Pengisian Baterai EV

Tidak Meratanya SPKLU Jadi Kendala Utama Ekosistem Kendaraan Listrik

Ombudsman Republik Indonesia melakukan kajian cepat terkait pengawasan pelayanan publik penggunaan kendaraan listrik berdasarkan regulasi dan implementasi.

Tidak meratanya SPKLU menjadi alasan mobil listrik kurang diminati masyarakat. (Foto:apahabar.com/Aditama)

apahabar.com, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia melakukan kajian cepat terkait pengawasan pelayanan publik penggunaan kendaraan listrik berdasarkan regulasi dan implementasi.

Sebagai lembaga yang berwenang untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, Ombudsman RI kali ini menyorot terkait kendaraan listrik di Indonesia.

"Kajian cepat ini dapat mendorong pihak-pihak terkait dalam memenuhi standar pelayanan, penempatan pelaksana yang kompeten serta pelayanan yang berkualitas dalam mendukung program penggunaan kendaraan listrik," ujar anggota Ombudsman RI, Hery Susanto di Jakarta, Selasa (14/2).

Ia menilai adanya kesenjangan antara kebijakan regulasi dan proses implementasi, sehingga melahirkan saran atau rekomendasi bagi pihak-pihak terkait.

"Roadmap kajian cepat sudah dimulai sejak November 2022 serta observasi lapangan pada bulan Desember dan berujung pada laporan dan penyerahan kajian di bulan Februari ini," tukasnya.

Baca Juga: Ombudsman: Harga EV di Indonesia Jauh Lebih Mahal dari Negara Lain

Kondisi SPKLU dan SPBKLU

Dari sekian banyak hal yang disorot oleh Ombudsman, keadaan minimnya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) menjadi salah satu masalah utama.

"Selain penyebaran SPKLU yang tidak merata, bedasarkan data lapangan beberapa SPKLU dan SPBKLU mengalami kerusakan atau disfungsi," tukasnya.

Terkait penyebaran, total keseluruhan SPKLU terdapat 356 unit yang masih terpusat di kota besar terutama di DKI Jakarta.

"Beberapa SPKLU dan SPBKLU tidak memiliki petunjuk penggunaan dan call center pengaduan khusus," imbuhnya.

Ia juga memaparkan terkait minimnya informasi yang diterima tentu akan menimbulkan masalah bagi masyarakat yang hendak melakukan pengisian di tempat tersebut.

"Ditambah lagi dengan tidak tersedianya ruang tunggu yang nyaman, mengingat pengisian daya mobil listrik memakan waktu 30-45 menit, tidak pengisian BBM yang bisa selesai dalam 5 menit," tegasnya.

Baca Juga: IIMS 2023: Mobil Esemka Bakal Reuni dengan Presiden Jokowi

Hal itu didukung oleh hasil survei lapangan dan wawancara yang dilakukan selama 4 hari kepada pengguna kendaraan listrik dengan total sebanyak 121 responden.

Menurut hasil survei, 65% responden mengaku harus mengantri lama kala melakukan pengisian mobil listrik sementara 35% tidak mengantri.

"Perlu diingatkan bahwa ini masih belum dalam kondisi jika mobil listrik mulai banyak," kata Hery mengingatkan.

Baca Juga: Tak Kebagian Subsidi Kendaraan Listrik, Pengusaha Bus Cemburu?

Ombudsman menyimpulkan bahwa terkait tidak meratanya SPKLU dan SPBKLU, kondisinya yang terpantau rusak serta tidak berfungsi menjadi faktor kebijakan penggunaan kendaraan listrik tidak diminati dan mengalami banyak kendala.

"Saran kami adalah dengan memperbanyak dan memperluas penyebaran SPKLU/SPBKLU dengan memperhatikan sarana pendukung," tuturnya.

"Petunjuk penggunaan harus jelas, call center yang dapat dihubungi dan responsif, tempat tunggu yang nyaman serta SOP perawatan dan perbaikan jika ada kerusakan," pungkasnya.