup mengubah gambar profil media sosial menjadi logo tersebut.

Editor


Komentar
Banner
Banner