bakabar.com, JAKARTA - Sebanyak 185 negara beramai-ramai mengecam keras Amerika Serikat (AS) di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait embargo kepada Kuba.
Diketahui, Kuba telah lama meminta embargo AS ke negerinya dicabut, di tengah krisis ekonomi di pulau Karibia itu.
Kini ratusan negara mendukung resolusi yang tidak mengikat untuk mengutuk embargo AS di Havana.
"Sejak 2019, AS telah meningkatkan pengepungan di seluruh negara kita, membawanya ke dimensi yang lebih kejam," ucap Menteri Luar Negeri Kuba, Bruno Rodriguez dikutip CNBC Indonesia dari AFP, Jumat (4/11) lalu.
"Tujuannya sengaja menimbulkan kerusakan terbesar yang mungkin terjadi pada keluarga Kuba," lanjutnya.
Diplomat itu juga mengecam Presiden AS Joe Biden karena melanjutkan kebijakan 'tekanan maksimum' dari pendahulunya Donald Trump. Padahal perbaikan hubungan sempat digagas Barack Obama.
"Pengaruh AS penyebab utama kekurangan, kelangkaan dan kesulitan yang diderita oleh keluarga Kuba akan gagal untuk mengatakan yang sebenarnya," jelasnya lagi menambahkan negaranya merugi US$ 6,35 miliar atau setara hampir Rp 100 triliun.
Hal sama juga dikatakan Duta Besar Kuba untuk PBB Yuri Gala. Ia menambahkan bahwa isolasi telah membuat logika AS terkait kemerdekaan Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini didengungkan tidak masuk akal.
"Jika pemerintah AS benar-benar peduli pada kesejahteraan, hak asasi manusia, dan penentuan nasib sendiri rakyat Kuba, itu bisa mencabut embargo," katanya.
Mengutip Al-Jazeera, AS memberlakukan embargo pada tahun 1960. Hal itu menyusul revolusi Kuba yang dipimpin oleh Fidel Castro dan nasionalisasi properti milik warga negara dan perusahaan AS.
Dua tahun kemudian, tindakan yang melarang perdagangan antara kedua negara, di antara pembatasan lainnya, diperkuat. Selama itu hubungan AS dan Kuba renggang.
Ketika Obama menjadi presiden, ia mengambil langkah-langkah besar untuk meredakan ketegangan dengan Kuba selama masa jabatannya. Termasuk secara resmi memulihkan hubungan AS-Kuba dan melakukan kunjungan "bersejarah" ke Havana pada 2016.
Namun, di era sesudahnya, saat Trump memimpin AS, ia membatalkan upaya semacam itu.
Dirinya mengambil pendekatan yang lebih keras, meningkatkan sanksi dan mundur ke langkah normalisasi.
Sementara kecaman dari ratusan negara menjadi ke-30 kali PBB memilih untuk menentang kebijakan AS. Pemerintah Presiden Joe Biden sendiri bersama Israel menolak, sementara Brasil dan Ukraina abstain.