Sesal Empat Terdakwa di Sidang Pembelaan Kasus Korupsi Dinas PUPR Kalsel

Terdakwa Ahmad Solhan terdiam lama. Suaranya terdengar bergetar saat meminta hakim agar meringankan hukumannya yang nantinya akan dijatuhkan.

Ahmad Solhan saat membacakan nota pembelaan secara langsung di Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Foto: Syahbani

bakabar.com, BANJARMASIN - Terdakwa Ahmad Solhan terdiam lama. Suaranya terdengar bergetar saat meminta hakim agar meringankan hukumannya yang nantinya akan dijatuhkan.

“Saya tidak akan menyampaikan minta dibebaskan dari hukuman. Karena memang saya mengakui kesalahan saya,” ujar mantan Kadis PUPR Kalsel itu.

Permintaan itu dia sampaikan secara langsung oleh Solhan di sidang penyampaian pembelaan (pledoi) atas tuntutan JPU KPK yang digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (25/6).

Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Cahyono Riza Adrinto terdakwa kasus korupsi di Dinas PUPR Kalsel itu mengaku sangat menyesal atas segala kesalahannya.

“Saya bersalah dan sangat menyesal karena tak melapor soal penerimaan uang dari para rekanan itu ke KPK. Dan uang itu bukan untuk kepentingan pribadi saya,” ucapnya.

Dikatakan Solhan bahwa duit yang diterima itu digunakan untuk kegiatan kedinasan yang tak ada di anggaran PUPR Kalsel.

Sebelumnya JPU KPK menuntut agar hakim menjatuhi hukuman selama 5 tahun 8 bulan penjara terhadap Solhan serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara.

Belum cukup JPU KPK menuntut agar Solhan dijatuhi hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp16,2 miliar subsider 4 tahun penjara.

Bagi Solhan tuntutan itu terlalu berat. Dia meminta agar hakim mau meringankan hukumannya menjadi 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta. 

Kemudian untuk uang pengganti dia meminta hakim agar meringankan menjadi Rp300 juta subsider 3 bulan penjara.

“Tuntutan tersebut sangat berat bagi saya. Saya hanya seorang asn yang tak punya usaha sampingan. Saya punya tiga anak dan istri saya tak bekerja,” jelasnya.

Adapun Tim Kuasa Hukum Solhan menjelaskan, dari fakta persidangan memang klien mereka tak ada niat untuk memperkaya diri sendiri.

“Dan tak ada satu rupiah pun yang disita dari rumah pak Solhan. Sehingga kami meminta majelis hakim menimbang dengan seadil-adilnya,” ujar Maulidin dari kantor hukum M Luthfie Hakim anD Partner.

Sama halnya Solhan, Terdakwa Yulianti Erlinah juga menangis saat membacakan nota pembelaan dirinya secara langsung. 

Yuli mengaku sangat menyesal atas perbuatannya. Dan meminta majelis hakim untuk meringankan hukuman dari tuntutan JPU KPK.

“Memohon agar saya dihukum pidana denda dan uang pengganti seringan ringannya,” ujar mantan Kabid Cipta Karya di Dinas PUPR Kalsel itu saat membacakan nota pembelaannya.

Yuli mengaku bahwa apa yang dia lakukan hingga terseret dalam kasus korupsi berupa suap dan gratini lantaran diperintah atasan bukan kehendak sendiri.

“Saya mengaku bersalah dan sangat menyesal atas kekhilafan dan keteledoran saya. Saya hanya menjalankan arahan dari atasan saya. Saya selaku bawahan tak bisa menolak,” katanya.

“Tuntutan kpk sangat berat. Penjara 4 tahun,6 bukan sungguh sangat panjang dan lama. Denda sangat besar. Kami tak akan mampu membayar,” ujar Yuli.

Berbeda dengan Solhan dan Yuli, dua terdakwa lain Agustya Febry dan Ahmad dalam pembelaan mereka meminta agar majelis hakim membebaskan dari dakwaan.

Dalam nota pembelaannya, Febry mengatakan bahwa sejak pertama kali menerima Surat Dakwaan, dia meyakini tak melakukan perbuatan seperti yang didakwakan. 

“Keyakinan saya tersebut secara jelas terkonfirmasi dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan,” kata Febry.

Namun begitu, Febry mengaku heran JPU KPK tetap menuntutnya bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan.

“Secara lemah lembut sekali lagi saya menyatakan bahwa saya menolak dakwaan dan tuntutan penuntut umum,” jelasnya.

“Saat ini saya hanya bisa berharap kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang mengadili perkara ini agar bisa memeriksa dan memutus perkara yang sedang saya hadapi ini secara objektif dan adil,” harap Febry.

Sidang Terdakwa Ahmad, juga meminta agar dibebaskan dari dakwaan. Dalam nota pembelaannya Ahmad berharap majelis hakim bisa memberikan keputusan yang seadil-adilnya.

“Kalau bisa saya memohon kepada yang mulia untuk memberikan putusan bebas dari segala dakwaan,” ujar bendahara rumah tahfidz Darussalam itu. 

Ahmad meminta hakim mempertimbangkan bahwa dirinya memiliki istri dan bayi yang masih kecil yang sudah sepatutnya mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah.

“Serta demi nama baik pesantren yang tidak selayaknya ikut tercemar. Saya percaya, keadilan di tangan Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini adalah jalan terang yang saya nanti,” harapnya.