Berita Banjar

Tiga Polisi Banjar Menjadi Terdakwa, Keluarga Kakek Sarijan Belum Ikhlas

Kasus kematian kakek Sarijan (60) dalam penggrebekan target operasi Satres Narkoba Polres Banjar akhirnya disidangkan di Pengadilan Negeri Martapura, Banjar.

Sidang dugaan tindak pidana pembunuhan kakek Sarijan di Pengadilan Negeri Martapura, Senin (31/7). Foto: apahabar.com/Redaksi

apahabar.com, MARTAPURA - Sekitar setahun lebih, kasus kematian Sarijan dalam penggerebekan target operasi Sat Resnarkoba Polres Banjar, akhirnya disidangkan di Pengadilan Negeri Martapura.

Pria berusia 60 tahun itu tewas dalam sebuah penggerebekan di kediaman sang istri di Desa Pemangkih Baru, Kertak Hanyar, 29 Desember 2021.

Atas kejadian tersebut, tiga bintara Polres Banjar dibawa ke persidangan. Mereka adalah MT alias Sidiq dengan nomor perkara 184/Pid.B/2023/PN Mtp.

Kemudian AS alias Andi nomor perkara 185/Pid.B/2023/PN Mtp, serta dan MM alias Zuki nomor perkara 186/Pid.B/2023/PN Mtp.

Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan digelar, Senin (17/7). Dilanjutkan sidang kedua dengan agenda pemeriksaan saksi, Senin (31/7).

Sidang dipimpin hakim ketua Ita Widyaningsih SH MH, serta Indra Kusuma Haryanto dan Gusti Risna Mariana selaku anggota.

Namun sidang kedua yang sedianya dimulai siang, molor hingga pukul 16.30 Wita  dan baru selesai 19.45 Wita. Alhasil satu dari enam saksi, yakni Jumainah yang merupakan istri korban, pulang lebih dulu dan tidak mengikuti persidangan.

Padahal Jumainah merupakan saksi inti. Sedangkan lima saksi lain, yaitu Mistimah (49), Misrawi (48), M Fi`i (41), Suci Khairunnisa (29), dan Atikah (38), tidak melihat langsung peristiwa penggrebekan karena berbeda rumah.

Mistimah yang merupakan istri pertama korban, dalam persidangan mengaku belum merelakan kematian sang suami, meski sempat diberi santunan uang Rp12,5 juta dari terdakwa Andi.

Hal itulah yang membuat mereka bersikeras menempuh jalur hukum, "Tidak ikhlas, karena suami saya meninggal tidak sewajarnya," papar Mistimah ketika ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Banjar.

Uang santunan untuk keluarga korban juga datang dari salah seorang perwira kepolisian. Sosok yang memberi santunan diyakini adalah Kompol Fihim (Wakapolres Banjar) senilai Rp10 juta.

"Ada juga 10 juta dari polisi Fihim. Katanya santunan buat tahlilan. Itu saja katanya," tambah M Fi`i yang merupakan anak korban seraya memastikan belum dapat mengikhlaskan kematian sang ayah.

Adapun Suci Khairunnisa dalam kesaksian menceritakan keterkejutan ketika melihat kondisi sang ayah di Rumah Sakit Bhayangkara Banjarmasin.

"Saya melihat (korban) sudah ditutupi kain. Kata perawat sudah seperti itu setibanya dari Pemangkih (lokasi kejadian)," paparnya.

"Ketika saya buka, astagfirullahalazim kenapa bisa seperti itu. Saya teriak tidak sadar lagi, baru kemudian keluarga saya berdatangan," sambungnya.

Suci menuturkan sang ayah meninggal dunia dengan kondisi luka luka lebam di bagian wajah, serta keluar darah dari hidung.

Sedangkan Misrawi selaku sepupu korban, menceritakan kejanggalan kematian Sarijan. Inilah yang membuat mereka melaporkan kejadian tersebut ke Polda Kalsel di medio Januari 2022.

"Salah satu kejanggalan yang ditemukan terlihat dalam surat penolakan autopsi. Tertera dua tanda tangan dari saksi korban yang tidak pernah kami kenal," ungkapnya.

Misrawi juga menjelaskan sempat kecewa dengan proses penyelidikan di Polda Kalsel yang terkesan lamban. Ketika berusaha ditanyakan, polisi menjelaskan sedang banyak kasus yang ditangani.

Akhirnya 15 Juni 2023, dilakukan pembongkaran makam korban untuk dilakukan autopsi. Mengutip laman SIPP Pengadilan Negeri Martapura, hasil autopsi ditemukan patah tulang iga depan kedua kiri dan keempat sejajar ketiak akibat trauma tumpul.

Patahan tersebut dapat mengakibatkan penekanan kepada jantung sebelah kiri, sehingga pompa jantung berkurang dan menurunkan kadar oksigen di jantung maupun otak yang menyebabkan mati lemas.

Dalam uji toksikologi dengan sediaan rambut, ditemukan metamfetamina (sabu) yang memberikan efek penyempitan pembuluh darah, sehingga keadaan tersebut memperberat dan menyebabkan kematian.

Sebelumnya dalam pembacaan dakwaan, ketiga terdakwa dijerat dengan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke- 1 KUHP. 

Pasal 338 menjelaskan barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Adapun Pasal 55 Ayat 1 poin 1 KUHP berisi pemidanaan mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan.